Berita Nasional Terkini

Tembus Rp 6.713 Triliun, Utang Pemerintah Era Jokowi Membengkak, Sri Mulyani Sebut Masih Mampu Bayar

Utang Pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membengkak. Utang Pemerintah Indonesia saat ini menembus Rp 6.713,24 triliun.

Dok. Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI membahas RUU HKPD, Senin (13/9/2021). 

TRIBUNKALTIM.CO  - Utang Pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membengkak.

Utang Pemerintah Indonesia saat ini menembus Rp 6.713,24 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut Indonesia masih mampu membayar.

Baca juga: Imbas Larangan Ekspor Batu Bara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Bakal Sunat Porsi DBH Kaltim?

Dikutip dari laman APBN KiTa Kementerian Keuangan terbaru atau per akhir November 2021, utang pemerintah sudah menembus Rp 6.713,24 triliun.

Utang tersebut bertambah cukup signifikan apabila dibandingkan posisi utang pemerintah pada penghujung Oktober 2021 yakni Rp 6.687,28 triliun.

Artinya, dalam sebulan, utang negara sudah bertambah sebesar Rp 25,96 triliun.

Dengan bertambahnya utang pemerintah, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami kenaikan.

Dilansir dari Kompas.com, pada November 2021, rasio utang terhadap PDB adalah 39,84 persen, sementara sebulan sebelumnya yakni 39,69 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, pemerintah Indonesia masih sanggup membayar utang plus bunganya.

Pertumbuhan ekonomi, kata dia, jadi tolak ukurnya.

"Sebagian utang yang nanti kita bayar lagi, kalau belanja bagus jadi infrastruktur bagus, SDM berkualitas buat Indonesia, ekonomi tumbuh, pasti bisa bayar lagi utangnya. Termasuk SBSN pasti kita bisa bayar, Insya Allah kembali dengan aman," kata Sri Mulyani seperti dikutip pada Kamis (6/1/2022).

Sebagai informasi, utang pemerintah Indonesia saat ini paling besar dikontribusi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik yakni sebesar Rp 5.889,73 triliun yang terbagi dalam Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Selain SBN domestik, pemerintah juga berutang melalui penerbitan SBN valas yakni sebesar Rp 1.274 triliun per November 2021.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Sebut Pembangunan Ibu Kota Negara Disesuaikan dengan UU IKN

Utang pemerintah lainnya bersumber dari pinjaman yakni sebesar Rp 823,81 triliun meliputi pinjaman dalam negeri sebesar Rp 12,48 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 811,03 triliun.

Apabila dirinci lagi, pinjaman luar negeri itu terdiri dari pinjaman bilateral Rp 302,59 triliun, pinjaman multilateral Rp 463,18 triliun, dan commercial banks Rp 41,26 triliun.

Sri Mulyani bilang, angka utang pemerintah dan rasionya terhadap PDB dianggap masih aman.

Utang masih diperlukan karena besarnya berbagai pos pengeluaran pemerintah.

"Utang negara sudah (tembus) 6.000 (triliun) apakah sudah aman? Dan tidak pernah lihat neraca seluruhnya ada pendapatan, belanja operasi yang dinikmati masyarakat, bansos, subsidi belanja barang, ada dalam bentuk gaji , pegawai negeri, ASN pusat daerah, dan tunjangan," kata dia.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam kegiatan penandatanganan prasasti penanda aset SBSN di ITK, Rabu (5/1/2021). 
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam kegiatan penandatanganan prasasti penanda aset SBSN di ITK, Rabu (5/1/2021).  (TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, pemerintah berupaya maksimal untuk menggenjot penerimaan pajak guna menutup defisit pengeluaran.

"Makanya ini perlu kita (kasih) pahamkan dan kita ingin terus jelaskan ke publik. Jadi rakyat kalau bertanya kenapa saya bayar pajak, dia tau sebab kita urusin Indonesia bersama-sama," tutur Ani.

Secara keseluruhan, belanja negara sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 2.786,8 triliun.

Realisasinya meningkat 7,4 persen dibanding tahun lalu (year on year/yoy). Angkanya setara dengan 101,3 persen dari target Rp 2.750 triliun.

Dia merinci, sekitar Rp 400 triliun dianggarkan untuk gaji di pemerintah pusat, Rp 770 triliun untuk transfer ke daerah, sekitar Rp 380 triliun untuk subsidi dan bansos, serta Rp 200 triliun untuk bansos lainnya.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Yakin Harga Tanah di Kaltim Bakal Naik Imbas IKN Pindah, Pesan Ini ke Warga Lokal

"Itu uang operasi habis. Kalau gaji, ya habis diterima karyawan, diterima ASN, PNS, prajurit, termasuk rektor.

Kalau jadi bansos, diberikan ke masyarakat. Kalau jadi subsidi, dinikmati masyarakat," pungkas Sri Mulyani.

Pembayaran bunga Dilansir dari Kontan, pembayaran bunga utang pemerintah mencapai Rp 343,5 triliun di tahun lalu.

Pembayaran bunga utang tersebut lebih rendah dari pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 sebesar Rp 373,3 triliun.

Meski pembayaran bunga utang ini sebenarnya lebih rendah Rp 29,8 triliun dari pagu APBN 2021, namun jika dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang pemerintah di tahun 2020 yang sebesar Rp 314,1 triliun, ada kenaikan Rp 29,4 triliun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, secara nominal, diperkirakan pembayaran bunga utang di tahun 2022 masih akan mengalami peningkatan.

Hal ini berkaitan dengan nilai utang yang masih meningkat, terutama dari tahun 2020 lalu.

"Namun, perlu diperhatikan bahwa sejalan dengan penurunan kebutuhan pembiayaan tiap tahunnya, maka laju dari pertumbuhan pembayaran bunga akan semakin terbatas tiap tahunnya," kata Josua kepada Kontan.co.id.

Menurutnya dengan adanya Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Josua memperkirakan pendapatan pemerintah akan ikut meningkat, dan peningkatan tersebut juga akan menolong kebutuhan pembiayaan di tahun 2022.

Menurutnya, peningkatan pendapatan dari UU HPP dapat berasal dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta program pengungkapan sukarela, yang diharapkan dapat mendorong perluasan subjek pajak.

Lebih lanjut, menurutnya penurunan kebutuhan pembiayaan juga akan mendorong penurunan penerbitan surat utang, sehingga beban bunga akibat Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan juga cenderung menurun.

Tidak hanya itu, Josua bilang, dengan kebijakan kerjasama pemerintah dan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) III, juga beban utang pemerintah di tahun 2022 juga diperkirakan berkurang.

Baca juga: Sri Mulyani Kunjungi Lokasi IKN di Kaltim, Menkeu Ingatkan: Kalau Rakyatnya Tertinggal, Itu Ngenes

"Namun, perlu diperhatikan bahwa beban utang dari SBN dari tahun sebelumnya masih akan berjalan sehingga kecil kemungkinannya bahwa beban utang pemerintah cenderung berkurang secara nominal di tahun 2022," imbuh Josua.

Senada, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, sejalan dengan upaya konsolidasi fiskal, implementasi UU HPP dan akselerasi pemulihan ekonomi domestik membuat defisit fiskal ke depannya akan terus ditekan ke bawah 3 persen dari PDB.

"Sehingga pembiayaan utang dan bunganya ke depan akan cenderung turun. Skema burden sharing dengan BI juga akan berlanjut di tahun ini sehingga membantu pembiayaan, " tutur Yusuf. 

Menurutnya tidak bisa dipungkiri akan ada risiko akan berasal dari yield SBN yang cenderung meningkat di tengah naiknya suku bunga acuan global.

Oleh karena itu efisiensi pembiayaan bunga utang dapat dilakukan melalui pendalaman pasar uang, percepatan pertumbuhan ekonomi melalui structural reform, dan infrastruktur. (*)

Berita Nasional Terkini Lainnya

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved