Tribun Kaltim Hari Ini
Warga Nunukan Terima Amplop Putih Berisi Uang Rp1 Juta, Bawaslu Dalami Laporan Masyarakat
Jelang Pemilu 2024 praktek money politics terjadi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, NUNUKAN - Jelang Pemilu 2024 praktek money politics terjadi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Praktek money politics dilakukan sejumlah calon legislatif (caleg) melalui koordinator tim pemenangan. Ini terkuak melalui warga yang mengaku menerima amplop berisi uang.
Seorang warga di Kecamatan Nunukan yang enggan disebut namanya mengaku menerima amplop berisi uang.
Baca juga: Bawaslu Nunukan Sebut Kemungkinan Pemilih di Malaysia Dua Kali Coblos di Pemilu, Ini Penyebabnya
Amplop tersebut diterimanya dari seorang pria yang belakangan diketahui merupakan koordinator tim pemenangan caleg DPRD Nunukan Dapil 1.
Pemberian amplop berisi uang sebesar Rp600 ribu tersebut disertai permintaan untuk memilih caleg tersebut saat hari pencoblosan.
"Saya dan beberapa warga di sini minggu lalu terima amplop warna putih isinya uang Rp600 ribu. Saya tidak kenal orang yang beri amplop itu. Tapi saya tahu caleg yang mereka minta untuk coblos nanti," kata seorang pria kepada Tribun, Kamis (4/1). Pada November 2023, rumah warga di Kecamatan Nunukan sempat didatangi dua pria. Satu di antaranya merupakan tetangga.
"Seingat saya November tahun lalu. Tetangga saya dan ada anak muda datang ke rumah minta fotokopi KTP. Katanya pendataan untuk terima uang dari caleg. Saya kasih saja karena yang datang tetangga saya. Di rumah ini yang punya KTP, saya, istri dan dua anak saya," ungkapnya.
Saat ditanyai mengenai sikapnya untuk memilih caleg yang bersangkutan pada hari pencoblosan, narasumber Tribun mengaku sudah memiliki caleg idola sendiri yang akan dipilih.
Baca juga: Bawaslu Nunukan Ingatkan Balon DPD RI Jangan Sembarang Minta Dukungan Warga
"Saya punya teman yang kebetulan maju caleg DPRD Nunukan. Jadi saya akan memilih teman saya. Tidak ada beban soal amplop yang saya terima. Karena saya tidak minta. Rumah saya didatangi lalu bagi uang. Ya saya terima saja," kata dia.
Hal serupa diungkapkan seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di Kecamatan Nunukan. Wanita dengan jumlah anggota keluarga lima orang itu mengaku menerima satu amplop putih berisi uang sebesar Rp1 juta dari dua orang pria yang mendatangi rumahnya.
Seusai memberikan amplop berisi uang tersebut, wanita itu menuturkan bahwa dirinya diminta memilih seorang caleg DPRD Nunukan Dapil I dan caleg DPRD Provinsi Kaltara Dapil Nunukan dari partai politik yang sama.
"Dua orang pria yang antar amplop itu teman saya. Awal Desember dua teman saya ke rumah minta kumpul fotokopi KTP orang rumah. Katanya mau terima 'serangan fajar'. Jadi saya suruh anak saya pergi fotokopi KTP kami lima orang dalam rumah," tuturnya.
Wanita yang enggan disebut namanya itu menyampaikan bahwa dirinya tak begitu mengenal dua caleg yang diarahkan untuk dipilih pada hari pencoblosan tanggal 14 Februari 2024.
Baca juga: Bawaslu Nunukan Ingatkan Parpol tak Pasang Logo dan Nomor Urut Sebelum Masa Kampanye
"Yang penting ada uangnya saja itulah dipilih. Karena kalau jadi anggota DPRD nanti belum tentu orang seperti kami dilihat. Lagian kami tidak minta uangnya. Timnya yang datang ke rumah minta fotokopi KTP. Lalu kami diantarkan uang," ungkapnya.
Pengakuan menerima amplop putih berisi uang disertai bujukan untuk memilih caleg DPRD Nunukan Dapil II dan caleg Provinsi Kaltara Dapi l Nunukan juga diungkap seorang pria yang berdomisili di Kecamatan Nunukan Selatan.
Pria yang kesehariannya bekerja mengikat rumput laut menyebut dirinya diberikan amplop putih berisi uang sebesar Rp400 ribu dari temannya.
"Teman saya itu ke rumah antar amplop putih malam-malam. Katanya jangan lupa coblos caleg ini nanti. Dia sempat bilang juga jelang beberapa hari pemilihan ada juga 'serangan fajar' dari caleg DPRD Provinsi," ujar pria yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, Syafa (nama samaran), warga yang berdomisili di Kecamatan Tarakan Timur ini setuju dengan money politics. Asalkan uang yang digunakan berasal dari dana pribadi peserta pemilu.
Alasan setuju karena realistis ketika nanti terpilih, belum tentu yang bersangkutan (caleg) akan mengingat saat sudah terpilih duduk di kursi legislatif maupun eksekutif.
Syafa sendiri mengaku pernah menerima uang pemberian dari caleg pada pengalaman pemilu sebelumnya.
"Saya terima Rp200 ribu. Saya berpikir terima, karena si caleg ini terpilih belum tentu juga dia akan melihat kita atau belum tentu kita bisa merasakan perubahan yang dia lakukan untuk daerah kita," katanya.
Mulanya, Syafa didatangi langsung oleh tim dari caleg sebelum hari pencoblosan. “Kalau partainya saya tidak bisa sebutkan, yang jelas kalau orang-orangnya masih saya ingat," ujarnya.
Warga dari Kecamatan Tarakan Barat, sebut saja Reno (nama minta disamarkan), mengaku sengaja menerima amplop politik uang karena alasan kebutuhan.
"Semua calon sama saja jika terpilih. Jadi lebih baik uang ambil di depan daripada dilupakan setelah dia terpilih. Tentu saja money politic saya setuju asalkan besarannya sesuai," tegas Reno.
Dia menceritakan pengalamanya menerima amplop politik uang dari salah seorang calon anggota DPRD Provinsi Kaltara pada gelaran pemilu sebelumnya.
Reno ditawarkan Rp300 ribu dan harus memberikan fotocopy KTP sebagai bukti komitmen. "Rp300 ribu untuk satu calon. Saya terima melalui tim sukses yang tersebar di tiap TPS (RT). Alasan diminta KTP untuk keperluan pendataan. Jadi waktu itu saya masih masuk Dapil Bunyu Kabupaten Bulungan, belum pindah ke Tarakan," ucapnya.
Kesaksian selanjutnya dibeberkan Naira (bukan nama sebenarnya), warga Kecamatan Tarakan Utara. Menurut pengakuannya, Naira pernah menerima uang pemberian caleg sebesar Rp300 ribu. Ada juga dari caleg lain Rp150 ribu dan ada juga yang diterima R100 ribu.
"Kalau sekarang memang belum ada. Yang uang Rp300 ribu itu dari Pemilu sebelum-sebelumnya. Kalau sekarang ada saja datang tapi masih didata-data saja tapi dijanjikan dikasih uang," bebernya.
Sebenarnya, Naira tak menyetujui praktik politik uang. Namun, kenyataannya sulit menolak pemberian uang saat Pemilu.
"Diambil karena sayang kalau ditolak, lumayan pakai ke salon. Biasanya data didaftar dulu, baru nanti dibagikan uangnya. Diminta KTP sama KK, alasannya ya karena mau didata. Yang datang timnya," ungkap Naira.
Sementara itu, warga lainnya, Erva justru tegas menyatakan tidak setuju money politic. Dia menegaskan tidak pernah menerima pemberian amplop berisi uang setiap Pemilu.
"Karena suara pemilih tidak bisa dibeli dan satu suara menentukan kebijakan 5 tahun ke depan. Yang jelas saya tidak pernah menerima," ucapnya.
Terpisah, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Nunukan segera mendalami adanya informasi masyarakat terkait modus politik uang jelang Pemilu 2024.
Ketua Bawaslu Nunukan, Mochammad Yusran berharap peran masyarakat turut aktif dalam menjaga integritas Pemilu dengan zero politik uang.
"Kami sedang mendalami informasi dari masyarakat terkait modus politik uang pada hari H (pencoblosan). Harapannya makin banyak informasi kami dapatkan, makin mudah dalam pengawasan dan penindakannya," kata Mochammad Yusran, Jumat (5/1).
Yusran mengungkapkan, tidak mudah mewujudkan pemilu bebas dari praktek money politics. Namun hal itu bukan sesuatu yang mustahil terjadi.
"Setidaknya terus konsisten suarakan dan ingatkan khalayak umum bahwa politik uang itu adalah kejahatan. Jika kita berhenti suarakan itu maka bisa saja politik uang itu dianggap satu kewajaran kelak," ucapnya.
Ia menilai, kebiasaan yang diulang-ulang akan menjadi sebuah tradisi.
Oleh sebab itu dinilai sangat berbahaya jika politik uang mulai dianggap wajar oleh masyarakat.
"Kalau seperti ini, maka dianggap wajar dan akhirnya dipandang (politik uang) bukan kejahatan lagi melainkan rezeki. Ini sangat mengerikan," ujarnya. (fbi/zia)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya
Sabu 1 Kg Diselipkan dalam Baju, Residivis Narkoba Dibekuk Saat Tiba di Bandara SAMS Balikpapan |
![]() |
---|
Bursa Calon Menko Polkam: Sjafrie Sjamsoeddin, Hadi Tjahjanto, dan Tito Karnavian jadi Sorotan |
![]() |
---|
Donna Faroek Terjerat Suap Tambang, KPK Tahan Putri Eks Gubernur Kaltim Terkait Pemberian IUP |
![]() |
---|
BEM UI Minta Purbaya Dicopot, Baru Sehari Menjabat Menkeu Didemo Mahasiswa |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Rombak Kabinet Merah Putih, Sri Mulyani Lengser IHSG Langsung Anjlok |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.