Berita Nunukan Terkini
Pemanfaatan Aplikasi Merdeka Mengajar di Masa Pandemi
Kabupaten Nunukan yang berada di Utara Kalimantan berbatasan langsung dengan Tawau, Sabah Malaysia, mempunyai cerita unik dan pengalaman yang sangat b
TRIBUNKALTIM.CO, NUNUKAN - Kabupaten Nunukan yang berada di Utara Kalimantan berbatasan langsung dengan Tawau, Sabah Malaysia, mempunyai cerita unik dan pengalaman yang sangat berharga di masa pandemi.
Jika harus flashback di tahun 2020, tepatnya pada bulan Maret di mana virus Covid-19 pertama kali terdeteksi dan mulai menyebar ke seluruh penjuru negeri.
Masalah yang timbul di dunia pendidikan sangat beragam. Ya, beragam. Seperti Nunukan yang dikenal dengan multi cultural regency karena tidak hanya satu suku saja yang bermukim tapi bermacam-macam dan dari berbagai daerah di Indonesia.
Dengan suku dan budaya yang beragam ketika pandemi merebak, daerah perbatasan hadir dengan segala permasalahan yang timbul. Ibaratnya, seperti anak kecil yang baru saja belajar merangkak tapi dipaksa harus segera bisa jalan dan berlari.
Bagaimana tidak? Setiap kota mungkin saja telah siap dengan segala fasilitas yang memadai walaupun dilanda pandemi. Sedangkan Nunukan? Ah sudah lah.
Baca juga: Resmikan Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar, Sekolah Harapan Bangsa Selalu Kedepankan Inovasi
Kabupaten yang kecil namun jika dikatakan tertinggal juga tidak. Tetapi, kemajuannya jika dibandingkan dengan negara tetangga yaitu, Negeri Upin Ipin, penulis merasa pesimis tapi harus tetap optimis dan tersenyum manis.
Apakah ini artinya para pendidik di daerah perbatasan sudah mulai putus asa? Tentu tidak.
Multi cultural, masalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang kurang berkualitas dan semakin banyaknya peserta didik yang memilih bekerja daripada mengikuti pembelajaran secara daring menjadi momok dan membuat para pendidik di kabupaten ini merasa letih namun berusaha terlatih dan tak terlihat jika mereka sedang tertatih menuju PJJ yang berkualitas dan menarik hati.
Dari segala masalah tersebut, salah satu masalah utama yang menjadi perhatian penulis yang juga merupakan guru bahasa Inggris di salah satu sekolah menengah negeri ini adalah ketika peserta didik yang hadir di kelas maya hanyalah segelintir dan bisa dihitung dengan jari. Apa yang salah dengan kehadiran peserta didik? Mengapa hal tersebut terjadi?
Apakah kehadiran berbagai macam platform sebagai penyambung di masa pandemi agar PJJ dapat terlaksana dengan baik begitu berat? Sebagai contoh, penggunaan Microsoft Office 365 dengan berbagai macam fitur di dalamnya sangat membantu terlaksananya PJJ.
Teams, Sway, Forms dan lain sebagainya adalah sebagian kecil dari Office 365 yang dikenal oleh penulis saat PJJ berlangsung. Teams dapat digunakan sebagai pengganti tatap muka guru di kelas atau mirip dengan Google Meet.
Microsoft Forms yang digunakan untuk memberi ulangan harian atau penugasan juga dapat dirasakan manfaatnya dan masih banyak manfaat fitur lainnya. Tapi masalah kehadiran peserta didik di kelas maya belum teratasi dengan baik.
Sebagai pendidik dan juga wali kelas, penulis terpanggil dan berupaya melaksanakan home visit. Dengan proses belajar mengajar yang tidak sesuai harapan dan mendesak di masa pandemi. Permasalahan utamanya adalah kuota internet yang wajib dipenuhi sehingga sebagian dari mereka terpaksa bekerja.
Baca juga: Program Merdeka Sinyal Pemkab Kutim Sejalan dengan Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar
Ada yang berjualan kue di pasar, ma’bettang (memasang botol-botol air mineral untuk menjaring rumput laut), menjual ikan dan yang semakin parah adalah beberapa peserta didik menyatakan keinginannya untuk berhenti bersekolah saja karena terdesak oleh keadaan.
Rata-rata mereka mengeluhkan hal yang sama yaitu, penggunaan kuota internet tiba-tiba membengkak. Bahkan, untuk penggunaan beberapa gigabite dapat habis dalam waktu seminggu. Permasalahan tersebut yang mengakibatkan kehadiran peserta didik apalagi saat vicon menggunakan aplikasi Teams tidak terlaksana dengan baik.
Hasilnya adalah penanaman konsep yang seharusnya dilaksanakan di kelas secara tatap muka tidak maksimal dan jika harus menoleh kembali ke belakang, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa “loss learning” akan benar-benar menjadi masalah yang pelik jika masalah-masalah tersebut tidak segera diatasi serta dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kemajuan pendidikan di perbatasan.
Setahun lebih dengan berbagai masalah yang timbul membuat penulis melakukan refleksi secara berkala. Aplikasi apa saja yang dapat digunakan untuk meminimalisir penggunaan kuota internet?
Bagaimana cara menarik minat peserta didik untuk kembali fokus dan belajar serta hadir secara perlahan di kelas maya agar “loss leraning” yang sangat sulit untuk dihindari di masa pandemi dapat teratasi dengan baik.
Penulis pun berusaha meluangkan waktu dengan mengikuti beberapa webinar, mengunduh aplikasi “Merdeka Mengajar” menggunakan HP Android yang ternyata di dalamnya terdapat banyak sekali ilmu pengetahuan yang dapat digali dan diterapkan pada proses belajar mengajar pada masa pandemi.
Satu hal yang paling menarik bagi penulis adalah video-video inspirasi (memahami siswa pada masa pandemi Covid-19) menjadi wadah untuk melakukan refleksi lebih dalam lagi.
Apakah yang penulis lakukan sebagai guru sudah dapat dikatakan memahami siswa itu sendiri dalam proses belajar mengajar di masa pandemi? Ataukah sebaliknya sebagai seorang pendidik, penulis belum memahami siswa? Akan dibawa ke mana arah pendidikan di perbatasan yang sedang dilanda pandemi? Hasil yang telah diperoleh selama masa pandemi seperti apa?
Pertanyaan-pertanyaan ini yang membawa penulis akhirnya menerapkan beberapa hal berkaitan dengan isi video inspirasi tersebut pada aplikasi Merdeka Mengajar, yaitu dengan memperluas metode belajar, memantau partisipasi belajar peserta didik, mengutamakan pembelajaran yang esensial dan aktif berkomunikasi dengan orang tua.
Baca juga: Unikarta Siapkan Regulasi dan Mekanisme Hadapi Kurikulum Baru Merdeka Belajar
Ke empat hal tersebut penulis coba terapkan. Pertama yaitu, perluas metode belajar. Penulis menyadari begitu banyak peserta didik yang akhirnya harus bekerja dan tidak hadir di kelas maya dan mengatakan bahwa kuota internet yang sangat menguras kantong walaupun telah mendapat bantuan kuota internet oleh pemerintah.
Sebelumnya penulis menggunakan Teams saja sebagai aplikasi penunjang terlaksananya PJJ yang berkualitas namun hasilnya tidak terlihat signifikan. Akhirnya, penulis mencoba menggunakan aplikasi layanan pengirim pesan instan multi platform berbasis awan yang bersifat gratis dan nirlaba, yaitu Telegram.
Dengan Telegram penulis mampu melakukan komunikasi dua arah walaupun hanya via chat. Peserta didik terlihat aktif dan antusias walaupun hanya disapa dan ditanya bagaimana kabarnya hari ini? Apakah sudah sarapan? Atau sekadar memberi semangat agar tetap optimis bahwa pandemi Covid-19 akan segera berlalu.
Tersedianya fitur bot juga sangat membantu penulis untuk mengisi daftar hadir setiap kelas. Tidak hanya itu, bot quiz juga tersedia lengkap dengan emoticon pialanya yang menarik. Sesaat setelah peserta didik menyelesaikan quiz yang diberikan dan peserta didik dapat mengakses quiz yang dibuat oleh guru walaupun sedang bekerja kapanpun dan di mana pun.
Oh ya satu lagi, ini adalah yang paling menarik karena di Telegram juga tersedia saluran yang menyediakan film atau pun drakor (Drama Korea) yang sedang tren. Hal ini juga salah satu penyemangat guru saat pandemi Covid-19 merajalela, and there is no holiday. Is it bored? Yes.
Kedua, yaitu pantau partisipasi belajar peserta didik. Penulis terkadang menggunakan Google Meet dan Teams. Hal ini dilakukan hanya di awal bab materi yang akan diajarkan atau saat penulis telah berada di akhir materi untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik.
Yang terpenting adalah meminimalisir penggunaan kuota internet ketika meeting dilaksanakan secara virtual. Bayangkan saja jika di sekolah menengah atas dalam sehari ada dua atau tiga mata pelajaran yang secara bersamaan melaksanakan virtual meeting selama 45-60 menit maka jangan heran jika peserta didik yang berada di perbatasan negeri ini mengeluhkan hal yang serupa.
Ketiga, utamakan pembelajaran yang esensial. Hal ini sudah sangat jelas bahwa tersedianya kurikulum darurat adalah untuk memberi jalan kepada pendidik untuk lebih mengeksplor materi yang diajarkan di kelas maya.
Kurikulum bukan menjadi target akhir tapi bagaimana peserta didik mampu belajar dan berkarya sesuai dengan minatnya atau yang kita kenal dengan istilah “Merdeka Belajar”.
Kebijakan merdeka belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Keempat, aktif berkomunikasi dengan orang tua dengan melakukan koordinasi secara intensif melalui Whatsapp Group atau Paguyuban kelas yang telah dibentuk sehingga guru dapat memantau peserta didik melalui orang tua.
Hal ini juga dapat menjaga dan mempererat tali silaturahmi antar warga sekolah. Sehingga dapat menimbulkan dampak yang positif demi terciptanya pembelajaran yang efektif dan terpantau dengan baik di masa pandemi.
Dari ke empat aspek yang telah penulis lakukan pada masa pandemi hingga kini memberi dampak yang baik. Terbukti dengan kehadiran peserta didik yang mulai meningkat dan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Inggris juga meningkat serta menunjukkan progres yang sangat baik jika dibandingkan sebelum penulis mengubah dan menerapkan pemanfaatan aplikasi merdeka mengajar pada masa pandemi.
Begitupun dengan kelas lainnya menunjukkan progres yang luar biasa. Memang setiap hal atau perubahan yang dilakukan belum tentu langsung mendapatkan hasil yang maksimal karena tantangan dan masalah pasti akan selalu ada.
Tetapi, jika tidak dilakukan perubahan saat itu juga untuk perbaikan ke depannya di masa pandemi, maka apa yang akan terjadi pada wajah pendidikan di perbatasan negeri ini?
Dengan platform Merdeka Mengajar, penulis mendapatkan begitu banyak pembelajaran yang sangat berharga dan berusaha upgrade ilmu yang kadang sudah kedaluwarsa jika tidak ditingkatkan. Pandemi Covid-19 masih berada di sekitar kita. Pandemi ini belum berakhir.
Mari mengukir kenangan yang baik agar nantinya ketika menua, ada yang dapat kita diceritakan kepada anak cucu kelak. Bahwasanya pandemi Covid-19 mengajarkan begitu banyak hal yang sangat berharga dan rasanya tidak ingin berhenti di situ saja.
Kemarin kita belajar, hari ini kita masih belajar dan esok kita harus lebih semangat meraih pencapaian dan cita-cita.
Bonus demografi bangsa ini akan benar-benar terwujud pada tahun 2045 jika generasi penerus bangsa saat ini menjadi Sumber Daya Manusia yang terarah, terasah dan tidak harus selalu pasrah dengan keadaan.
Apalagi berada di daerah perbatasan yang mungkin segala sesuatunya terlihat sangat terbatas namun hasilnya selalu tanpa batas.
Mari kita bergandengan tangan dan menatap harapan di masa depan demi cita-cita Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yakni pendidikan yang bisa menghasilkan SDM berkualitas tinggi, diperlukan kesadaran semua unsur masyarakat dalam melakukan perubahan.
Peningkatan kualitas pendidikan secara nasional bukan hanya tugas Kemendikbudristek dan institusi pendidikan semata, namun menjadi tugas kita bersama. (*/Andi Jumiati, S.Pd)
*) Penulis adalah guru bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Nunukan.
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.