Berita Kaltim Terkini
Januari-September 2022 DBD di Kaltim 3.630 Kasus Terjadi, Dinkes Fokus Upaya Pencegahan
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur terus konsen dan memperbaharui terkait penanganan, sekaligus upaya menekan DBD
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur terus konsen dan memperbaharui terkait penanganan, sekaligus upaya menekan terjangkitnya masyarakat oleh penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang diakui mengalami lonjakan.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, dr. Jaya Mualimin mengatakan DBD diakuinya memang merupakan penyakit tahunan, dalam arti setiap tahun pasti terjadi dan ada grafik pada musim tertentu terlihat peningkatan.
Jika melihat grafiknya, pihaknya selalu mendapati peningkatan pada akhir tahun dan awal tahun DBD berkurang.
Tercatat pada Januari-Agustus 2022 telah terjadi 3034 kasus dan 24 kasus meninggal dunia.
Baca juga: Fogging Dianggap Bukan Solusi Berantas DBD di Penajam Paser Utara
Baca juga: GAWAT, Tahun Ini Warga Terjangkit DBD di Bontang Capai 440 Kasus, 3 Orang Meninggal Dunia
Baca juga: DBD di Penajam Paser Utara Capai 43 Kasus, Kadinkes Sebut Upaya Pencegahan Bukan Dengan Fogging
Perkembangan terbaru, Januari-September 2022 DBD di Kaltim mengalami menjadi 3.630 kasus dan 27 kasus meninggal dunia.
DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim hujan, hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk karena meningkatnya curah hujan.
"Ada rilisnya seperti Covid-19, tapi setiap minggu. Memang terlihat sampai dengan September 2022, memang ada peningkatan signifikan sekitar 600 kasus, dengan kematian tiga kasus," terang dr. Jaya.
Terkait upaya pihaknya, dr. Jaya membeberkan setiap minggu pemantauan dan evaluasi monitoring terus digiatkan ke Kabupaten Kota agar, mengingatkan bahaya DBD terutama di beberapa daerah tingkat prevalensinya tinggi. Seperti Bontang, Berau, Kukar, Kubar dan Mahulu.
Antisipasi jentik yang dapat membentuk nyamuk Aedes Aegypti penyebab DBD juga dikontrol.
Jika melihat Kota Samarinda sebagai Ibu Kota Kaltim yang jug banyak menyumbang kasus DBD dengan 1299 Kasus dengan 9 kasus meninggal dunia, dr. Jaya mengatakan bukan hanya faktor penanganan yang tidak terlaksana, namun adanya RSUD AW. Sjahranie sebagai faskes terbesar di Kaltim menjadi rujukan utama pasien DBD.
"Termasuk Samarinda sendiri, tinggi juga. Sampah-sampah memang menjadi sarang nyamuk, mungkin yang dirujuk ke RSUD AWS kan juga banyak dari daerah, kira-kira begitu," ungkapnya.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia RI juga tengah gencar mensosialisasikan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik untuk 3M Plus.
Diakui dr. Jaya bahwa dorongan pihaknya ke Kabupaten/Kota juga sudah terlaksana. Untuk sarang nyamuk upaya pembersihan dengan adanya kader Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik juga terus terselenggara.
"Ini tujuannya adalah 3M tadi, Menguras, Menutup, Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang), dan plus itu. Sebenarnya yang efektif terkait pencegahannya. Teman-teman di Kabupaten Kota sudah melaksanakan itu," tegasnya.
Terkait fogging sendiri, dr. Jaya menyebut Kaltim sendiri belum dikatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait DBD termasuk di Kabupaten/Kota.