Mata Najwa
Dibayar Berapa pun, Warga Sepaku PPU Menolak Pindah jika Ibu Kota Baru Dibangun
Meski dibayar berapa pun, warga di wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur menolak pindah jika ibu kota baru dibangun.
Suku Balik yang kini tinggal di sekitar Sepaku, kata Sibukdin, tersisa kurang lebih 60-70 kepala keluarga.
Menurut Sibukdin, yang paling dikhawatirkan warga dengan hadirnya IKN mereka akan tersisih dan tidak mampu bersaing.
Terutama orang-orang yang direncanankan akan datang dengan jumlah hingga jutaan jiwa berbondong-bondong ke Kalimantan Timur.
"Kami tidak mampu bersaing itu, kalau pemerintah tidak memperhatikan kehidupan kami. Itu yang kami khawatirkan," katanya.
Baca juga: Di Mata Najwa, Gubernur Kaltim Jamin tak Ada Tanah Adat yang Disentuh untuk Pembangunan IKN
Warga adat menginginkan komitmen hitam di atas putih, yang ditandatangani oleh pejabat yang bertanggung jawab sebagai pegangan dirinya dan warga sekitar.
"Ini tanah satu-satunya peninggalan orangtua, satu-satunya tempat kami hidup. Itu yang kami khawatirkan ke depannya. Karena status tanah di Kelurahan Sepaku masih KBK (Kawasan Budidaya Kehutanan). Jadi tidak ada APL (Areal Penggunaan Lain), pembuatan sertifikat gratis itu gak ada. Cuma paling segel atau surat garapan, kalau sertifikat gak ada," jelas Sibukdin.
Bukannya tak berusaha untuk mengubah status tanah tempat tinggalnya, Sibukdin mengaku dirinya sudah berkali-kali mencoba tapi selalu menemui kendala.
"Pernah kami ngurus katanya, 'Ini kan statusnya repot', katanya. Kita sudah ngurus ke provinsi ke kabupaten, 'Ini harus ke menteri', katanya. Mulai dari lurah, kecamatan, mereka bilang sudah ajukan tapi katanya ini yang memberikan keputusan menteri," jelas Sibukdin.
"Kekhawatiran kami itu hak tanah kami. Yang penting pemerintah bisa memberikan jaminan, bisa memberikan surat dengan kekuatan hukum yang sah," tambahnya.
Baca juga: Banyak Bermunculan Tanah Zombi Sejak Ibu Kota Negara Ditetapkan di Sepaku, Penajam Paser Utara
Kekhawatiran lainnya, warga adat Suku Balik takut tak mampu bersaing dengan orang-orang yang datang dari luar Pulau Kalimantan.
Mereka cemas akan tersingkir dengan orang pintar yang disebutnya sebgai preman berdasi.
"Mohon maaf kepada pemerintah kalau pemerintah mendengar kata-kata saya, yang diperhatikan di daerah kami ini hanya perusahaan dan trans, (masyarakat adat) tidak. Selama ini apa buktinya? Masa bodoh aja. Kayaknya di sini di daerah kami ini gak ada manusianya. Ini kawasan IKN ini (seperti) tanah kosong saja," pesan Sibukdin kepada Pemerintah Indonesia. (*)
Baca Selanjutnya: Mata Najwa
Baca Selanjutnya: Ibu Kota Negara