Ibu Kota Negara

Adik Prabowo Sebut Belum Ada Kontrak di IKN Baru, Daftar Bisnis Hashim Djojohadikusumo di Kaltim

Adik Prabowo sebut belum ada kontrak terkait IKN. Daftar bisnis Hashim Djojohadikusumo termasuk yang ada di Kaltim

Editor: Amalia Husnul A
Dok TribunKaltim.co/M Fachri Ramadhani
Hashim Djojohadikusumo, Chairman Yayasan Arsari Group saat berada di Kaltim tahun 2019 lalu. Adik Prabowo sebut belum ada kontrak terkait IKN. Daftar bisnis Hashim Djojohadikusumo termasuk yang ada di Kaltim 

TRIBUNKALTIM.CO - Adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo angkat bicara soal tudingan dapat rezeki dari pemindahan ibu kota negara ( IKN ) di Kalimantan Timur

Menurut Hashim Djojohadikusumo, pemilik Arsari Group hingga saat ini belum ada kontrak terkait IKN Nusantara di Kaltim.

Diketahui, Hashim Djojohadikusumo dengan Arsari Groupnya memang memiliki lahan serta bisnis air bersih di lokasi IKN Nusantara di Penajam Paser Utara ( PPU ), Kaltim

Terkait hal ini, Hashim Djojohadikusumo semua yang ia miliki di Kaltim adalah kebetulan. 

Simak daftar bisnis Hashim Djojohadikusumo termasuk bisnis yang ada di Kaltim, seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id:

Nama Hasdhim Djojohadikusumo dituding dapat proyek di IKN Nusantara setelah namanya ikut disebut dalam laporan koalisi masyarakat sipil yakni JATAM Nasional, JATAM Kalimantan Timur, WALHI Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, dan Pokja Pesisir dan Nelayan yang mengaku telah melakukan riset mendalam selama tiga bulan bertajuk Ibukota Baru Untuk Siapa? 

Sejumlah elit disebut diuntungkan dalam laporan tersebut, salah satunya adalah Hashim Djojohadikusumo yang merupakan adik dari Prabowo Subianto.

Masih ada sejumlah tokoh-tokoh elit yang disebutkan dalam laporan tersebut. 

Baca juga: Rencana Besar Hashim di IKN Nusantara, Adik Prabowo Subianto Siapkan Proyek Hijau

Adik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto itu mengaku kecewa karena namanya disebut-sebut seolah pemindahan ibu kota baru di Kalimantan Timur bagian dari oligarki.

Padahal kepemilikan lahan yang dimilikinya di sana sudah sejak tahun  2006.

Hashim Djojohadikusumo juga menyebut, sampai saat ini, belum ada kontrak yang ditandatangani antara pihaknya dengan pemerintah terkait pembangunan ibu kota negara. 

"Tidak ada geopolitik, tidak ada bagi-bagi proyek, saya sudah ada jauh sebelum ibu kota diumumkan," kata Hashim dalam konferensi pers virtual, Selasa (8/2/2022).

Ia juga baru mengetahui keberadaan ibukota baru di Penajam dari informasi yang didapat anaknya pada tahun 2019.

“Saat itu, saya ada di Prancis sedang berlibur. 

Anak saya memberi kabar yang saya anggap kejutan bahwa ibukota akan dipindahkan dengan tiga pilihan wilayah yakni Palangkraya, Banjarmasin serta Balikpapan,” ujarnya. 

Jika kemudian keputusan pemerintah memindahkan ibukota negara di Kalimantan Timur.

“Bagi saya itu anugerah. Rezeki Tuhan karena letaknya persis di samping lahan yang kami miliki dan bisnis-bisnis yang lain,” ujarnya. 

Baca juga: 22.200 Orang Tanda Tangani Petisi Tolak Pemindahan IKN, Trubus Sebut Telat, UU IKN Sudah Disahkan

Awal Mula Hashim Djojohadikusumo Berbisnis di Kaltim

Hashim Djojohadikusumo lantas bercerita tentang awal bisnisnya di Kaltim

Lewat Arsari Group, Hashim Djojohadikusumo memiliki lahan di dekat Balikpapan sejak tahun 2007. 

Luas lahan yang Hashim miliki sekitar 173.000 hektare (ha). 

Adapun, proyek air bersih yang ia miliki lewat Arsari sudah berjalan sejak tahun 2016. 

Ia berbisnis air bersih atas permintaan pemerintah daerah di sana untuk memasok dan suplai air bersih di sana.

“Awalnya, ini permintaan dari pemerintah daerah, Pak Rizal menyambut baik masuknya kami di bisnis air bersih di 2016, lalu Pak Awang Faroek (Gubernur Kaltim periode 2008-2013) juga menginginkan air bersih di Samarinda , lalu di kota-kota lainnya,” ujar Hashim Djojohadikusumo

Hashim Djojohadikusumo juga menjelaskan, proyeknya Arsari Group adalah proyek swasta.

“Tidak menggunakan anggaran negara, uang  swasta. Saya mencarinya di capital market, dari investor,” ujarnya.

Tahap awal, Hashim membenamkan dana sebesar US$ 330 juta yang kata Hashim Djojohadikusumo nilainya saat ini sudah lebih tinggi lantaran inflasi. 

Baca juga: Eks Ketua KPK hingga Guru Besar Gagas Petisi Tolak Pemindahan IKN, Akademisi: Apa harus Saat Ini?

Saat ini, Arsari Group mengaliri kebutuhan air bersih untuk masyarakat di kota-kota sekitar Kalimantan Timur seperti Balikpapan, Samarinda, Tenggarong dan Kota Bangun, serta Penajam hingga di kilang PT Pertamina.

Bisnis Hashim Djojohadikusumo Lainnya

Hashim Djojohadikusumo dalam wawancara tertulis dengan KONTAN tahun 2014 mengatakan, bahwa ia adalah pemilik konglomerasi Arsari Group dengan gurita bisnis mulai dari tambang hingga perkebunan.

Nama Arsari Group adalah gabungan dari nama panggilan anak-anak Hashim. Mulai dari Aryo (Aryo Djojohadikusumo), Sara (Rahayu Saraswati Djojohadikusumo), serta Indra (Indra Djojohadikusumo).

Namun, jauh sebelum Arsari, putra bungsu begawan ekonomi Indonesia Sumitro Djojohadikusumo tercatat sebagai salah taipan Indonesia sukses. Gurita bisnis mengular panjang. 

Sepulang dari pendidikannya di luar negeri sejak SMP, Hashim kembali ke Indonesia awal 1978, sesaat ayahnya tak lagi menjadi Menteri Negara Riset. 

Saat itu, Hashim langsung bergabung di PT Indoconsult Associates sebagai direktur. Ini adalah  perusahaan bidang konsultasi manajemen yang didirikan ayahnya.

Saat itu, usia Hashim baru sekitar 24 tahun. Dua tahun setelah itu, Hashim mulai merintis usaha di sektor perdagangan lewat perusahaan yang didirikannya, PT Era Persada. 

Dari situ, kiprahnya di dunia bisnis terus berlanjut hingga sekarang.  "Di usia 30-an tahun, saya memulai bisnis internasional. Saya berbisnis ke Rusia, negara-negara Arab, Myanmar, Vietnam dan banyak lagi," ujarnya.

Berdasarkan riset KONTAN, debutnya di dunia bisnis makin kencang saat ia masuk bisnis semen pada tahun 1988. 

Lewat Grup Tirtamas, PT Tirta Mas mengambil alih saham mayoritas PT Semen Cibinong. Akusisi di industri semen berlanjut dengan mengakuisisi PT Semen Nusantara Cilacap pada tahun 1993.

Dua tahun berikutnya, Hashim Djojohadikusumo mengambil alih PT Semen Dwima Agung, perusahaan semen yang belum beroperasi namun memiliki 800 hektare lahan di tuban, Jawa Timur.

Pilihannya masuk bisnis semen bukan tanpa perhitungan. Sebagai komoditas dasar, Hashim Djojohadikusumo sangat yakin semen akan dibutuhkan banyak orang.

Nyatanya, belum genap tiga tahun Hashim Djojohadikusumo terjun ke industri ini, krisis pasokan semen terjadi di seluruh pelosok negeri ini.

Alhasil, dari bisnis semen ini, ia sukses menambah pundi-pundi kekayaannya. Ia pun merambah sektor-sektor lain.

Lewat PT Tunasmas Paduarta, salah satu anak perusahaan Grup Tirta Mas, Hashim merambah bisnis perbankan dengan mengambil alih Bank Niaga pada  tahun 1997.

Sebelumnya, pada tahun 1995, Hashim Djojohadikusumo mengambil alih 19,8% saham (senilai Rp 66 miliar lebih) milik pengusaha Yopie Wijaya di Bank Papan Sejahtera.

Selain itu, ia juga memiliki masing-masing 100% saham di Bank Pelita serta Bank Kredit Asia.

Sejak saat itu, daftar bisnis Hashim Djojohadikusumo bertambah panjang, tak hanya di sektor perbankan dan industri semen. Ada puluhan jenis usaha dimilikinya, mulai dari sektor perdagangan  hingga ke industri migas.

Tak hanya di dalam negeri, bisnis Hashim hingga ke mancanegara, dari beberapa negara di kawasan Indocina (Vietnam dan Myanmar), hingga ke kawasan Eropa Timur. 

Salah satunya lewat PT Tirtamas Comexindo, yang didirikannya sejak 1986. 

Namun, sebagaimana pebisnis lainnya, Hashim juga sempat mengalami kegagalan. Ketika Indonesia diterpa oleh krisis moneter, tepatnya di sekitar tahun 1998, banyak sekali usaha Hashim yang bangkrut.

Keputusan dramatis pun diambilnya.

Ia memilih untuk pergi ke Inggris dan menjalankan bisnisnya di sana.

Kendati berat meninggalkan Tanah Air, namun insting bisnisnya menunjukkan hasil.

Bisnisnya semakin maju dan semakin tersebar di mana-mana.

Setelah 9 tahun menetap di Inggris, ia memutuskan kembali ke Indonesia dan bahkan menyelamatkan perusahaan milik Prabowo, yakni PT Kiani Kertas yang berutang Rp 1,9 trilliun di Bank Mandiri.

Sebelum itu, Hashim menjual perusahaan minyaknya di Kazakhtan, Nations Energy kepada perusahaan China, Citic Group senilai US$ 1,91 miliar.

Hashim juga berhasil menguasai konsesi lahan hutan seluas 97 hektare di Aceh Tengah.

Ia juga memiliki 3 juta hektare perkebunan, konsesi hutan, tambang batubara, dan ladang migas di Aceh hingga ke Papua.

Kini, gurita bisni Hashim di bawah bendera Arsari Grup. 

Baca juga: Presiden Diminta Fokus Hadapi Pandemi, Ribuan Orang Teken Petisi Tolak Pembangunan IKN, Reaksi DPR

(*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved