Berita Kutim Terkini
Perjuangan Eksistensi Batik Wakaroros Asal Kutai Timur Sampai Dilirik Desainer Kondang
Pembuatan produk batik lokal di Kabupaten Kutai Timur sebenarnya sudah berjalan sejak akhir tahun 2006 lalu, sejak kedatangan perantau dari Jabar.
Penulis: Syifaul Mirfaqo | Editor: Aris
TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Pembuatan produk batik lokal di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) sebenarnya sudah berjalan sejak akhir tahun 2006 lalu, sejak kedatangan perantau dari sentra industri batik di Provinsi Jawa Barat.
Namun, industri batik Kutai Timur terkendala dengan terbatasnya jumlah pengrajin, sulitnya mendapatkan bahan baku pembuatan, dan kurangnya dukungan promosi dari masyarakat dan pemerintah.
Perkenalkan, Juwita. Salah satu pembatik yang berkediaman di Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur.
Baca juga: Yayasan Prima Adinda Buka PAUD Gratis, Jangkau Anak Usia Dini di Kawasan Pinggiran Kutim
Dirinya mengisahkan di tahun 2008, industri batik pertama di Kutai Timur merupakan perpaduan budaya Jawa dan Kalimantan.
Kesenian membatik diadopsi ke Kalimantan dengan menerapkan motif ukiran kayu khas Dayak ke dalam motif batik.
Kecamatan Rantau Pulung, mulanya sebagai sentra batik Kutai Timur yang ditinggali masyarakat Suku Dayak Basap, sehingga teknik membatik dipadukan dengan motif ukir Akar Oros (dikenal wakaroros) khas Dayak Basap.
Baca juga: Hari Bhakti Adhyaksa, Kejari Kutim Rilis 4 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Solar Cell
Perpaduan ini menjadi asal mula terciptanya Batik Wakaroros yang kini banyak dikenal sebagai batik khas milik Kabupaten Kutai Timur.
Kepala Adat Suku Dayak Basap, dan Tokoh Adat Kutai kala itu, menyarankan motif ukiran kayu Dayak Basap yaitu motif Akar Oros, dan tanaman Paku yang menjadi identitas Kutim.
"Wakaroros tidak serta-merta dibuat begitu saja. Tetapi kami meminta nasihat dari tetua adat di Kutim kira-kira apa yang menjadi khas dari sini," ujarnya pada TribunKaltim.co.
Namun seiring berjalannya waktu, perkembangan Batik Kutai Timur tidak selalu berjalan mulus.
Baca juga: Kerabat Dekat yang Banyak Jadi Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kutim
Kendala yang dihadapi adalah kurangnya tenaga kerja terampil, sementara tingginya permintaan pasar tidak sebanding dengan kemampuan produsen.
Akhirnya, pada tahun 2011, Corporate Social Responsibility dari PT Kaltim Prima Coal merespon potensi dari industri batik lokal dan mengadakan pelatihan membatik.
Pelatihan diadakan atas kerjasama CSR PT KPC dengan Politeknik Seni Yogyakarta (Poliseni) di Kecamatan Rantau Pulung dan Sangatta Utara.
Tujuan dari pelatihan ini adalah meningkatkan jumlah pembatik yang mempunyai kemampuan menghasilkan produksi yang baik dan memunculkan minat pengrajin baru sehingga jumlah produksi dapat ditingkatkan.
Baca juga: Festival Sekerat Nusantara Kutim Dimeriahkan Kiki Bintang Pantura
Berdasarkan pengalaman pelatihan, kualitas pembatik lokal semakin bagus dan inovasi mulai dilakukan dengan membuat pewarna alam yang berasal dari limbah kayu ulin sebagai warna khas batik Kutim.
Dari pelatihan inilah, lahir generasi pengrajin batik yang aktif menghasilkan karya-karya indah batik lokal, yakni Masniar (63 tahun) dengan batik telapak tangannya dan Juwita dengan batik kelubutnya.
Masing-masing pembatik memiliki ciri khas dan memasarkan batiknya dengan cara yang berbeda.
Bagi Juwita, membuat dan memasarkan batik saja tidak cukup. Baginya, generasi penerus juga harus memiliki minat dan bakat agar Batik Kutai Timur bisa lestari.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Kutim Prioritaskan Raperda Perlindungan Perempuan agar Segera Rampung
Oleh karenanya, Juwita memperkenalkan Wakaroros kepada anak-anak dan masyarakat umum melalui Sanggar Batik yang didirikan di Desa Swarga Bara pada tahun 2016.
Menurutnya, Kutai Timur memiliki potensi besar dari batik selayaknya daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.
"Kutai Timur membutuhkan identitas selayaknya Kota Samarinda yang sudah berhasil dengan Sarung Samarinda. Nah, kita dengan Batik Wakaroros," ujarnya.
Baca juga: Sidang Kasus Suap Eks Bupati Kutim, Deputi II BPOKK DPP Demokrat Akui Terima Rp 50 Juta dari AGM
Tahun 2022 menjadi masa kejayaan Batik Wakaroros, saat Desainer Kondang, Lia Afif memperkenalkan batik ini di ajang nasional Indonesia Fashion Week.
Baju-baju muslim yang dipamerkan Lia Afif mengangkat tema Magnificent Borneo bertajuk Cyclona Ulina dengan motif Wakaroros menghias indah. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.