OPINI
Implementasi Tanaman Potensi Insektisida Alami sebagai Anti Nyamuk Demam Berdarah Dengue
Insektisida nabati (hayati) diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Mudah dibuat walaupun pengetahuan terbatas.
Oleh: Rusdi, S.Si., M.Si
Dosen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
DALAM beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim global menjadi isu penting. Pada dasarnya, iklim bumi senantiasa mengalami perubahan. Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap ancaman dan dampak perubahan iklim. Letak geografis dan kondisi geologisnya menjadikan Indonesia semakin rawan terhadap berbagai bencana alam yang terkait dengan iklim. Beberapa ancaman dan dampak perubahan iklim yang sudah dan akan terjadi di Indonesia diantaranya adalah kenaikan permukaan air laut, meluasnya kekeringan dan banjir, menurunnya produksi pertanian, dan meningkatnya prevalensi berbagai penyakit yang terkait iklim. Adapun penyakit yang paling rentan terhadap perubahan iklim diantaranya adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Kasus DBD masih perlu diwaspadai masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim), sebab sepanjang tahun 2022 Dinas Kesehatan Kaltim menemukan sebanyak 5.887 kasus DBD yang tersebar di semua wilayah Kaltim, dimana sebanyak 39 kasus menyebabkan kematian.
Dengan semakin meluasnya kasus DBD, maka banyak cara selama ini yang dilakukan untuk memberantas keberadaan nyamuk, khususnya nyamuk Aedes. Salah satunya dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, namun penggunaan insektisida kimia sintetik dapat menyebabkan resistensi serangga, dan dapat mencemari lingkungan dan meracuni manusia serta serangga lain yang bukan sasaran. Penggunaan zat kimia sebagai insektisida untuk mengendalikan serangga pertama kali dilakukan pada tahun 1942. Zat kimia yang digunakan seperti : DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), metal karbamat, organophospor serta zat kimia lain sehingga mengakibatkan menurunnya populasi serangga pengganggu secara drastis.
Sebagai pengganti insektisida kimia sintetik, maka dilakukan upaya dengan menggunakan insektisida nabati yang bersifat ramah lingkungan. Insektisida ini berasal dari tumbuhan sehingga memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi, yaitu karena sifatnya yang mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan bahaya residu yang berat dan lebih selektif, serta tidak merugikan makhluk hidup dan lingkungan yang bukan sasaran.
Secara umum, insektisida nabati (hayati) diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat “pukul dan lari” (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh serangga pada waktu itu dan setelah serangga terbunuh, maka residunya akan cepat menghilang di alam.
Adapun tanaman potensi insektisida alami sebagai anti nyamuk demam berdarah dengue diantaranya adalah:
(1) Tanaman Duku
Tanaman Duku dengan nama ilmiah Lansium domesticum. Duku termasuk tanaman tahunan (parennial crop) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Tanamannya berbentuk pohon, rindang, berukuran sedang. Pohon duku berbatang kuat dan besar, dengan penampang 30-40 cm, dapat mencapai tinggi 15-20 meter. Batang bercabang, kulit batang tipis berwarna coklat kehijauan atau keabuan dan agak sukar dilepas dari kayunya. Batang menghasilkan cairan seperti susu, sepanjang kulit batang terdapat celah-celah dangkal yang memanjang. Mahkota tanaman terbuka, teratur dan atau tidak teratur, berbentuk bulat. Daun tanaman duku berselang-seling bersirip ganjil dengan 5-7 anak daun. Panjang rakhis 30-50 cm, dengan pangkal yang membesar. Helaian daun bertangkai berbentuk elips, bulat panjang atau lonjong. Pangkal daun sempit, agak meruncing dan agak miring (tidak simetris). Warna helaian daun sisi atas hijau tua dan mengkilat sedangkan sisi bawah daun tidak mengkilat berwarna hijau muda. Kedua permukaan daun licin. Panjang helaian daun 12-15 cm dan lebar daun 7-12,5 cm. Panjang tangkai daun 0,8-1,2 cm dan membesar pada pangkalnya. Komposisi atau kandungan kimia dari zat yang dikandung duku di antaranya adalah triterpen yang sering disebut dengan asam langsat, selain itu juga duku mengandung flavonoid dan saponin.
Menurut hasil analisis, senyawa aktif pada duku baik yang berupa triterpen, flavonoid dan saponin memiliki kemampuan untuk membunuh nyamuk Aedes aegypti. Adapun bagian dari tanaman duku yang digunakan adalah pada bagian kulit buah duku. Kulit buah duku yang diujikan kepada nyamuk Aedes aegypti sebelumnya diekstrak terlebih dahulu, kemudian diujikan dengan tiga konsentrasi yakni 0 persen, 25 % , 30 % dan 35 % . Pada konsentrasi 0 % tidak ada nyamuk yang mati, pada konsentrasi 25 % jumlah nyamuk yang mati sebesar 68 % , selanjutnya pada konsentrasi 30 % jumlah nyamuk yang mati sebesar 90,4 % , sedangkan pada konsentrasi 35 % jumlah nyamuk yang mati sebesar 100 % . Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypi seiring peningkatan konsentrasi ekstrak kulit buah duku yaitu semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti.
(2) Tanaman Sukun
Tanaman sukun dengan nama ilmiah Artocarpus altilis, merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 meter, kayunya linak dan kulit kayu berserat kasar. Ciri-ciri fisik tanaman sukun antara lain: semua bagian tanaman bergetah encer, daunnya lebar, menjari dan berbulu kasar, batangnya besar, agak lunak, dan bergetah banyak, cabangnya banyak, pertumbuhannya cenderung ke atas. Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga jantan dan bunga betina terpisah), tetapi berumah satu. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan terbentuk tongkat panjang yang disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka. Kedudukan daun mendatar, melebar dan menghadap ke atas bunganya yang berumah satu.
Pada saat muda bunga berwarna hijau dan kekuningan pada saat tua. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina ± 90 hari, letaknya bunga jantan atau betina berada di atas pangkal daun. Buahnya berbentuk bulat sampai sedikit agak lonjong. Buah muda berkulit kasar dan berkulit halus pada saat tua serta berwarna hijau kekuningan. Beratnya dapat mencapai 4 kg/buah. Daging buah berwarna putih cenderung krem dan rasana agak manis serta memiliki aroma yang spesifik, tidak berbiji sehingga perbanyakannya dengan cara stek dan sambung. Kulit buah menonjol rata sehingga tampak tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik.
Tanaman sukun secara umum mengandung beberapa senyawa kimia seperti saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilcolin, tanin, riboflavin, phenol. Tanaman sukun juga mengandung quercetin, champorol dan artoindonesianin. Dimana artoindonesianin dan quercetin adalah kelompok senyawa dari flavonoid. Daun sukun memiliki kandungan kimia antara lain saponin, polifenol, tanin, asam hidrosianat, asetilkolin, riboflavin sedangkan kulit batangnya mengandung flavonoida. Daun sukun yang telah kuning mengandung fenol, kuersetin dan kamferol.
Dari hasil riset yang dilakukan menunjukkan saponin, flavonoid, dan tannin pada sukun mempunyai daya toksisitas terhadap nyamuk Aedes. Adapun bagian dari tanaman sukun yang digunakan adalah daunnya. Daun sukun yang diuji sebelumnya diolah menjadi serbuk, kemudian dibentuk 6 kelompok konsentrasi berat yakni 0 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg dan 500 gr. Masing-masing konsentrasi berat dari serbuk daun sukun diterapkan sebagai mat elektrik. Pada konsentrasi berat 300 mg terdapat kematian nyamuk Aedes 50 % lebih, ini artinya bahwa daun tanaman sukun dapat dimanfaatkan sebagai mat elektrik yang dapat membunuh nyamuk Aedes.***
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.