Ibu Kota Negara

Pemindahan IKN dan Warga Paser Balik yang Terabaikan, AMAN: Perlindungan atas Hak Hutan Adat Minim

Pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) dan warga Paser Balik yang terabaikan. AMAN sebut perlindungan atas hak hutan adat minim.

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.id/DOKUMENTASI SEKRETARIS CAMAT SEPAKU
Patok dan papan imbauan yang menandai kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara ( IKN ) Nusantara terpampang di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (16/2/2022) lalu. Pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) dan warga Paser Balik yang terabaikan. AMAN sebut perlindungan atas hak hutan adat minim. 

Pejabat yang dimaksud Arman adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil.

Baca juga: Hasil Survei, Pemerintah Fokus Bangun IKN Ketimbang Ekonomi, Demokrat: Menyedihkan, Bantahan KSP

Awal April lalu, dia menyebut 90 % kawasan hutan yang akan menjadi lokasi IKN sepenuhnya dikuasai dan dimiliki negara.

Istilah lahan yang clear and clean yang dimaksud Sofyan berarti bebas dari kegiatan ekonomi atau tidak ditempati masyarakat serta tidak memiliki persoalan hukum.

Suku Paser Balik merupakan satu dari 21 komunitas masyarakat yang disebut AMAN sudah tinggal dan menetap di kawasan IKN selama beberapa generasi.

Menurut aduan yang diterima AMAN, wilayah seluas sekitar 30.000 hektare yang ditinggali kelompok adat ini telah diserahkan kepada perusahaan perkebunan dan pertambangan dalam bentuk izin, sebelum proyek IKN.

Persoalan yang dialami kelompok Paser Balik dalam menghadapi proyek IKN, kata Arman, juga dihadapi banyak masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia.

Arman berkata, minimnya perlindungan dalam bentuk pemberian hak atas hutan adat memaksa mereka berhadapan dengan proyek negara dan swasta.

"Jika merujuk Nawacita, salah satu yang disebut adalah pemulihan hak masyarakat adat terkait hutan.

Implementasinya jauh dari harapan," ucap Arman.

Baca juga: Hasil Survei: Pemerintah Lebih Fokus Bangun IKN daripada Ekonomi dan Tidak Mampu Kendalikan Harga

"Kalau dibandingkan dengan capaian skema perhutanan sosial lain, misalnya hutan tanaman rakyat, luasnya sudah jutaan sedangkan hutan adat hanya beberapa puluh ribu.

"Dengan cara kerja hari ini, butuh berapa ratus tahun untuk menetapkan hutan adat di wilayah Indonesia?

Sebelum seratus tahun pun hutan itu sudah habis karena ekspansi perkebunan dan pertambangan," ujarnya.

Hingga Maret 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menerbitkan 89 surat keputusan berisi pengakuan terhadap hutan adat.

Luas hutan adat milik 89 komunitas itu mencapai 89.783 hektare.

Angka itu hanya 0,65 persen dari potensi hutan adat yang dicatat kelompok advokasi sipil, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), yakni sekitar 13,76 juta hektare.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved