OPINI

Kaltim Berkelanjutan: Menambang Nilai, Bukan Bumi

Di era transisi menuju ekonomi hijau, Kaltim dihadapkan pada pilihan yakni melanjutkan pola lama mengekstraksi alam atau menemukan jalan baru.

HO
Syahrul Karim, Dosen Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Balikpapan 

Oleh: Syahrul Karim, Dosen Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Balikpapan

TRIBUNKALTIM.CO - Ketika kabut tipis menyelimuti perbukitan Karst Mangkalihat, Sangkulirang, Kutai Timur di pagi hari, atau ketika matahari terbenam menorehkan warna jingga di atas laut Berau, sesungguhnya Kalimantan Timur sedang berbicara. 

Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan keheningan yang dalam tentang keindahan, tentang kehilangan, dan tentang harapan yang belum sepenuhnya kita pahami.

Kalimantan Timur telah lama menjadi simbol kekayaan alam Indonesia. 

Dari minyak hingga tambang batu bara, dari hutan tropis hingga lautan biru, wilayah ini ibarat urat nadi ekonomi nasional yang tak pernah berhenti berdenyut. 

Namun di balik kilau itu, ada kisah lain yang sering terlupakan. 

Hutan yang perlahan menipis, tanah yang lelah, dan masyarakat lokal yang belum sepenuhnya menikmati kemakmuran yang dijanjikan pembangunan.

Kini, di era transisi menuju ekonomi hijau dan berkeadilan, Kaltim kembali dihadapkan pada pilihan besar yakni melanjutkan pola lama yang mengekstraksi alam hingga habis, atau menemukan jalan baru yang menumbuhkan kehidupan tanpa mengorbankan bumi. 

Di antara sekian banyak opsi yang ada, satu sektor tampil dengan sinar yang semakin terang adalah pariwisata berkelanjutan.

Selama puluhan tahun, Kaltim dikenal karena sumber daya yang diambil dari perut bumi. 

Tambang batu bara, minyak, dan gas telah memberi kontribusi besar bagi APBD. 

Baca juga: Geopark Sangkulirang-Mangkalihat di Berau Didorong Jadi Geopark Nasional

Jika kita jujur, pola pembangunan berbasis ekstraksi telah meninggalkan “bekas luka” ekologis dan sosial yang tak kecil. 

Sungai yang keruh, lubang tambang yang menganga, dan ketimpangan ekonomi antarwilayah menjadi sinyal bahwa pembangunan yang hanya mengandalkan kekayaan alam tak akan bertahan lama. 

Dalam bahasa sederhana, kita tidak bisa terus menambang tanpa menanam.

Data mempertegas hal itu. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur (2024), lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian masih menjadi penopang utama ekonomi Kaltim dengan kontribusi mencapai sekitar 46 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2024. 

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Kaltim Bisa Menggugat!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved