Berita Nasional Terkini

Jokowi Dinobatkan Jadi Alumni Paling Memalukan oleh BEM KM UGM, Jawaban Istana: Lihat Hasil Survei

Jokowi dinobatkan jadi alumni paling memalukan oleh BEM KM UGM. Respon Istana menyinggung hasil survei.

Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNJOGJA.COM/Ahmad Syarifudin
Baliho bergambar wajah Jokowi dinominasikan sebagai alumnus UGM paling memalukan terpampang di depan diskusi publik bertema darurat demokrasi di bundaran UGM, Jumat (8/12/2023). Jokowi dinobatkan jadi alumnus paling memalukan oleh BEM KM UGM. Respon Istana menyinggung hasil survei. 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinobatkan sebagai alumni paling memalukan dari BEM KM UGM.

Gelar alumni paling memalukan ini diberikan oleh BEM KM UGM kepada Jokowi dengan sejumlah alasan  mulai dari korupsi, UU ITE dan juga kondisi di Mahkamah Konstitusi. 

Bagaimana respon Jokowi terhadap gelar alumni paling memalukan yang disematkan BEM KM UGM yang dipimpin Gielbran Muhammad Noor?

Presiden Jokowi belum memberikan tanggapan resmi terkait predikat alumni paling memalukan dari BEM KM UGM ini.

Baca juga: Profil Gielbran Muhammad Noor, Ketua BEM UGM yang Nobatkan Jokowi sebagai Alumni Paling Memalukan

Baca juga: Alasan BEM UGM Nobatkan Jokowi sebagai Alumni Paling Memalukan, Singgung Korupsi, UU ITE dan MK

Baca juga: Baliho Jokowi Alumni Paling Memalukan di UGM, Ketua BEM Gielbran Ungkap Sederet Alasannya

Namun menurut koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan Presiden Jokowi tidak mempermasalahkan penilaian dari BEM KM UGM ini. 

Presiden Jokowi menganggap dalam negara demokrasi kritik, pujian dan kepercayaan terhadap penyelenggara negara adalah hal yang wajar. 

Ari menjelaskan, sebagai penyelenggara negara, publik pasti ada yang menilai puas dengan kinerja pemerintah, ada juga yang tidak.

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv di artikel yang berjudul Istana Minta Cek Lembaga Survei usai BEM KM UGM Kritik Presiden Jokowi Jadi Alumnus Paling Memalukan, namun Ari juga menyebutkan ada yang menilai sangat puas. 

Hal tersebut bisa dilihat dari penilaian lembaga survei terhadap kinerja Presiden Jokowi, dan aktivitas Presiden Jokowi yang lebih turun ke lapangan mendengar suara masyarakat. 

"Semua input baik pujian ataupun kritik, akan selalu menjadi "vitamin" untuk meningkatkan kinerja pemerintahan sehingga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," ujar Ari dalam pesan singkat, Sabtu (9/12/2023).

Ari menambahkan, di tengah kontestasi politik saat ini, kritik kepada pemerintah bisa menjadi salah satu cara untuk menarik elektoral dan sah-sah saja dilakukan. 

Namun, semua opini itu harus diuji dengan artumentasi, fakta dan bukti. 

"Coba cek saja penilaian lembaga-lembaga survei terhadap kinerja presiden.

Juga bisa cek aktivitas Presiden yang lebih sering turun ke lapangan, mendengarkan suara masyarakat," ujar Ari. 

Mimbar Besar di Bundaran UGM

Sebelumnya, BEM KM UGM menggelar diskusi publik dan mimbar bebas di utara Bundaran UGM, Jumat (8/12/2023). 

Dalam mimbar bebas tersebut, Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor menyerahkan sertifikat alumni paling memalukan ini secara simbolik kepada sosok yang mengenakan topeng Jokowi

Permasalahan fundamental seperti kasus korupsi, revisi undang-undang atau  UU ITE dan persoalan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) disebut menjadi sederet pemicu penobatan itu.

Dikutip TribunKaltim.co dari TribunJogja di artikel berjudul TribunJogja.com dengan judul Diskusi Darurat Demokrasi: BEM UGM Nobatkan Jokowi Jadi Alumnus Paling Memalukan, Ketua BEM KM UGM, Gielbran Muhammad Noor mengatakan penobatan ini sebagai wujud kekecewaan.

Masih banyak sekali permasalahan fundamental yang belum terselesaikan padahal sudah hampir dua periode Joko Widodo memimpin di Indonesia.

Mulai dari kasus korupsi, kini pimpinan KPK yang notabene merupakan garda terdepan pemberantasan korupsi, malah justru menjadi pelaku kriminal.

Kemudian revisi undang-undang ITE soal kebebasan berpendapat yang dinilai sangat mempermudah para aktivis untuk dikriminalisasi.

Belum lagi soal konstitusi. Para hakim Mahkamah Konstitusi terbukti bermasalah dalam sidang MKMK.

Hal ini menjadi gerbang bukti empiris bahwa kenyataannya MK memang tidak independen. Apalagi dengan kedekatan personal antara keluarga Jokowi dengan Hakim Anwar Usman.

Baca juga: Jokowi Disomasi Advokat, Buntut Putusan MK yang Buka Jalan Gibran menjadi Cawapres, Respon Istana

Serentetan persoalan tersebut, menjadikan Indeks demokrasi Indonesia dinilai semakin menurun.

"Kita merasa sudah tidak ada momentum lain selain sekarang untuk menobatkan Presiden Jokowi sebagai alumni paling memalukan," kata Gielbran.

Penobatan Jokowi sebagai alumni UGM paling memalukan ini disimbolkan dengan pemasangan baliho bergambar wajah Jokowi. Baliho berukuran cukup besar sekira 3x4 ini menggambarkan bagaimana Jokowi dalam dua fase.

Yaitu mengenakan almamater UGM berikut caping berpadu dengan Jokowi memakai jas dan mahkota raja. Baliho tersebut terpasang di 3-4 titik di seputar kampus UGM.

Selain itu, wajah Jokowi dalam bentuk topeng juga dihadirkan dalam kursi kosong di diskusi tersebut.

Di akhir acara, panitia menyerahkan kajian berikut sertifikat alumni paling memalukan kepada manipulasi Jokowi yang diperankan oleh perwakilan massa. Nantinya sertifikat dan kajian itu bakal dilayangkan melalui Pos ke Istana Presiden.

Gielbran menilai, Joko Widodo tidak mencirikan lagi nilai-nilai UGM.

Joko Widodo, di akhir masa pemerintahan justru menghendaki perpanjangan kekuasaan laiknya seorang raja Jawa. Tanpa memperhatikan nilai etik.

"Belum lagi bicara dinasti politik beliau, yang jelas terpampang di depan mata kita.

Sehingga saya rasa seperti tadi tidak ada momentum selain sekarang untuk menobatkan beliau sebagai alumni paling memalukan," kata dia.

Mimbar diskusi publik di Bundaran UGM ini menghadirkan narasumber Aktivis Hak Asasi Manusia, Fatia Maulidiyanti dan akademisi sekaligus peneliti Hukum Tata Negara Indonesia, Dr. Zainal Arifin Mochtar.

Diskusi ini juga menghadirkan koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tahun 2010-2016, Haris Azhar.

Dalam diskusi tersebut, Fatia berbicara tentang indeks demokrasi Indonesia yang mengalami penurunan.

Baca juga: Prabowo Subianto Taruh Hormat ke Jokowi dan Iriana, Diserang Tapi Masih Bisa Senyum dan Fokus Kerja

Ia mengawalinya dengan tahun 2014, ketika Presiden Joko Widodo dianggap sebagai new hope karena berangkat dari kebaruan yang tidak memiliki rekam jejak buruk di masa lalu.

Bahkan Jokowi sangat tenar dengan gaya blusukannya dan Nawacita.

Pada saat Pilpres berhasil meraup suara hingga 70 persen di Papua. Namun pada akhirnya, kata Fatia harapan tersebut gugur.

"Karena mengangkangi semua janjinya. Pada akhirnya, membawa Indonesia mengalami penurunan indeks demokrasi," kata Fatia.

Sementara itu, Akademisi Zainal Arifin Mochtar bicara tentang praktek pemberantasan korupsi yang dinilai jalan ditempat.

Menurut dia, jika disusun maka daftar dosa pemerintah dalam sepuluh tahun terakhir sangat panjang dan lebar.

Satu di antara dosa yang paling kentara adalah masih suburnya praktek KKN dan semakin hilangnya non-konflik kepentingan.

Bisa bayangkan, lanjutnya, di Republik Indonesia, menteri sekaligus pengambil kebijakan dan pada saat yang sama bisa diuntungkan dari kebijakan itu.

"Kalau mau kita lacak siapa yang paling berdosa, maka kita harus menyebutkan nama Jokowi plus partai-partai di belakangnya.

Mengapa politik dinasti terjadi, karena dibiarkan oleh partai-partai.

Maka kritik kita hari ini kita bebankan separuh ke Jokowi dan separuh lagi ke partai di belakangnya," kata dia.

Baca juga: Kunker Jokowi Dituding Buntuti Kampanye Ganjar Pranowo, Pengamat: Strategi Bersih-bersih

(*)

Update Berita Nasional Terkini

Ikuti saluran Tribun Kaltim di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaAdSxwHVvTbruIloW3H

Ikuti kami di Google Berita untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved