Berita Nasional Terkini
Indikasi Korupsi Pembelian Pesawat, Erick Thohir Bocorkan Kebiasaan Tak Biasa Manajemen Garuda
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir blak-blakan mengungkapkan ada kebiasaan yang salah dari Garuda Indonesia.
TRIBUNKALTIM.CO - Indikasi korupsi di Garuda Indonesia saat membeli pesawat mulai mencuak.
Selain itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir blak-blakan mengungkapkan ada kebiasaan yang salah dari Garuda Indonesia.
Kebiasaan itu pada akhirnya berdampak pada krisis keuangan Garuda Indonesia.
Erick Thohir mengatakan, manajemen lama Garuda Indonesia suka membeli pesawat terlebih dahulu, ketimbang menentukan rute penerbangan.
Padahal kata dia, seharusnya perusahaan memetakan terlebih dahulu rute penerbangannya, baru membeli pesawat yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi rute.
"Setelah kami dalami, banyak pembelian ini, hanya beli pesawat, bukan justru rutenya yang dipetakan lalu pesawatnya apa. Jadi ini malah pesawatnya dulu, baru rutenya," ungkap Erick dalam wawancara di Sapa Indonesia Malam KompasTV, dikutip dari Tribunnews.com Selasa (11/1/2022).
Baca juga: Walikota Bontang Basri Rase Angkat Bicara soal Direktur BPU Berstatus Tersangka Kasus Korupsi
Baca juga: TERBONGKAR Alasan Erick Thohir Laporkan Dugaan Korupsi Garuda Indonesia ke Kejagung Bukan KPK
Baca juga: Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat ATR di Garuda Indonesia, Erick Thohir Ungkap Audit Investigasi BPKP
Menurut dia, kebiasaan yang salah saat pembelian pesawat itulah yang terindikasi adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh manajemen lama Garuda Indonesia.
Teranyar, Erick melaporkan dugaan tindakan korupsi pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 tahun 2013 ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dugaan korupsi ini dilakukan di era Direktur Utama Garuda Indonesia berinisial ES. Ia melaporkan tindakan korupsi itu berdasarkan hasil audit investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kemarin kami sudah koordinasikan dengan Kejaksaan, nah hari ini kami resmi memberikan laporan secara audit investigasi," kata Erick.
Persoalan lainnya, lanjut dia, Garuda Indonesia kebanyakan membeli atau menyewa pesawat dengan jenis yang berbeda-beda.
Alhasil penanganan perawatannya pun berbeda-beda dan membuat biaya perawatan jadi membengkak.
Erick mengungkapkan, Garuda Indonesia sempat beroperasi dengan 200 pesawat, yang kemudian turun menjadi 142 pesawat. Setelah terpukul akibat pandemi, jumlahnya kian berkurang menjadi kini beroperasi dengan 35 pesawat.
Di sisi lain, kata dia, manajemen lama juga banyak menyewa pesawat dari para lessor dengan harga yang tinggi atau kemahalan dibandingkan harga rata-rata dipasaran.
"Jadi Garuda itu, lessor kita termahal mencapai 28 persen, sedangkan pesawat-pesawat maskapai lain itu 8 persen. Lalu Garuda banyak jenis pesawatnya sehingga operasionalnya pun lebih mahal," jelasnya.