Tribun Kaltim Hari Ini

Kampus Ingatkan Presiden, Koalisi Dosen Unmul Tuntut Jokowi tak Boleh Memihak di Pemilu 2024

Kalangan sivitas akademika dari pelbagai kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritik pemrintahan Presiden Jokowi, termasuk dari Unmul Samarinda.

|
Editor: Doan Pardede
Tribun Kaltim
HL Tribun Kaltim 3 Februari 2024. Kalangan sivitas akademika dari pelbagai kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritik pemrintahan Presiden Jokowi, termasuk dari Unmul Samarinda 

TRIBUNKALTIM.CO - Kalangan sivitas akademika dari pelbagai kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritik pemrintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Termasuk dari ibu kota Kalimantan Timur, Koalisi Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda turut kritisi sikap Jokowi jelang Pilpres 2024.

Sebanyak 28 dosen yang tergabung dalam Koalisi Dosen Universitas Mulawarman menyatakan sikap meminta Presiden Jokowi tidak memihak kepada Calon Presiden dan Wakil Presiden tertentu pada Pemilu 2024.

Akademisi Hukum Herdiansyah Hamzah yang juga tergabung dalam Koalisi Dosen Unmul menjelaskan pada 24 Januari 2024 Joko Widodo menyatakan secara terbuka dalam wawancara dengan media bahwa Presiden berhak berkampanye dalam pemilihan umum (Pemilu).

Baca juga: Aksi Kampus Hari Ini di Unpad, Daftar Kampus Kritik Jokowi dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi

Menurutnya, pernyataan ini kontra dengan apa yang telah disampaikan sebelum–sebelumnya yang menegaskan akan netral dan meminta seluruh jajarannya netral.

Demokrasi yang dibangun di atas darah dan air mata saat reformasi 1998, dinilai dalam ancaman bahaya, serta didesak mundur akibat perilaku kekuasaan dan para elit politik.

"Perubahan sikap ini membuktikan dengan semakin jelas betapa pentingnya larangan politik dinasti dan nepotisme dalam pemilihan umum. Tak mudah bagi Jokowi untuk netral ketika anaknya berlaga dalam pemilihan presiden," tegas Castro sapaan akrab Herdiansyah, Jumat (2/2/2024).

"Intinya, kampus-kampus punya keresahan yang sama terhadap kekuasaan. Puncaknya saat statement Jokowi soal boleh memihak dan kampanye. Letupan respon kampus-kampus bergulir meski tidak serentak. Tapi terus bergelombang," sambungnya.

Menurut pria yang akrab disapa Castro ini, demokrasi Indonesia mengalami kemunduran pascaputusan cacat etik Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan politik dinasti.

Keterlibatan aparatur negara yang menggadai netralitas, pengangkatan penjabat kepala daerah yang tidak transparan dan terbuka.

Hingga keberpihakan dan cawe-cawe presiden dalam pemilihan presiden yang membahayakan demokrasi.

Bahkan menurutnya, lembaga-lembaga negara telah dikooptasi oleh kekuasaan.

HL Tribun Kaltim 3 Februari 2024. Kalangan sivitas akademika dari pelbagai kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritik pemrintahan Presiden Jokowi, termasuk dari Unmul Samarinda
HL Tribun Kaltim 3 Februari 2024. Kalangan sivitas akademika dari pelbagai kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritik pemrintahan Presiden Jokowi, termasuk dari Unmul Samarinda (Tribun Kaltim)

Lembaga negara yang lahir dari rahim reformasi seperti KPK dan MK, dikontrol sedemikian rupa hanya untuk memuaskan syahwat politik kekuasaan.

Padahal harus disadari, seluruh pejabat negara melanggar prinsip keadilan dalam pemilu berasaskan Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur, dan Adil (Pasal 22E UUD 1945) bila aktif berkampanye.

Karena pejabat negara (presiden, menteri, kepala-kepala daerah), akan bisa mempengaruhi keadilan Pemilu melalui dua hal:

- Pertama, fasilitas, seperti kebijakan, anggaran, dan dukungan administrasi serta protokoler pejabat. 

- Kedua, pengaruh sebagai pemegang kekuasaan akan mempengaruhi netralitas birokrasi dan mengarahkan pemilih.

Keberpihakan presiden dan pejabat negara lainnya bisa mengarah pada pelanggaran dengan dimensi Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Perlu dibedakan antara 'berpolitik' dan 'berkampanye', Presiden berhak berpolitik, tetapi ia tidak diperbolehkan untuk berkampanye. Situasi ini menuntut tanggungjawab kita untuk bersikap. Sebab berdiam diri dan membisu sama seperti membunuh moralitas intelektual kita," kritik Castro.

Sedangkan nepotisme dan politik dinasti yang demikian parah, serta 'cawe-cawe' politik yang dilakukan tanpa etik dan rasa malu, baru terjadi pada masa pemerintahan Jokowi.

Karena itu, pasal-pasal yang ada memang belum mengantisipasi situasi presiden yang ingin berkampanye ini.

Pernyataan Jokowi seakan memberi landasan hukum bagi sesuatu yang sebenarnya tidak etik dan melanggar asas keadilan dalam Pemilu sesungguhnya.

Mestinya, sebagai presiden, Jokowi harus membiarkan semua berproses sesuai aturan main yang ada, tanpa perlu membuat pernyataan yang membenarkan perilaku yang melanggar etik dan hukum.

Biarkan lembaga-lembaga yang berwenang menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang, presiden tidak patut membuatkan justifikasi apapun, termasuk bagi dirinya sendiri.

"Kita harus ingat, kepatutan atau perbuatan yang tercela yang dilakukan oleh presiden berbeda dengan yang dilakukan oleh warga negara biasa; presiden (dan semua pejabat negara) harus diletakkan dalam konteks jabatannya. Sikap yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi tidak sesuai dengan tujuan pendidikan politik yang bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (2) UU Pemilu," tegas Castro.

Deklarasi UI

Dari Jakarta, Dewan Guru Besar dan Sivitas Akademika Universitas Indonesia (UI) melakukan gerakan moral dengan menggelar deklarasi kebangsaan di Gedung Rektorat UI, Jumat (2/2/2024).

Baca juga: Jawaban Rektorat soal Rektor UGM yang Absen saat Guru Besar Bacakan Petisi Bulaksumur Kritik Jokowi

Ketua Dewan Guru Besar UI Prof Harkristuti Harkrisnowo merasa prihatin karena tatanan hukum dan demokrasi di Indonesia telah hancur.

Sebab, di Pemilu 2024 ini etika bernegara dan bermasyarakat telah hilang karena banyak terjadi kasus korupsi dan nepotisme.

"Telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup," ujarnya.

Tuti mengatakan apa yang terjadi saat ini sudah membuat resah karena sikap dan perilaku para pejabat, elit politik serta hukum yang mengingkari sumpah jabatannya.

Ia menilai para pejabat negara memilih untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang Pemilu.

"Kami cemas kegentingan saat ini akan bisa menghancurkan masa depan bangsa dan ke-Indonesiaan," ungkapnya.

Oleh karena itu, Tuti mengajak seluruh Sivitas Akademik Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia untuk merapatkan barisan.

Wanita yang kenakan toga itu ingin Pemilu 2024 ini bisa dikawal agar menghadirkan demokrasi yang adil, jujur dan bermartabat.

"Kami mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi. Menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan," terangnya.

"Menuntut agar semua ASN, Pejabat Pemerintah, ABRI dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon. Menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing," tambahnya.

Deklarasi dari Unhas

Sedangkan dari Makassar, Forum Guru Besar dan dosen Universitas Hasanuddin (Unhas) juga menyatakan sikap melihat kondisi demokrasi di Indonesia. Prof Dr Ir Triyatni Martosenjoyo MSi
memimpin deklarasi Unhas Bergerak Untuk Demokrasi di depan Rektorat Unhas pada Jumat (2/2) Para guru besar Unhas ini membuka deklarasi menyanyikan lagu "Padamu Negeri".

Mereka mengingat perjuangan demokrasi untuk persatuan Indonesia.

"Setelah mencermati perkembangan rangkaian pelaksanaan Pemilihan Umum dan Presiden/Wakil Presiden R.I. 2024, tata kelola pemerintahan, serta kehidupan demokrasi secara nasional, maka Forum Guru Besar dan Dosen Universitas Hasanuddin Makassar mengeluarkan pernyataan sikap," ujar Prof Triyatni Martosenjoyo.

Pertama, senantiasa menjaga dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam pelaksanaan pemilu sebagai instrumen demokrasi.

"Kedua Mengingatkan Presiden Jokowi, dan semua pejabat negara, aparat hukum dan aktor politik yang berada di kabinet presiden untuk tetap berada pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi," tegas Prof Triyatni

Ketiga, Meminta KPU, Bawaslu serta DKPP selaku penyelenggara pemilu agar bekerja secara profesional dan bersungguh-sungguh sesuai peraturan yang berlaku. Penyelenggara pemilu senantiasa menjunjung tinggi prinsip independen, transparan, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun.

"Keempat menyerukan kepada masyarakat dan elemen bangsa secara bersama sama mewujudkan iklim demokrasi yang sehat dan bermartabat untuk memastikan pemilu berjalan secara jujur, adil, dan aman agar hasil Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden mendapat legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat," lanjut Prof Triyatni.

Baca juga: Pengganti Mahfud MD Diprediksi Sosok yang Loyal ke Jokowi, Ini Nama yang Mengemuka Versi Pengamat

Petisi Bulaksumur

Presiden Jokowi yang panen kritikan bermula dari Guru Besar UGM dan sivitas akademika yang menyoroti kepemimpinannya melalui Petisi Bulaksumur.

Petisi tersebut dibacakan oleh Prof Koentjoro sebagai perwakilan sivitas akademika UGM di Balairung UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (31/1).

“Kami menyesali tindakan-tindakan menyimpang yang baru saja terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM),” ujar Prof Koentjoro membacakan petisi.

“Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi,” lanjut guru besar psikologi UGM itu.

Petisi Bulaksumur itupun menjadi trending x pada Kamis (1/2).

Menurut Koentjoro, petisi dari civitas akademika UGM disampaikan setelah mencermati banyaknya penyimpangan prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial.

Menyusul Petisi Bulaksumur dari UGM, sejumlah kampus lain ramai-ramai mulai menyuarakan kritik terhadap Presiden. Seperti Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Kemudian kemarin dari Jakarta, sivitas akademika Universitas Indonesia (UI), dari Padang, Universitas Andalas dan dari Banjarmasin,

Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) juga melayangkan kritik kepada Jokowi.

Pembacaan pernyataan dari kampus Unlam diwakili Ketua Senat sekaligus Guru Besar dari Fakultas Hukum, Prof Hadin Muhjad, di depan Gedung Rektorat Unlam Banjarmasin, Jumat (2/2).

Dalam pernyataannya, para sivitas akademika ULM mengingatkan sekaligus mengajak semua pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 agar menjalankan proses demokrasi berdasarkan undang-undang dan ketentuan hukum yang berlaku.

“Bangsa itu berdiri di atas negara hukum dan demokrasi, demokrasi itu mengandalkan kekuatan rakyat, rakyat itu berpegang pada negara hukum atau konstitusi. Pada saat konstitusi sedang proses dikoyak- koyak, maka kita harus menyikapi, jangan dibiarkan,” katanya.

Kritik terhadap Jokowi masih akan berlanjut, mengingat sejumlah kampus dan sivitas akademika lainnya telah menyusun agenda demokrasi.

Hari ini, Sabtu (3/2), Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung menggelar agenda Seruan Padjajaran dengan tema Selamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Beretika dan Bermartabat di Gerbang Utama

Kampus Dipati Ukur

Selain Unpad, Universitas Muhammmadiyah Yogyakarta juga mengundang seluruh sivitas akademika untuk berkumpul di Bundaran Air Mancur, Bundaran AR Fachruddin UMY dengan acara bertema Mengawal Demokrasi Indonesia Berkeadaban.

Selanjutnya, Senin (5/2) Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta akan menggelar Seruan Moral Menyelamatkan Demokrasi Indonesia di Halaman Islamic Center Kampus 4 UAD.

Respons Jokowi 

Sementara itu Jokowi tidak banyak komentar menyikapi pernyataan yang dikeluarkan oleh sivitas akademika UGM dan UII.

Presiden yang didampingi Penjabat Gubernur Jateng, Nana Sudjana dan Bupati Wonogiri, Joko Sutopo tak banyak bicara saat dimintai tanggapannya di Pasar Kota Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (1/2024) lalu.

"Itu hak demokrasi ya,” ujar Jokowi sambil tersenyum kecil.

Mantan Gubernur DKI dan Wali Kota Solo itu terus berlalu meninggalkan wartawan untuk menyapa pedagang dan warga yang berada di Pasar Kota Wonogiri.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai kritikan terhadap Presiden Jokowi adalah vitamin untuk melakukan perbaikan.

Ari menilai, perbedaan pendapat dan pilihan politik adalah sesuatu yang wajar, terlebih terjadi jelang Pemilu. (uws/tribunnetwork)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved