Berita Samarinda Terkini

Dinkes Samarinda Soroti Wabah Antraks di Gunung Kidul, Jaga Kualitas Daging Ternak

Belum lama ini, terdapat temuan kasus kematian karena antraks yang terjadi di Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA
Sub Koordinator Seksi Bidang P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda, Dian Margi Utami, mengimbau masyarakat untuk tidak memaksakan mengkonsumsi hewan ternak yang terindikasi antraks, Rabu (12/7/2023). Antraks bisa dideteksi saat dia masih hidup, ciri-cirinya yaitu air liurnya berdarah. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Belum lama ini, terdapat temuan kasus kematian karena antraks yang terjadi di Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Menyikapi kasus tersebut, Sub Koordinator Seksi Bidang P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda, Dian Margi Utami menegaskan kepada masyarakat untuk memperhatikan kualitas daging ternak yang akan dikonsumsi.

Katanya, jika sudah mengetahui kualitasnya tidak baik, jangan paksa untuk dimakan.

"Lebih baik kita memilih daging yang fresh, kualitasnya yang bagus,” tuturnya saat ditemui TribunKaltim.co di Gedung Dinkes Samarinda pada Rabu (12/7/2023).

Baca juga: 7 Fakta Antraks di Gunungkidul, Diduga Berawal dari Tradisi Brandu, Sembelih dan Makan Bangkai Sapi

Kematian pada kasus Antraks disebabkan karena mengonsumsi daging ternak yang telah mati.

Sehingga kata dia, terjadi adanya penularan bakteri Bacillus Anthracis dari hewan ternak ke manusia.

Pengaruhi Kulit Manusia

Dian mengatakan bahwa bakteri tersebut dapat menyebabkan gangguan pada pencernaan dan kulit manusia.

Penyebaran tersebut terjadi karena berkontak langsung dengan kulit ataupun dikonsumsi yang kemudian bakterinya berinkubasi selama 3 sampai 5 hari.

“Bakteri ini kemudian membentuk spora yang akan berkembang cepat, jadi sangat cepat berdampak di dalam tubuh manusia,” jelas Dian.

Baca juga: Apakah Antraks Menular Antar Manusia? Kenali Spora yang Bisa Hidup 50 Tahun di Dalam Tanah

Lebih lanjut, Dian menjelaskan terkait penanganan pada pasien disesuaikan dengan kondisi dan gejala yang dialami.

Pada prinsipnya karena Antraks disebabkan karena bakteri, maka obatnya adalah antiobiotik.

"Termasuk salep untuk kulit juga jika tertular melalui kulit,” ungkapnya.

Ilustrasi antraks. Spora antraks bisa bertahan hingga 60 tahun di tanah.
Ilustrasi antraks. Spora antraks bisa bertahan hingga 60 tahun di tanah. (Freepik designed by storyset)

Meski belum terdapat kasus Antraks pada manusia yang ditemukan di Kota Samarinda.

Namun ia menegaskan kepada masyarakat untuk memperhatikan dampak dari Antraks.

Antraks bisa dideteksi saat dia masih hidup, ciri-cirinya yaitu air liurnya berdarah.

"Kalau sudah tahu kondisinya itu sudah Antraks, sudah menjadi bangkai, jangan dimakan,” tegas Dian. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved