Berita Nasional Terkini
Alasan IDI Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan, 4 Organisasi Profesi Medis Juga Menolak, Respon Menkes
Alasan IDI tolak RUU Omnibuas Law Kesehatan. 5 organisasi profesi lainnya juga menolak. Pernyataan Menkes menanggapi penolakan Omnibus Law Kesehatan
TRIBUNKALTIM.CO - Lima organisasi profesi medis termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan.
Bahkan lima organisasi profesi termasuk IDI ini menyuarakan penolakan terhadap RUU Omnibus Law Kesehatan lewat aksi damai di depan Gedung DPR RI.
Terkait dengan penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta agar para dokter atau organisasi profesi menunggu draf-nya.
Menkes Budi Gunadi Sadikin juga menyarankan agar para dokter maupun organisasi profesi kedokteran berdiskusi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Senin (28/11/2022), Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, "Ini kan inisiatif DPR, kalau belum keluar, ini-nya (draf) juga belum ada.
Saya rasa tunggu dulu deh seperti apa."
"Nanti kalau sudah keluar bisa diskusi dengan DPR dan pemerintah, ini juga belum jelas isinya apa."
Sementara itu, IDI membeberkan sejumlah poin RUU Omnibus Law Kesehatan yang membuat mereka menolak pembahasan hal itu.
Baca juga: 5 Organisasi Medis di Bontang Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law
Menurut Juru Bicara Pengurus Besar IDI, dr Mahesa Pranadipa Maikel, MH, terdapat beberapa alasan yang membuat mereka menolak RUU Kesehatan Omnibus Law.
Mahesa mengatakan, alasan pertama adalah lahirnya regulasi atau undang-undang harus mengikuti prosedur yang terjadi yaitu terbuka kepada masyarakat.
"Pertama adalah proses terbitnya sebuah regulasi dalam hal ini Undang-undang.
Harus mengikuti prosedur yang terjadi yaitu terbuka transparan kepada masyarakat," kata Mahesa saat ditemui dalam aksi tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di Senayan, seperti dilansir Tribunnews.com, Senin (28/11/2022).
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di DPR, Mahesa dan sejumlah organisasi profesi kedokteran menilai proses yang dilakukan melalui program legislasi nasional (Prolegnas) terkesan sembunyi, tertutup dan terburu-buru.
Selain itu, Mahesa menilai sikap pemerintah yang seolah tertutup membuat masyarakat tidak mengetahui apa agenda utama dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Alasan kedua, kata Mahesa, karena organisasi profesi kedokteran melihat ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan melalui RUU Kesehatan Omnibus Law.
Menurut Mahesa, jika pelayanan kesehatan dibebaskan tanpa kendali dan memperhatikan mutu maka akan menjadi ancaman terhadap seluruh rakyat.
Baca juga: Kewenangan Ditarik Pusat di Omnibus Law, KPK Sebut Potensi Korupsi di Daerah Masih Banyak
"Anda dan saya tidak ingin pelayanan kesehatan ke depan dilayani tidak bermutu.
Karena taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan," papar Mahesa.
Alasan ketiga menurut Mahesa adalah soal penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR).
Mahesa berpendapat, STR seluruh tenaga kesehatan itu harus diregistrasi di konsil masing-masing dan seharusnya dilakukan evaluasi setiap lima tahun sekali.
"Tetapi di dalam subtansi RUU kami membaca ada upaya untuk menjadikan STR ini berlaku seumur hidup. Bisa dibayangkan kalau tenaga kesehatan praktik tidak dievaluasi selama lima tahun, itu bagaimana mutunya," kata Mahesa.
Menurut Mahesa evaluasi terhadap tenaga kesehatan untuk penerbitan STR bisa membahayakan masyarakat jika tidak diawasi.
Mahesa mengatakan, sebagai organisasi profesi kesehatan, IDI merasa bertanggung jawab mengawasi profesionalisme para anggotanya.
"Oleh karena itu evaluasi harus ditegakkan secara terus-menerus. Tidak boleh seumur hidup, dan seluruh negara tidak ada izin.
Tujuannya untuk keselamatan pasien dan rakyat," ucap Mahesa.
Baca juga: Karena Alasan UU Omnibus Law, Satpol PP Kaltim Sulit Razia Kendaraan Angkutan Batubara dan Sawit
Kemenkes Terbitkan Surat Edaran
Sebelumnya, Kemenkes menerbitkan surat edaran yang mengingatkan dokter agar tidak meninggalkan tugas memberikan layanan pada jam kerja tanpa alasan sah dan izin dari pimpinan.
Surat edaran dengan nomor UM.01.05/I.2/17473/2022 ini menanggapi imbauan aksi damai di depan gedung DPR dan wilayah masing-masing pada hari Senin ini.
Imbauan itu diserukan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terkait penolakan RUU Kesehatan (Omnibus Law).
“Pegawai aparatur sipil negara dan pegawai non aparatur sipil negara khususnya dokter pada unit pelaksana teknis tidak diperkenankan meninggalkan tugas memberikan pelayanan pada jam kerja,” sebagaimana Kompas.com kutip dari surat edaran tersebut.
Surat tersebut ditandatangani Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Azhar Jaya.
Ia mengingatkan agar dokter mengedepankan pelayanan kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Tidak hanya itu, Kemenkes juga mengancam akan menjatuhkan sanksi disiplin kepada dokter yang meninggalkan pelayanan dan mengikuti aksi damai.
"Bagi pimpinan unit pelaksana teknis dan dokter yang meninggalkan pelayanan untuk mengikuti aksi damai akan dikenakan aturan disiplin,” demikian bunyi poin keempat surat edaran tersebut.
Adapun PB IDI menyerukan aksi damai menolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung DPR RI hari ini.
Aksi ini diikuti oleh lima organisasi profesi yakni, IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Persatuan Perawat Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Baca juga: Peringati Hari Buruh Internasional, Aliansi Mahasiswa di Samarinda Meminta UU Omnibus Law Dicabut
(*)
Berita Nasional Terkini Lainnya
Berita RUU Omnibus Law Kesehan Lainnya