Berita Samarinda Terkini
Polemik Permenaker JHT, Serikat Buruh Kaltim Anggap Pemerintah tak Peduli Nasib Buruh
Regulasi atau aturan Menaker terbaru ini salah satu poinnya tertuang bahwa pekerja atau buruh baru bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) berusia 56
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Timbul polemik terkait Jaminan Hari Tua (JHT) usai Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Regulasi atau aturan Menaker terbaru ini salah satu poinnya tertuang bahwa pekerja atau buruh baru bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) saat berusia 56 tahun.
Wakil Ketua Serikat Buruh Borneo Indonesia, Neneng Herawati menyatakan, penolakan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 , tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), dan menganggap pemerintah tidak memperdulikan nasib para buruh ini.
"Iya itu sudah kita dengar dan bukan lagi kita dengar tapi yang jelas itu kita tolak dari serikat buruh. Kalau mau jujur saja, bahwa negara ini tidak perduli dengan nasib buruh," tegasnya, Senin (14/2/2022) dihubungi awak media.
Baca juga: Disnakertrans Penajam Paser Utara Akan Sosialisasikan Kebijakan JHT, Usia 56 Tahun Bisa Cair
Baca juga: Soal JHT BPJS Ketenagakerjaan Timbulkan Polemik, Disnakertrans Paser Akui Kurang Sosialisasi
Baca juga: Jadi Harapan Utama Para Pekerja, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI Minta Permenaker Tentang JHT Dicabut
Bahkan menjadi pertanyaan dari pihaknya, mengapa aturan baru ini seakan membuat para buruh tak disusahkan.
Neneng Herawati menilai, sepantasnya JHT bisa diambil tanpa ada embel-embel persyaratan yang malah mempersulit buruh pasca berhenti dari pekerjaan, terlebih buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Itukan uangnya buruh, kenapa mesti di tahan-tahan hingga berusia 56 tahun. Seharusnya JHT itu sewaktu-waktu harusnya tanpa harus ada deadline waktu, umur, harusnya diberikan kepada buruh yang terkena PHK, untuk menjadi modal buruh menyambung hidupnya, kan begitu," terangnya.
Tetapi, kenyataannya pemerintah malah berfikir sebaliknya apa yang dirasakan masyarakat.
Neneng Herawati menggambarkan, misalnya, buruh ketika ter-PHK mungkin bisa mencairkan dana JHT pasca tak lagi bekerja untuk membiayai keluarga, atau mempunyai anak yang masih sekolah.
Jika tidak bisa dicairkan, pastinya tidak bisa menyambung hidup.
Baca juga: Said Didu Duga Polemik JHT Berkaitan dengan Pemerintah yang Sulit Dapat Utang Lagi
Pemerintah juga dinilai tidak berpihak pada buruh, Neneng Herawati, mengkritisi dimana gaji para direksi pada satu perusahaan dibuat lebih tinggi dari pada buruh.
"Banyak gaji direksi besar-besar mereka buat, tapi perlakuan terhadap buruh itu tidak adil. Nah itu sebenarnya yang sangat kami kritisi," sebutnya.
"Singkat saya, sampaikan terus terang kita menolak tentang adanya aturan baru bahwa pencairan JHT itu di usia 56 tahun," pungkas Neneng Herawati. (*)
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel