Ibu Kota Negara

Bersaksi di Mahkamah Konstitusi, Ekonom Indef Bantah IKN Nusantara Bawa Pemerataan Ekonomi

Sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang dilayangkan Azyumardi Azra dan Din Syamsudin cs.

Editor: Heriani AM
TribunKaltim.co/Budi Susilo
Ilustrasi lokasi titik nol Ibu Kota Nusantara di Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kasus gugatan di IKN Nusantara terus berlanjut.

Sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang dilayangkan Azyumardi Azra dan Din Syamsudin cs. kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (12/5/2022).

Dua perkara, yakni perkara nomor 25 dan 34, disidangkan bersama dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Sebagai informasi, perkara 25 diajukan oleh Abdullah Hehamua dan Marwan Batubara dkk, sementara perkara 34 dilayangkan oleh Azyumardi Azra dan Din Syamsudin dkk.

Dalam perkara nomor 34 tersebut, para pemohon menghadirkan Fadhil Hasan, mantan staf ahli wakil presiden, juga ekonom INDEF, sebagai saksi yang akan didengarkan keteragannya.

Baca juga: Bukan hanya Kereta, Pemerintah Juga Rencana Kembangkan Bus Rapid Transit di IKN Nusantara

Baca juga: Daftar Bendungan Penunjang Air Baku di Sekitar IKN Kaltim, Kemen PU Bangun 5 Lagi

Baca juga: Ekonom INDEF Bantah IKN akan Bawa Pemerataan Ekonomi, Terungkap Kejanggalan saat Rapat di DPR

Dalam sidang itu, Fadhil mengungkapkan berbagai argumen guna menunjukkan bahwa IKN tidak menguntungkan negara dari sisi ekonomi, mengutip kompas.com

Menurut dia, argumen yang kerap disampaikan pemerintah bahwa IKN akan memeratakan pertumbuhan ekonomi masih bisa diperdebatkan.

“Kami kemudian mengutip hasil studi yang kami lakukan yang menggunakan suatu metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah bahwa tidak ada bukti dan fakta yang kuat, berdasarkan simulasi, yang kuat pembangunan Ibu kota baru itu akan membawa kepada pemerataan dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru seperti itu,” ujar Fadhil, dikutip siaran daring sidang tersebut via akun resmi YouTube MK, Jumat (13/5/2022).

Ia menjelaskan, dampak ekonomi yang dihasilkan oleh IKN, entah mendorong pembangunan atau pemerataan antarwilayah dan provinsi, sangat kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah tadi.

Hal ini dianggap tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang bakal timbul dengan adanya megaproyek IKN, berdasarkan sejumlah kajian lembaga swadaya masyarakat.

Fadhil pun menerangkan, pemindahan ibu kota bukan merupakan proyek yang visibel untuk jangka panjang.

Pasalnya, kapasitas fiskal terbatas, terlebih Indonesia dihadapkan pada pandemi Covid-19 bertahun-tahun.

Baca juga: Wakil Ketua Komisi IV DPR Diskusi dengan Kaum Muda Samarinda soal IKN Nusantara

Baca juga: Tidar Samarinda Ingin Anak Muda Diberi Ruang dalam IKN Nusantara

Pengeluaran negara disebut bertambah besar dan akhirnya memerlukan skema pembiayaan dari utang luar negeri.

“Sehingga dari sisi kapasitas keuangan negara, itu tidak memungkinkan saat ini untuk membangun sebuah proyek besar dalam skala besar seperti IKN tersebut,” ujar Fadhil.

Dalam perkara ini, para pemohon mengajukan tidak hanya uji formil melainkan juga uji materil.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved