Ibu Kota Negara

Pemindahan IKN dan Warga Paser Balik yang Terabaikan, AMAN: Perlindungan atas Hak Hutan Adat Minim

Pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) dan warga Paser Balik yang terabaikan. AMAN sebut perlindungan atas hak hutan adat minim.

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.id/DOKUMENTASI SEKRETARIS CAMAT SEPAKU
Patok dan papan imbauan yang menandai kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara ( IKN ) Nusantara terpampang di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (16/2/2022) lalu. Pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) dan warga Paser Balik yang terabaikan. AMAN sebut perlindungan atas hak hutan adat minim. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) dan warga Paser Balik yang terabaikan.

Direktur Advokasi Hukum dan Kebijakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ), Muhammad Arman menyoroti kebijakan Pemerintah yang kontraproduktif terhadap perlindungan hutan adat.

Salah satunya adalah pemindahan IKN ke Kalimantan Timur ( Kaltim ) yang juga mengabaikan sejumlah komunitas masyarakat adat di wilayah IKN.

Ada sejumlah masyarakat adat yang sudah tinggal dan menetap selama beberapa generasi di wilayah yang akan menjadi IKN Nusantara di Kalimantan Timur ( Kaltim ). 

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ( IKN ) mengabaikan partisipasi warga Paser Balik, salah satu masyarakat adat di kawasan IKN.

Senin (25/4/2022) kemarin, Arman dan sejumlah aktivis mendampingi komunitas adat Paser Balik dalam sidang perdana gugatan terhadap UU 3/2022 tentang IKN yang digelar secara virtual oleh Mahkamah Konstitusi.

Arman mengatakan beleid tersebut mengabaikan partisipasi warga Paser Balik dan berpotensi merampas ruang hidup kelompok adat yang tidak memiliki hak atas tanah leluhur mereka itu.

Menurut AMAN, mekanisme penetapan hutan adat tidak kunjung dipermudah sehingga upaya melindungi masyarakat adat 'jalan di tempat'.

Baca juga: Walhi: Pemindahan IKN bisa Tambah Problematika Baru, Singgung Lubang Tambang hingga Teluk Balikpapan

Padahal hutan adat diyakini sebagai solusi terbaik menjauhkan komunitas asli dari konflik lahan akibat berbagai proyek.

Usulan kelompok advokasi terkait penetapan lebih dari satu juta hektare hutan adat, misalnya, belum terwujud meski berbagai persyaratan telah terpenuhi.

Pemerintah pusat mengklaim telah mempercepat proses penetapan berbagai hutan adat, tapi tak memungkiri bahwa kendala tumpang tindih kewenangan dan peraturan yang mesti diatasi.

Bukannya menggenjot jumlah hutan adat, pemerintah malah menggelar berbagai program yang kontraproduktif, seperti pembangunan ibu kota negara ( IKN ) baru, kata Muhammad Arman, Direktur Advokasi Hukum dan Kebijakan AMAN.

"Ada pernyataan pejabat publik bahwa wilayah IKN berstatus clean and clear.

Kami ingin membuktikan bahwa itu tidak benar. Ada kelompok orang tinggal di sana dan mereka punya wilayah," kata Arman via telepon seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv

"Kami ingin memberi kesempatan bagi tetua adat di sana untuk menjelaskan bagaimana sejarah mereka di atas tanah itu dan sikap mereka terhadap proyek IKN ini," tuturnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved