Berita Penajam Terkini

Harga LPG 3 Kilogram di Paser Rp 22 Ribu, Pangkalan Hanya Untung Dua Ribuan

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser masih menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk LPG 3 kilogram

Penulis: Syaifullah Ibrahim | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM/SAR
ILUSTRASI Gas melon. Pemerintah Kabupaten Paser masih menerapkan Harga Eceran Tertinggi untuk LPG 3 kilogram sebesar Rp 22 ribu. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANA PASER - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser masih menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk LPG 3 kilogram sebesar Rp 22 ribu.

Harga tersebut berlaku pada tingkat pangkalan, yang belum mengalami perubahan harga di tahun 2019, Minggu (3/7/2022).

Kabag Perekonomian Setda Paser, Paulus Margarita menyampaikan jalur distribusi LPG 3 kilogram dari Penajam Paser Utara (PPU) ke Kota Tanah Grogot terbilang bagus.

Tidak adanya perubahan harga lantaran jarak tempuh dari Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) Babulu, Penajam Paser Utara (PPU) ke wilayah kota Tana Paser, Kecamatan Tanah Grogot hanya 80 kilometer.

Baca juga: Punya Jargas Sendiri, Kuota Gas Elpiji untuk Kecamatan Penajam Bakal Dialihkan

Baca juga: Pangkalan Diminta tak Nakal, Pemkab Nunukan 2 Kali Ajukan Permohonan HET Gas Elpiji 3 Kg Rp 20 Ribu

Baca juga: Pangkalan Gas Elpiji 3 Kg di Nunukan Bantah Jual Rp 70 Ribu Per Tabung

"Sekarang ada SPBE di Babulu, dari Tanah Grogot kesana cuma 80 kilometer. Apalagi jalan penghubung relatif bagus, kalaupun ada kerusakan hanya sedikit dengan artian jalur distribusi masih bagus," kata Paulus.

Untuk itu, Ia memastikan HET LPG 3 kilogram di Ibu Kota Kabupaten sebesar Rp 22 ribu, sama seperti tahun 2019 lalu.

"Harga beli pangkalan ke agen Rp20 ribu, ada keuntungan Rp2 per tabung bagi pangkalan," tambah Paulus.

Disampaikian, LPG 3 kilogram diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau warga kurang mampu, beserta pelaku UKM.

Sementara untuk masyarakat yang tergolong mampu, tidak seharusnya memakai subsidi baik LPG maupun BBM seperti Pertalite.

"Kami diberi diberi tugas untuk mengawasi barang-barang bersubsidi dan benar-benar tepat sasaran, jumlah dan waktu," urai Paulus.

Sebelumnya, Pemda berencana bakal menerapkan kartu yang diterbitkan kepala desa untuk masyarakat yang berhak menerima subsidi LPG 3 kilogram.

Namun kebijakan tersebut belum diterapkan, karena penggunaan kartu itu masih dalam proses pengkajian.

"Penggunaan kartu itu masih dalam kajian pemerintah daerah," singkat Paulus.

Dari hasil pantauan yang dilakukan Pemda Paser, untuk LPG 3 kilogram sangat memprihatinkan jika mengacu pada aturan jalur distribusi mulai dari Pertamina, SPBE Agen hingga Pangkalan.

Mestinya di tingkat pangkalan, kata Paulus harus memiliki daftar pelanggan tetap (DPT), atau bisa langsung ke konsumen baik rumah tangga tidak mampu maupun UKM.

"Seperti yang terjadi, ada jeda/gap atau disebut pengecer. Disini ada yang bermain antara pangkalan dan konsumen, stok LPG di pangkalan selalu habis, tapi di pengecer banyak," beber Paulus.

Ia bersama tim pengawasan, tengah mencari penyebab hal tersebut. Paulus tidak menginginkan barang subsidi salah sasaran, disebabkan adanya orang yang mencari keuntungan di barang subsidi pemerintah.

Paulus beranggapan, harusnya masyarakat yang mampu memiliki kesadaran untuk membeli LPG non subsidi.

"Masyarakat yang tergolong mampu harusnya membeli LPG non subsidi, seperti yang 5,5 kilogram maupun 12 kilogram," imbuhnya.

Hasil rapat dengan Kabag Perekonomian se-Kaltim, kata Paulus keberadaan pengecer tidak donenarkan atau ilegal, namun sulit untuk dihilangkan.

"Karena mendekatkan ketersediaan gas dengan konsumen, syukurnya tingkat pendapatan masyarakat di wilayah Kaltim relatif lebih tinggi daripada daerah lain. Sehingga tidak terlalu berpengaruh jika ada perbedaan harga dengan pangkalan," jelasnya.

Untuk wilayah Kabupaten Paser, rata-rata harga gas melon mencapai Rp30-35 ribu. Namun saat terjadi kelangkaan bisa tembus dihargai Rp45 ribu, padahal distribusi dari Pertamina ke agen tidak pernah ada kendala.

Ia beranggapan, jika sulit menghilangkan pengecer, pihaknya akan mengatur bagaimana pengecer tidak seenaknya mengatur harga.

"LPG tiga kilogram ini merupakan subsidi tidak bebas, maka dari itu kita akan atur sebagaimana mestinya agar tepat sasaran," tutup Paulus. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved