Ibu Kota Negara

Ancaman Kerusakan Lingkungan di Ibu Kota Negara, WALHI Gabung ARGUMEN Ajukan Gugatan JR UU IKN ke MK

Sejumlah pihak yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (ARGUMEN), resmi mendaftarkan atau mengajukan terkait gugatan JR

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim) Yohana Tiko duduk di tengah, saat ditemui Tribunkaltim.co serta menjelaskan terkait judicial review UU IKN. TRIBUNKALTIM.CO/ MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Sejumlah pihak yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (ARGUMEN), resmi mendaftarkan atau mengajukan terkait gugatan judicial review (JR) Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) pada Jumat (1/4/2022) ke Mahkamah Konstitusi.

Untuk sekedar diketahui gugatan sendiri didaftarkan oleh Busyro Muqoddas dari Muhammadiyah, Trisno Rahardjo Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibu Dahlia dari Suku Paser Balik, Penajam Paser Utara (PPU)  Kalimantan Timur, Rukka Sombolinggi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Zenzi Suhadi dari WALHI Eksekutif Nasional. 

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim) Yohana Tiko, memperjelas terkait dasar pihaknya mengajukan judicial review terkait UU IKN ke MK.

Secara khusus Walhi Kaltim, menyoroti Pemerintahan Joko Widodo yang pertama kalinya secara tiba-tiba mengumumkan pindahnya ibu kota dari DKI Jakarta ke Kabupaten PPU dan Kutai Kartanegara atau yang ada di Kaltim.

Baca juga: Lagi UU IKN Digugat, Walhi, AMAN hingga Seorang Warga Adat Gugat Undang-undang Ibu Kota Negara ke MK

Baca juga: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sebut IKN Nusantara Singkirkan Hak Masyarakat Adat 

Baca juga: Urun Dana Masyarakat Boleh Dipakai Bangun IKN, Politisi PDIP: Sudah Diatur di UU Ibu Kota Negara

"Lalu adanya keputusan pemindahan diambil secara sepihak tanpa partisipasi publik begitu juga UU-nya," sebut Yohana Tiko, Sabtu (2/4/2022).

Adapun pembahasannya dari kampus ke kampus tanpa melibatkan masyarakat yang terdampak langsung maupun rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Sementara terkait penunjukan lokasi di Kaltim, juga dinilai pihaknya tanpa ada dasar yang jelas atau tidak berangkat dari _science of crisis_lingkungan hidup di Benua Etam.

"Seperti teman-teman ketahui di akhir 2021 dan awal 2022 itu terjadi banjir besar di lima Kabupaten dan dua Kota di Kaltim," terangnya.

"Kabupaten Kutai Barat, Kutai Timur, Kutai Kutai Kartanegara, Paser dan PPU sendiri (lokasi IKN). Kota Balikpapan dan Samarinda, itu menandakan ada krisis di Kaltim ini, belum lagi dipenuhi dengan izin-izin investasi ekstraktif," lanjut Yohana Tiko.

Tidak hanya bencana ekologis saja, dia pun juga menyinggung terkait perampasan wilayah rakyat sehingga banyak konflik agraria dan tenorial yang terjadi di Kaltim, yang di prediksi perlahan akan bertambah.

Di lingkaran lokasi IKN-nya sendiri, dari catatan Walhi Kaltim sudah terjadi krisis air bersih.

Masyarakat disana, kata Yohana Tiko, menggunakan air sungai yang keruh, yang mana lokasi sungai kini sudah mengecil.

Tadinya, bisa dilalui kapal tongkang, namun saat ini sudah tidak bisa lantaran terjadinya pendangkalan.

"Sungai yang pasang surut ini dimanfaatkan oleh warga, jadi ketika dia pasang tidak bisa diambil airnya karena bercampur dengan air asin, surut baru bisa. Nah selain itu mereka memanfaatkan air hujan, selain itu membeli air," terangnya.

"Kalau untuk minum saja, itu menggunakan air galon, ada juga membeli satu mobil dengan tandon sedang itu sekali ret Rp70 ribu, itu sebenarnya menandakan wilayah tersebut terjadi degradasi lingkungan, belum lagi mereka pernah tersingkirkan adanya investasi ekstraktif disana baik itu HTI, atau ITCI Manunggal, ITCI Kartika Utama dan juga perkebunan kelapa sawit serta pertambangan batu bara," beber Yohana Tiko.

Keputusan pemindahan IKN ini juga dinilainya tidak berdasar hukum karena tidak ada satu pun regulasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara dan mekanisme pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

Pihaknya melihat secara formil saja itu sudah bermasalah, apalagi substansinya.

Belum lagi ancaman besar perubahan lingkungan ke depan yang tidak menguntungkan bagi lingkungan masyarakat serta flora dan fauna yang ada di sekitarnya.

Mengapa demikian?, karena memang pembangunan megaproyek IKN ini dibangun di lahan seluas 256 ribu hektar akan menghancurkan hutan-hutan yang tersisa di Kalimantan,  untuk memperbesar eksploitasi material yang dimana wilayah itu untuk menyokong pembangunan IKN baru ini.

Baca juga: Bupati Nonaktif PPU, AGM Diduga Perintahkan Penggunaan Identitas Fiktif untuk Kaveling Lahan di IKN

"Belum lagi akan merampas lebih dari 68 ribu hektar wilayah perairan pesisir dan daerah aliran sungai. Jadi ancaman ke depan besar," tegas Yohana Tiko.

"Maka dari itu kita perlu mengajukan judicial review UU IKN ini dan ini sudah masuk, serta sudah register," tambahnya.

Berdasarkan beberapa hal tersebut, Walhi yang tergabung dalam ARGUMEN turut hadir saat mendaftarkan judicial review UU IKN.

"Kemarin pengajuannya, tepatnya pukul 09.00 WIB, disampaikan teman-teman yang tergabung dalam koalisi ARGUMEN disana (Jakarta), Direktur Eksekutif Nasional Walhi juga turut hadir," terang Yohana Tiko.

"Kita akan menunggu prosesnya, apa yg akan dilakukan mahkamah konstitusi," kata dia menutup keterangan. (*)

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved