Berita Kutim Terkini

Buaya Badas Hitam di Kutim Beri Dampak Positif Bagi Warga Sekitar

Sebab, Perairan Mesangat merupakan satu-satunya habitat di alam yang masih ada habitat Buaya Badas Hitam

Penulis: Nurila Firdaus | Editor: Budi Susilo
HO/Yayasan Ulin
Ilustrasi Buaya Badas Hitam di Perairan Mesangat, Kutai Timur dijaga kelestariannya oleh Yayasan Ulin. Perairan Mesangat merupakan satu-satunya habitat di alam yang masih ada habitat Buaya Badas Hitam. 

TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Crocodylus siamensis alias Buaya Badas Hitam yang hidup di alam bebas di perairan Mesangat, masih dijaga habitatnya oleh Yayasan Ulin, Kutai Timur.

Hal itu dilakukan oleh Yayasan Ulin lantaran Buaya Badas Hitam termasuk binatang purba yang dijaga dari kepunahannya.

Sebab, Perairan Mesangat merupakan satu-satunya habitat di alam yang masih ada habitat Buaya Badas Hitam.

Soal ancaman, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa Buaya Badas Hitam memiliki sifat cenderung pendiam alias tifak agresif.

Baca juga: Mengenal Buaya Badas Hitam, Penghuni Perairan Mesangat Muara Ancalong Kutai Timur

"Seperti Crocodylus porosus atau buaya muara," ungkap Ketua Yayasan Ulin, Suimah, Rabu (30/8/2023).

Selain itu, lanjutnya, adanya Buaya Badas Hitam di Perairan Mesangat berdampak positif bagi ekonomi masyarakat sekitar.

Misalnya, dengan adanya Buaya Badas Hitam banyak peneliti yang datang.

Sehingga masyarakat dapat menyediakan transport dan penginapan bagi peneliti.

Menurutnya, Kutai Timur yang menjadi wilayah habitat buaya harus memiliki desain tata ruang yang khusus serta terbagi antara wilayah pemukiman dan habitat buaya.

"Soalnya buaya itu tidak akan mengganggu manusia apabila habitatnya tidak terganggu atau wilayahnya dinilai masih aman," imbuhnya.

Baca juga: Tanam 2 Ribu Bibit Pohon di Lahan Basah Mesangat Kutim demi Habitat Buaya Badas

Di samping tata ruang khusus, perlu adanya evaluasi terkait kanal-kanal yang terhubung dengan sungai atau laut yang menjadi habitat buaya.

Misalnya, di bagian pangkal kanal yang terhubung langsung dengan sungai besar atau laut diberi jaring besi agar buaya tidak bisa berenang ke kanal-kanal yang terhubung ke pemukiman warga.

Buaya bisa sampai di pemukiman itu karena adanya banjir misalnya, saat banjir kanal-kanal yang terhubung dengan sungai meluap.

Ilustrasi Buaya Badas Hitam hidup di alam liar Kalimantan Timur.
Ilustrasi Buaya Badas Hitam hidup di alam liar Kalimantan Timur. (HO/Yayasan Ulin)

"Sehingga buaya terbawa arus menuju kanal tersebut akhirnya muncul di jalan raya atau pemukiman warga," terangnya.

Ia menilai regulasi soal pelestarian atau perlindungan buaya yang termasuk hewan purba itu seharusnya dievaluasi kembali.

Di dalam regulasi hanya tercantum buaya harus dilindungi namun tidak ada upaya menangani saat habitat buaya menjadi berlebih.

"Jadi kita hanya diminta untuk melindungi habitat buaya, tetapi saat buaya populasinya meningkat," katanya.

"Kita tidak memiliki regulasi bagaimana cara menanganinya sehingga beberapa kasus terjadi konflik dengan manusia," tuturnya.

Oleh sebab itu, keberadaan buaya di Kutai Timur juga menjadi dilematis bagi masyarakat, ada dampak positif dan ada juga dampak negatif.

Ilustrasi suasana penangkapan buaya badas di Jl Raja Alam I, Gang Buaya Badas, Sambaliung, Kabupaten Berau.
Ilustrasi suasana penangkapan buaya badas di Jl Raja Alam I, Gang Buaya Badas, Sambaliung, Kabupaten Berau. (Tribunkaltim.co/Ikbal Nurkarim)

Memang harus ada evaluasi, khususnya kanal-kanal di perkotaan yang terhubung dengan sungai.

Tata ruang wilayah pemukiman dan habitat buaya dipisah serta evaluasi penanganan.

"Jika habitat buaya menjadi berlebih," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Baca Juga
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved