Berita Nasional Terkini
Minyak Goreng Curah Dilarang Beredar Mulai Januari 2022 Menuai Polemik, Ahmad Muzani Bereaksi
Aturan yang melarang peredaran minyak goreng curah di pasaran per 1 Januari 2022, menimbulkan polemik.
Mengutip dari situs resmi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, secara nasional minyak goreng kemasan bermerk 1 tembus Rp 18. 250 per kilogram pada Selasa (8/11/2021)
Angka ini naik sebesar 1,11 persen atau Rp 200.
Di kota Tembilahan, Riau, minyak goreng jenis ini tembus Rp 19.000 per kilogram.
Bahkan di Palembang, Tangerang, dan Madiun juga naik drastis menjadi Rp 19.250 per kilogram.
Kemudian untuk komoditas minyak goreng bermerk 2 dibanderol Rp 17.750 per kilogram.
Angka ini telah naik sebesar 0,85 persen atau Rp 150 per kilogram.
Di Gunung Sitoli Sumatera Utara harga minyak goreng ini tembus Rp 19.500.
Bahkan di Provinsi Lubuk Linggau tembus Rp 21.000 per kilogram.
Baca juga: Harga Minyak Goreng di Kutai Timur Rp 19 Ribu per Liter, Disperindag Pastikan Stok Masih Aman
Sementara untuk harga minyak goreng curah dibanderol Rp 17.150 per kilogram.
Angka ini naik sebesar 0,88 persen atau Rp 150 per kilogramnya.
Di Surabaya minyak goreng curah tembus Rp 19.400.
Kemudian di Kota Malang tembus Rp 19.500 per kilogram.
Minyak goreng curah paling mahal di DKI Jakarta yang tembus sampai Rp 19.850 per kilogramnya.
Di pasar Jembatan Merah, pasar Grogol, pasar Minggu, dan pasar Cipete tembus Rp 20.000 per kilogramnya.

Pro dan kontra
Kebijakan tersebut disambut pro dan kontra di kalangan anggota dewan.
Anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Amin Ak tidak setuju dengan rencana pemerintah melarang penjualan minyak goreng curah mulai 1 Januari 2022.
Larangan peredaran minyak goreng curah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan.
"Saya sebagai anggota Fraksi PKS, tidak setuju dengan rencana pemerintah tersebut," terang Amin saat dihubungi, Kamis (25/11/2021).
Menurutnya, jika rencana larangan penjualan minyak goreng curah diterapkan, maka yang diuntungkan adalah pelaku usaha besar.
"Mereka semakin bisa memperluas pasar dan bahkan bisa membentuk pasar oligopoli. Sedangkan pelaku usaha kecil sangat dirugikan dengan kebijakan tersebut," papar Amin.
Ia menyebut, pemerintah seharusnya melakukan pembinaan kepada para UKM yang selama ini menjual minyak goreng curah, sehingga produknya memenuhi standar minimal higienitas dan ada jaminan kehalalan.
"Kalau sampai rencana pelarangan tersebut benar-benar diterapkan, dampak sosialnya sangat besar, dan para pelaku UKM tersebut kehilangan sumber penghasilan untuk kehidupan mereka," tuturnya.
Di situasi ekonomi masih terdampak pandemi Covid 19, kata Amin, kalangan masyarakat bawah membutuhkan produk minyak goreng yang murah, apalagi komoditas tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat.
"Pemerintah juga harus memperhatikan regulasi di sektor hulu (minyak sawit/crude palm oil) sebagai bahan baku minyak goreng," ujar Amin.
Cari Pengganti Alternatif
Pemerintah diminta segera menemukan alternatif pengganti minyak goreng curah yang memiliki harga terjangkau dan tetap higienis untuk masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung menyikapi akan dilarangnya penjualan minyak goreng curang mulai 1 Januari 2022.
"Jika kebijakan ini akan ditetapkan, maka pemerintah perlu menemukan alternatif pengganti minyak curah yang memiliki harga terjangkau bagi rakyat Indonesia," kata Martin saat dihubungi, Kamis (25/11/2021).
Baca juga: Harga Minyak Goreng di Paser Memanas, Naik jadi Rp 18 Ribu per Liter
Larangan peredaran minyak goreng curah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan.
Menurut Martin, kebijakan tersebut memang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat.
Selain itu, kata Martin, minyak goreng curah juga memiliki harga yang cenderung berfluktuasi karena umur simpannya pendek.
Bahkan, terdapat temuan yang menyatakan saat ini hanya ada dua negara di dunia yang masih memperdagangkan minyak goreng dalam bentuk curah, yakni Indonesia dan Bangladesh.
"Namun, jika kebijakan ini berlaku maka akan merugikan produsen dan konsumen kecil, jika memang 50 persen konsumsi minyak rumah tangga dalam negeri"
"Mereka lebih memilih minyak curah sebab harganya cenderung lebih murah sekitar 12 persen dari minyak kemasan," sambung politikus NasDem itu. (*)