Mata Najwa

Dibayar Berapa pun, Warga Sepaku PPU Menolak Pindah jika Ibu Kota Baru Dibangun

Meski dibayar berapa pun, warga di wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur menolak pindah jika ibu kota baru dibangun.

Editor: Syaiful Syafar
YouTube Mata Najwa
Dahlia, warga Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur menolak pindah meski dibayar berapa pun dari pembangunan ibu kota baru. Hal itu dia ungkapkan saat diwawancarai Najwa Shihab pada program Mata Najwa, Rabu (8/12/2021). 

TRIBUNKALTIM.CO - Meski dibayar berapa pun, warga di wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur menolak pindah jika ibu kota baru dibangun.

Fakta itu terungkap dalam tayangan Mata Najwa edisi "Menelusuri Ibu Kota Baru", Rabu (8/12/2021) malam.

Dahlia dan Becce, warga Desa Bumi Harapan dan Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, mengungkapkan keresahannya saat dikunjungi Najwa Shihab beberapa waktu lalu.

Video pengakuan mereka kemudian diputar di acara Mata Najwa tadi malam.

"Saya sangat tidak setuju, dengan adanya IKN ini kami tidak pernah diberitahu secara musyawarah, masyarakat-masyarakatnya tidak ada yang diberitahu," ujar Dahlia, dikutip dari kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (9/12/2021).

Baca juga: Curhat di Mata Najwa soal IKN, Kepala Adat Suku Balik tak Puas Dengar Jawaban Menteri

Desa Bumi Harapan dan Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, termasuk wilayah terdekat dari titik nol pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Sebagai orang asli yang bermukim di wilayah itu selama puluhan tahun, Dahlia dan Becce mengaku hanya tahu rencana pembangunan IKN melalui televisi dan media sosial.

"Bagaimana nanti aja baiknya. Cuma yang kita mohon, kita jangan disingkirkan," tutur Becce.

Sementara Dahlia, yang merupakan seorang guru seni tari mengaku khawatir akan nasib anak cucunya kelak, yang dianggap akan tinggal di Jakarta kedua.

Terkait klaim pejabat yang menyebut IKN akan meningkatkan perekonomian warga Sepaku, menurutnya bisa dilakukan dengan hal lain daripada memindahkan ibu kota.

"Masalah-masalah yang ada di sini harusnya pemerintah menyelesaikan lah. Permasalahan muda-mudi yang kesusahan mencari pekerjaan itu tidak baru. Seharusnya pemerintah menyelesaikan itu dulu kalau mau memperbaiki perekonomian Sepaku," ujarnya.

Baca juga: Najwa Shihab: Warga di Lokasi IKN tak Mau Pindah meski Dibayar, Bupati PPU Jawab Begini

"Saya gak mau nanti seperti Ondel-ondel, saya kan seniman. Saya gak mau anak cucu ngamen hanya untuk mencari nafkah. Saya tidak mau nanti tidur di bawah kolong jembatan yang tidak punya tanah, walaupun sebesar apa pun digantinya nanti, saya tidak mau," tutur Dahlia kepada Najwa Shihab.

Sebelumnya, Kepala Adat Suku Balik Kelurahan Sepaku, Sibukdin, mengungkapkan bahwa ada banyak ketakutan yang meresahkan warga setempat.

Kepada Najwa Shihab, Sibukdin mengaku telah menempati kawasan Sepaku sejak tahun 1967.

"Saya di sini sejak kecil, masih kecil betul, karena di sini hutan semua. Masyarakat adat di sini beberapa buat rumah, (pada saat itu) belum ada perusahaan, belum ada trans (transmigrasi), jadi kita betul-betul hanya hidup di hutan. Kemudian datang perusahaan PT ITCI itu yang menghabisi hutan kami," ujar Sibukdin kepada Najwa Shihab.

Suku Balik yang kini tinggal di sekitar Sepaku, kata Sibukdin, tersisa kurang lebih 60-70 kepala keluarga.

Menurut Sibukdin, yang paling dikhawatirkan warga dengan hadirnya IKN mereka akan tersisih dan tidak mampu bersaing. 

Terutama orang-orang yang direncanankan akan datang dengan jumlah hingga jutaan jiwa berbondong-bondong ke Kalimantan Timur.

"Kami tidak mampu bersaing itu, kalau pemerintah tidak memperhatikan kehidupan kami. Itu yang kami khawatirkan," katanya.

Baca juga: Di Mata Najwa, Gubernur Kaltim Jamin tak Ada Tanah Adat yang Disentuh untuk Pembangunan IKN

Warga adat menginginkan komitmen hitam di atas putih, yang ditandatangani oleh pejabat yang bertanggung jawab sebagai pegangan dirinya dan warga sekitar.

"Ini tanah satu-satunya peninggalan orangtua, satu-satunya tempat kami hidup. Itu yang kami khawatirkan ke depannya. Karena status tanah di Kelurahan Sepaku masih KBK (Kawasan Budidaya Kehutanan). Jadi tidak ada APL (Areal Penggunaan Lain), pembuatan sertifikat gratis itu gak ada. Cuma paling segel atau surat garapan, kalau sertifikat gak ada," jelas Sibukdin.

Bukannya tak berusaha untuk mengubah status tanah tempat tinggalnya, Sibukdin mengaku dirinya sudah berkali-kali mencoba tapi selalu menemui kendala.

"Pernah kami ngurus katanya, 'Ini kan statusnya repot', katanya. Kita sudah ngurus ke provinsi ke kabupaten, 'Ini harus ke menteri', katanya. Mulai dari lurah, kecamatan, mereka bilang sudah ajukan tapi katanya ini yang memberikan keputusan menteri," jelas Sibukdin.

"Kekhawatiran kami itu hak tanah kami. Yang penting pemerintah bisa memberikan jaminan, bisa memberikan surat dengan kekuatan hukum yang sah," tambahnya.

Baca juga: Banyak Bermunculan Tanah Zombi Sejak Ibu Kota Negara Ditetapkan di Sepaku, Penajam Paser Utara

Kekhawatiran lainnya, warga adat Suku Balik takut tak mampu bersaing dengan orang-orang yang datang dari luar Pulau Kalimantan.

Mereka cemas akan tersingkir dengan orang pintar yang disebutnya sebgai preman berdasi.

"Mohon maaf kepada pemerintah kalau pemerintah mendengar kata-kata saya, yang diperhatikan di daerah kami ini hanya perusahaan dan trans, (masyarakat adat) tidak. Selama ini apa buktinya? Masa bodoh aja. Kayaknya di sini di daerah kami ini gak ada manusianya. Ini kawasan IKN ini (seperti) tanah kosong saja," pesan Sibukdin kepada Pemerintah Indonesia. (*)

Baca Selanjutnya: Mata Najwa

Baca Selanjutnya: Ibu Kota Negara

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved