Berita Nasional Terkini

Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi Tersangka Langsung Ditahan, Singgung Perintah Jabatan

Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan jadi tersangka dan langsung ditahan, singgung perintah jabatan.

KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan keluar menggunakan rompi oranye setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021 di Gedung Juang KPK, Selasa (19/9/2023). Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan jadi tersangka dan langsung ditahan, singgung perintah jabatan. 

TRIBUNKALTIM.CO  - Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan jadi tersangka dan langsung ditahan, singgung perintah jabatan.

Karen Agustiawan dijadikan tersangka dan langsung ditahan.

Karen akan ditahan selama 20 hari pertama, terhitung 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktober 2023 di Rutan KPK.

Karen menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.

Sementara Karen dengan tegas menyebut bahwa apa yang ia lakukan merupakan perintah jabatan.

Baca juga: Dahlan Iskan Penuhi Panggilan Penyidik KPK, Diperiksa soal Dugaan Korupsi LNG Pertamina

Baca juga: KPK Bongkar Status Rubicon Mario Dandy yang Dilelang: Tidak Bisa Perampasan Dua Kali

Baca juga: Pemerintah Bakal Hapus Tunjangan PNS pada 2024, Kini Skema Gaji Tunggal Diuji Coba di KPK dan PPATK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi dan konstruksi perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Galaila Karen Kardinah (GKK) atau Karen Agustiawan.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kasus dugaan korupsi ini bermula pada tahun 2012.

Pada tahun itu, PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.

Pengadaan tersebut menyusul adanya perkiraan defisit gas yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2009 - 2040 sehingga diperlukan pengadaan gas alam cair untuk memenuhi kebutuhan industri.

"Diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).

Firli menyampaikan, Karen yang saat itu diangkat menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier di luar negeri.

Perusahaan yang diajak bekerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL), Amerika Serikat (AS).

Karen, kata Firli, secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh.

Ia pun tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina.

Baca juga: Cak Imin Diperiksa KPK, Jubir Anies Baswedan Ogah Khawatir, Klaim Sudah Dapat Bocoran Bos PKB Aman

"Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu," tutur Firli.

Firli melanjutkan, dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Kejadian ini lantas berdampak nyata dengan menjual rugi LNG di pasar internasional oleh Pertamina.

Dengan demikian, Firli menyebut, perbuatan Karen bertentangan dengan beberapa ketentuan, termasuk Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.

Lalu, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011, dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.

"Dari perbuatan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dollar AS, yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun," jelas Firli.

Atas perbuatannya, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Usai diumumkan sebagai tersangka, tim penyidik melakukan penahanan terhadap Karen selama 20 hari pertama, terhitung 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktober 2023 di Rutan KPK.

Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan keluar menggunakan rompi oranye setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021 di Gedung Juang KPK, Selasa (19/9/2023).
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan keluar menggunakan rompi oranye setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021 di Gedung Juang KPK, Selasa (19/9/2023). (KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya)

Karen Agustiawan: Itu Perintah Jabatan

"Itu perintah jabatan. Berdasarkan Perpres 2006 terkait energi dimana gas harus 30 persen. Terus Inpres 1 tahun 2010 dan Inpres 14 tahun 2014. Keberhasilannya perjanjian LNG di bulan ke 9 tahun 2013. Dan itu sudah sesuai apa yang diperintahkan," kata Karen.

"Ini bukan aksi pribadi tapi aksi korporasi, Pertamina," tegas Karen.

Karen Agustiawan mengatakan, pengadaan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) yang dilakukan pada masa ia menjabat, sudah sesuai ketentuan dan diketahui oleh pemerintah.

Hal ini dia sampaikan pasca ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan gas alam cair tahun 2011-2021 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Karen, keputusannya untuk mengadakan gas alam cair menyusul adanya perkiraan defisit gas yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2009 - 2040, sudah due diligence (uji tuntas).

"Due diligence, ada tiga konsultan yang terlibat (salah satunya) McKinsey. Jadi sudah ada tiga, jadi itu sudah konsultan sudah melakukan pendalaman," kata Karen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).

Karen menyatakan, pengadaan gas alam cair saat itu telah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial.

Persetujuan ini diberikan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Pemerintah tahu. Itu perintah jabatan, dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan perintah melaksanakan sebagai pelaksana anggaran dasar," ucap Karen.

Lebih lanjut, ia pun menyatakan bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Dahlan Iskan, menjadi penanggungjawabnya.

Diketahui, Dahlan sempat dipanggil KPK sebagai saksi terkait kasus ini pada Kamis (15/9/2023).

"Pak Dahlan tahu, karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres. Yang namanya instruksi presiden itu adalah perintah jabatan, harus dilaksanakan," jelas Karen.

Sebagai informasi, Karen telah ditetapkan sebagai tersangka.

Tim penyidik melakukan penahanan Karen selama 20 hari pertama, terhitung 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktober 2023 di Rutan KPK.

Menurut versi KPK, Karen yang saat itu diangkat menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier di luar negeri terkait pengadaan LNG.

Baca juga: Ditangkap Bareskrim Polri, Dito Mahendra akan Segera Diperiksa KPK di Kasus TPPU Nurhadi

Perusahaan yang diajak bekerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL), Amerika Serikat (AS).

Karen secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh.

Ia pun tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.

Namun dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Kejadian ini lantas berdampak nyata dengan menjual rugi LNG di pasar internasional oleh Pertamina.

Dengan demikian, KPK menyebut, perbuatan Karen bertentangan dengan beberapa ketentuan, termasuk Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.

Lalu, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011, dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.

Atas perbuatannya, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Kompas.com 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved