Horizzon

Semua Salahnya Pawang Hujan

Komunikasi dan diksi satir terkait dengan krisis air di Balikpapan lantaran hujan tak kunjung turun ini muncul dari sejumlah kalangan.

|
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Diah Anggraeni
Tribun Kaltim
Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim. 

Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim

BALIKPAPAN sekaligus Samarinda, dua kota besar di Kalimantan Timur sedang sibuk dengan urusan air. Dua kota yang bakal segera berubah menjadi kota penyangga Ibu kota Nusantara (IKN) ini sama-sama mengalami krisis air.

Untuk Balikpapan, hitungan teknis menunjukkan bahwa jika sampai 24 Oktober 2023 tidak turun hujan, maka Balikpapan benar-benar akan mengalami krisis air. Air baku yang tersedia di dua waduk utama yang menjadi air baku akan habis.

Sementara di Samarinda yang air bakunya mengambil dari Sungai Mahakam juga demikian. Walikota Samarinda, Andi Harun turun langsung ke lapangan dan dengan tegas meminta Perumda Tirta Kencana memperbaiki system perpipaan yang mengakibatkan permasalahan air dirasakan publik Samarinda.

Samarinda sebenarnya relatif lebih aman lantaran air bakunya mengambil dari Sungai Mahakam yang nyaris tak pernah mongering. Sederhananya, masalah air di Samarinda ada di manajemen.

Sedangkan kondisi agak serius terjadi di Balikpapan, dimana air baku sesungguhnya mengandalkan air hujan yang tertampung di Waduk Manggar dan Waduk (bendungan) Teritip. Balikpapan praktis benar-benar mengandalkan turunnya hujan agar ancaman krisis air tak menjadi kenyataan.

Kondisi ini membuat Perumda Tirta Manuntung, PDAM-nya Balikpapan harus pintar-pintar memperpanjang ketersediaan air untuk pelanggannya. Mengurangi pasokan demi ketahanan yang satu di antaranya dilakukan dengan melakukan penggiliran adalah langkah bijak.

Ajakan untuk mandi cukup sekali dalam sehari juga harus kita maknai sebagai bentuk ajakan agar publik ikut melakukan mitigasi. Meski pilihan diksi dari kampanye tersebut tampak ‘radikal’ dan mungkin satir, namun jika dimaknai secara utuh, ajakan diksi tersebut cukup efektif dan gampang nancep di kepala banyak orang.

Kita hanya berdoa semoga kampanye untuk mitigasi ini tidak justru berakibat pada perilaku panik sehingga semua melakukan saving air sehingga akan memperparah situasi dan kondisi di Balikpapan. Untungnya lagi, Minggu (8/10/2023) dini hari, Tuhan memberikan kabar baik dengan mengirimkan hujan. Kita berdoa kabar baik ini akan terus berlanjut dan hujan secara ‘ramah’ segera menyapa Balikpapan dan sekitarnya.

Komunikasi dan diksi satir terkait dengan krisis air lantaran hujan tak kunjung turun ini juga seringkali kita dengar dari sejumlah kalangan. Gaya satir ini disampaikan beberapa pihak yang justru ingin melampiaskan kekesalannya pada persoalan berbeda dan kemudian dibelokkan pada masalah krisis air dan mandi cukup sekali sehari di Balikpapan.

Kita sering mendengar komentar satir dari sebagian warga yang sudah bosan dengan berkepanjangannya proyek normalisasi saluran air hujan sekaligus pelebaran jalan di Jalan MT Haryono yang tak pernah mendapatkan jawaban.

Lantaran sudah terlalu frustasi dengan jawaban yang ditunggu sementara proyek tersebut mengakibatkan debu dan kemacetan di ruas tersebut, muncul kalimat satir yang kemudian dikaitkan dengan krisis air di Balikpapan.

"Ini semua gara-gara pawang hujan proyek MT Haryono yang tidak kelar-kelar. Sudah proyeknya ndak beres-beres, pakai pawang hujan pula. Jadi sudah proyeknya bikin macet, pawang hujanya mengakibatkan Balikpapan Krisis Air," begitu kira kira sejumlah komentar satir ketika dirangkum.

Tak hanya itu, komentar bernada satir tentang Balikpapan krisis air dan air hujan ini juga melebar ke proyek IKN yang terus dikebut. “Krisis air ini kan karena hujan ditahan sama pawang hujan yang bertugas di IKN.”

Analogi pawang hujan sebagai penyebab krisis air ini tentu hanya sebatas analogi yang nekat untuk dikaitkan. Analogi itu semata muncul karena terjadinya konflik logika dari mereka yang mengalaogikan sesuatu.

Betul memang, jika kita bicara soal proyek MT Hariyono, publik tak pernah memperoleh jawaban kenapa proyek tersebut seolah lambat pengerjaannya dan berlarut-larut. Belum lagi manajemen pengerjaan yang seolah tak sinkron, semisal sisi kanan belum selesai dan belum rapi, muncul galian di sebelah kiri sehingga situasi semakin semrawut.

Konflik logika juga muncul ketika bicara soal Balikpapan atau Samarinda yang bakal menjadi Kota Penyangga IKN kok bisa mengalami krisis air. Publik Kalimantan Timur sudah terlalu sering mendengar bagaimana progres begitu masifnya tentang pembangunan IKN. Hari groundbreaking ini, besok ada groundbreaking yang lain atau datangnya investasi baru di IKN.

Publik Kaltim yang sejak awal sangat support dan berharap agar IKN ini mampu menjadi pelecut dan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berujung pada peningkatan kesejahteraan mereka kemudian menjadi bertanya dan tak percaya Balikpapan dan Samarinda bisa terancam krisis air.

Meski berasal dari sebuah analogi sesat, namun soal krisis air, mandi cukup sekali sehari dan pawang hujan ini harus menjadi catatan sekaligus pengingat bagi pemerintah pusat bahwa soal IKN jangan hanya fokus pada pembangunan fisik gedung-gedung di lokasi IKN, tapi juga memberikan porsi untuk menyiapkan Kalimantan secara keseluruhan juga berakselerasi Bersama. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved