Berita Nunukan Terkini

Pemanfaatan Aplikasi Merdeka Mengajar di Masa Pandemi

Kabupaten Nunukan yang berada di Utara Kalimantan berbatasan langsung dengan Tawau, Sabah Malaysia, mempunyai cerita unik dan pengalaman yang sangat b

DOK/PRIBADI
Andi Jumiati, S.Pd, guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Nunukan. 

Hasilnya adalah penanaman konsep yang seharusnya dilaksanakan di kelas secara tatap muka tidak maksimal dan jika harus menoleh kembali ke belakang, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa “loss learning” akan benar-benar menjadi masalah yang pelik jika masalah-masalah tersebut tidak segera diatasi serta dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kemajuan pendidikan di perbatasan.

Setahun lebih dengan berbagai masalah yang timbul membuat penulis melakukan refleksi secara berkala. Aplikasi apa saja yang dapat digunakan untuk meminimalisir penggunaan kuota internet?

Bagaimana cara menarik minat peserta didik untuk kembali fokus dan belajar serta hadir secara perlahan di kelas maya agar “loss leraning” yang sangat sulit untuk dihindari di masa pandemi dapat teratasi dengan baik.

Penulis pun berusaha meluangkan waktu dengan mengikuti beberapa webinar, mengunduh aplikasi “Merdeka Mengajar” menggunakan HP Android yang ternyata di dalamnya terdapat banyak sekali ilmu pengetahuan yang dapat digali dan diterapkan pada proses belajar mengajar pada masa pandemi.

Satu hal yang paling menarik bagi penulis adalah video-video inspirasi (memahami siswa pada masa pandemi Covid-19) menjadi wadah untuk melakukan refleksi lebih dalam lagi.

Apakah yang penulis lakukan sebagai guru sudah dapat dikatakan memahami siswa itu sendiri dalam proses belajar mengajar di masa pandemi? Ataukah sebaliknya sebagai seorang pendidik, penulis belum memahami siswa? Akan dibawa ke mana arah pendidikan di perbatasan yang sedang dilanda pandemi? Hasil yang telah diperoleh selama masa pandemi seperti apa?

Pertanyaan-pertanyaan ini yang membawa penulis akhirnya menerapkan beberapa hal berkaitan dengan isi video inspirasi tersebut pada aplikasi Merdeka Mengajar, yaitu dengan memperluas metode belajar, memantau partisipasi belajar peserta didik, mengutamakan pembelajaran yang esensial dan aktif berkomunikasi dengan orang tua.

Baca juga: Unikarta Siapkan Regulasi dan Mekanisme Hadapi Kurikulum Baru Merdeka Belajar

Ke empat hal tersebut penulis coba terapkan. Pertama yaitu, perluas metode belajar. Penulis menyadari begitu banyak peserta didik yang akhirnya harus bekerja dan tidak hadir di kelas maya dan mengatakan bahwa kuota internet yang sangat menguras kantong walaupun telah mendapat bantuan kuota internet oleh pemerintah.

Sebelumnya penulis menggunakan Teams saja sebagai aplikasi penunjang terlaksananya PJJ yang berkualitas namun hasilnya tidak terlihat signifikan. Akhirnya, penulis mencoba menggunakan aplikasi layanan pengirim pesan instan multi platform berbasis awan yang bersifat gratis dan nirlaba, yaitu Telegram. 

Dengan Telegram penulis mampu melakukan komunikasi dua arah walaupun hanya via chat. Peserta didik terlihat aktif dan antusias walaupun hanya disapa dan ditanya bagaimana kabarnya hari ini? Apakah sudah sarapan? Atau sekadar memberi semangat agar tetap optimis bahwa pandemi Covid-19 akan segera berlalu.

Tersedianya fitur bot juga sangat membantu penulis untuk mengisi daftar hadir setiap kelas. Tidak hanya itu, bot quiz juga tersedia lengkap dengan emoticon pialanya yang menarik. Sesaat setelah peserta didik menyelesaikan quiz yang diberikan dan peserta didik dapat mengakses quiz yang dibuat oleh guru walaupun sedang bekerja kapanpun dan di mana pun.

Oh ya satu lagi, ini adalah yang paling menarik karena di Telegram juga tersedia saluran yang menyediakan film atau pun drakor (Drama Korea) yang sedang tren. Hal ini juga salah satu penyemangat guru saat pandemi Covid-19 merajalela, and there is no holiday. Is it bored? Yes.

Kedua, yaitu pantau partisipasi belajar peserta didik. Penulis terkadang menggunakan Google Meet dan Teams. Hal ini dilakukan hanya di awal bab materi yang akan diajarkan atau saat penulis telah berada di akhir materi untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik.

Yang terpenting adalah meminimalisir penggunaan kuota internet ketika meeting dilaksanakan secara virtual. Bayangkan saja jika di sekolah menengah atas dalam sehari ada dua atau tiga mata pelajaran yang secara bersamaan melaksanakan virtual meeting selama 45-60 menit maka jangan heran jika peserta didik yang berada di perbatasan negeri ini mengeluhkan hal yang serupa.

Ketiga, utamakan pembelajaran yang esensial. Hal ini sudah sangat jelas bahwa tersedianya kurikulum darurat adalah untuk memberi jalan kepada pendidik untuk lebih mengeksplor materi yang diajarkan di kelas maya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Merdeka, tapi Masih Antre Beras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved