Berita Ekbis Terkini
Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng sampai Kapan? Pengamat Ekonomi: Justru Rugikan Petani
Kebijakan Pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng berlaku sampai kapan? Pengamat ekonomi menyebut kebijakan ini justru merugikan petani
TRIBUNKALTIM. CO - Pemerintah menerapkan kebijakan melarang ekspor produk sawit bahan baku minyak goreng ( migor ) mulai 28 April 2022.
Kebijakan Pemerintah terkait larangan ekspor produk sawit bahan baku minyak goreng ini berlaku hingga harga minyak goreng curah terjangkau di masyarakat.
Penjelasan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, larangan ekspor bahan mentah ini hanya berlaku sementara hingga harga minyak goreng terjangkau oleh masyarakat, yakni Rp 14.000 per liter.
Apakah kebijakan larangan ekspor produk sawit bahan baku minyak goreng curah ini bakal membuat harga migor turun?
Menurut pengamat ekonomo, kebijakan Pemerintah ini tidak akan efektif.
Bahkan malah bisa merugikan petani sawit.
Mulai 28 April 2022, Pemerintah Pemerintah melarang ekspor produk sawit bahan baku minyak goreng refined, bleached, deodorized ( RBD ) palm olein dengan tiga kode Harmonized System (HS).
Tiga kode HS yang dilarang Pemerintang dieskpor sementara ini adalah 1511.90.36, 1511.90.37, dan 1511.90.39.
Baca juga: Airlangga Sebut Larangan Ekspor Minyak Goreng Berlaku, Pengawasan Diperketat
Airlangga secara detil kemudian menjelasan kebijakan baru Pemerintah yang dimaksudkan untuk menekan harga migor di masyarakat.
Selasa 27 April 2022, dalam konferensi pers, Airlangga mengatakan, "Jangka waktu pelarangan tentu sampai minyak goreng di masyarakat bisa menyentuh harga yang ditargetkan, yaitu Rp 14.000 per liter secara merata di seluruh wilayah Indonesia."
Menurut Airlangga, pelarangan ekspor bahan baku memang merupakan percepatan realisasi minyak goreng curah dengan harga Rp 14.000 per liter.
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, minyak goreng dengan harga terjangkau ini harus tersedia di pasar-pasar tradisional.
Adapun mekanisme pelarangan akan diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang akan terbit dalam waktu dekat.
Aktivitas ekspor di luar RBD Palm Olein dengan tiga kode HS pun akan diawasi oleh Ditjen Bea Cukai dan Satgas Pangan.
"Mekanisme disusun sederhana. Per hari ini Permendag akan diterbitkan.
Demikian pula dari Bea Cukai akan memonitor supaya tidak terjadi penyimpangan," ucap Airlangga.
Baca juga: Ekspor Minyak Goreng Dilarang, DPR Nilai Industri Dalam Negeri tak Bisa Serap Produksi
Merugikan Petani
Dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id, Bhima Yudhistira, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, penerapan kebijakan larangan ekspor bagi bahan baku minyak goreng yaitu RBD Palm Olein belum tentu dapat menurunkan harga minyak goreng (migor) di domestik.
"Karena produsen akan kompensasi hilangnya pendapatan ekspor RBD olein dengan meningkatkan marjin keuntungan minyak goreng khususnya kemasan.
Jadi harga minyak gorengnya akan sulit turun," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (27/4).
Dimana kenaikan harga CPO di pasar internasional juga terjadi merespons dari pelarangan ekspor RBD Olein tersebut.
"Kalau dicabut, harga sudah terlanjur tinggi dan akan menjadi acuan harga jual minyak goreng baru," paparnya.
Produsen juga dinilai akan bisa mengurangi stok RBD Palm olein yang berlimpah dengan sengaja tidak memprosesnya dan hanya fokus pada produk turunan CPO lainnya.
Maka Bhima mempertanyakan, siapa yang akan menanggung ekses kelebihan pasokan RBD olein?
Baca juga: Bulog Disiapkan Ambil Slot Distribusi Dari Distributor Minyak Goreng Curah Subsidi Yang Nakal.
Pasalnya pengusaha dinilai tidak akan mau mengambil risiko dengan menumpuk stok di gudang, karena ada biaya tambahan.
Maka Bhima menyebut perlu ada evaluasi kembali dari kebijakan larangan ekspor tersebut.
Adapun ia mengatakan pemerintah dapat menaikkan pungutan ekspor CPO lebih tinggi untuk berikan dis-insentif bagi pengusaha yang porsi ekspornya terlalu tinggi.
Lantaran, sejauh ini pungutan ekspor CPO masih terbilang rendah, sehingga disparitas harga jual ekspor dan di dalam negeri masih terlalu jauh.
Kemudian cara lain pemerintah juga dapat menaikkan bea keluar CPO.
"Intinya ada mekanisme yang bisa digunakan bukan dengan melakukan proteksionisme seperti melarang total ekspor RBD olein.
Ngga akan efektif. Mau shock therapy justru rugikan petani," tegasnya.
Harga TBS Turun
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melarang ekspor untuk bahan baku pembuatan minyak goreng.
Menurut Jokowi, larangan ekspor CPO dan minyak goreng diberlakukan agar kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Kebijakan ini disorot banyak pihak.
Ada yang mengkritik, ada pula yang mendukung.
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menjadi salah satu yang mengapresiasi langkah Jokowi.
Namun, para petani mengaku mulai terjadi penurunan harga tandan buah segar (TBS).
Harga TBS di Sekadau, Kalbar, menurun Rp 400/kilogram.
Sementara di Jambi turun Rp 500 per kilogram.
Oleh karena itu, SPKS meminta pencatatan nama-nama petani yang memasok ke pabrik untuk meredam harga TBS.
Sebab, peristiwa ini akan menguntungkan pabrik.
Ketika situasi normal, mereka akan menjual CPO dengan harga normal, tetapi membeli TBS dari petani dengan harga murah.
"Karena itu, pencatatan di pabrik harus jelas, sehingga keuntungan mereka tadi saat situasi normal bisa dikembalikan kepada petani uangnya.
Ini solusi alternatif," ucap Sekretaris Jenderal SPKS Mansuetus Darto beberapa waktu lalu.
Baca juga: Mendag Lutfi Tak Aman? Kejagung Pastikan Usut Tuntas Kasus Mafia Minyak Goreng
(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
