Berita Nasional Terkini

Sepanjang Tak Ada Laporan, KSAD Anggap Pernyataan Megawati soal TNI Intimidasi Rakyat Mengada-ada

KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak menilai bahwa pernyataan Megawati soal TNI mengintimisasi rakyat mengada-ada.

Editor: Doan Pardede
(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak (berdiri paling depan) saat memberikan keterangan pers di Balai Kartini, Jakarta, Senin (5/2/2024). 

TRIBUNKALTIM.CO - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menilai bahwa pernyataan Megawati soal TNI mengintimisasi rakyat mengada-ada.

Alasannya, hingga kini tak ada peristiwa atau kejadian TNI melakukan intimidasi terhadap rakyat selama masa Pemilu 2024.

Maruli mengatakan, anggapan ketiadaan tersebut lantaran belum ada laporan terkait dugaan intimidasi dilakukan oleh TNI.

Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri yang menyerukan agar TNI dan Polri tidak melakukan intimidasi kepada rakyat.

Baca juga: Terjawab Kapan Rekrutmen/Pendaftaran TNI AD 2024 Dibuka? Berikut Link Daftar dan Syaratnya

"Ya kalau pendapat saya sih, kalau memang tidak ada hal yang dilaporkan, saya menganggap itu tidak ada," kata Maruli ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Maruli menyatakan bahwa selama ini jajarannya juga memproses anggota yang diduga tidak netral dalam pemilu.

Ia mencontohkan terkait Pakta Integritas soal dukungan ke calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Pakta Integritas yang dimaksud, yaitu yang diteken Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Moso dan Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Papua Barat Brigjen TNI KSP Silaban itu viral di media sosial.

"Baru lihat surat saja kita langsung panggil, apalagi kalau ada yang punya video, ada bukti lain ya mungkin akan kita tindaklanjuti sesuai bidang kami di Angkatan Darat," jelasnya.

Oleh karena itu, Maruli menyarankan Megawati melaporkan jika memang menyebut ada intimidasi yang dilakukan TNI kepada rakyat selama Pemilu.

Laporan tersebut, kata Maruli, bisa disampaikan langsung kepadanya atau pihak-pihak terkait.

"Kalau memang mau resmi, bisa laporan atau disampaikan, ada kejadian di mana kita akan coba tindaklanjuti nanti," tutur Maruli.

Sebelumnya diberitakan, Megawati menyerukan kepada aparat Kepolisian Republik Indonesia dan TNI untuk tidak lagi mengintimidasi rakyat Indonesia.

Megawati menegaskan, PDI Perjuangan adalah partai politik yang sah dan berhak untuk mengikuti pemilihan umum (pemilu).

"Ingat! Hei polisi, jangan lagi intimidasi rakyatku! Hei tentara, jangan lagi intimidasi rakyatku! PDI Perjuangan adalah partai sah di republik ini," kata Megawati dalam kampanye akbar Ganjar-Mahfud di Stadion Utama GBK, Jakarta, Sabtu (3/2/2024).

Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan putrinya, Puan Maharani mengacungkan salam metal di Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud di GBK, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2/2024).
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan putrinya, Puan Maharani mengacungkan salam metal di Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud di GBK, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2/2024). (Tribunnews.com/ Abdi Ryanda Shakti)

"Artinya diizinkan untuk mengikuti yang namanya pemilu. Pemilihan umum langsung adalah hak rakyat, bukan kepunyaan kalian, ingat!" imbuh dia, seperti dilansir Kompas.com di artikel berjudul "Megawati Sebut Tentara Intimidasi Rakyat, KSAD: Kalau Tak Ada Laporan, Saya Anggap Tak Ada".

Megawati mengaku sudah tidak bersabar lagi karena menurutnya aparat telah dikerahkan untuk mengintimidasi rakyat di masa Pemilu 2024.

Ia menyinggung kasus menjerat politikus Partai Persatuan Indonesia Aiman Witjaksono serta penganiayaan terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Gunungkidul beberapa waktu lalu.

Padahal, hukum semestinya berlaku sama kepada semua warga negara Indonesia, baik itu presiden, menteri, tentara, maupun polisi.

Respons Jenderal Maruli TNI Disebut Main Tambang 

Persoalan lingkungan menjadi topik debat cawapres baru-baru ini.

Termasuk di dalamnya soal tambang ilegal.

Soal ini, Cawapres Mahfud MD menuding aparat enggan menjalankan aturan penegakan hukum, sehingga tambang ilegal merajalela.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak pun tak tinggal diam dan merespon pernyataan Mahfud MD.

Maruli menyatakan, para prajurit atau perwira mereka sudah tak lagi terlibat penambangan ilegal.

Hal itu menanggapi pernyataan cawapres Mahfud MD dalam debat keempat Pilpres 2024 pada Minggu (21/1/2024).

Mahfud MD dalam debat menyatakan tidak mudah memberantas kegiatan penambangan ilegal karena pelakunya dilindungi oleh aparat.

"Aparat juga bisa aparatur sipil ya. Belum lengkap itu.

Jadi kita sulit juga di zaman sekarang ini kalau kita misalnya begitu-begitu masuk video, kita takut sekarang.

Jadi enggak seberani itu lagi kita," kata Maruli dalam jumpa pers di Markas Besar TNI, Jakarta, Senin (22/1/2024).

"Jadi saya bilang gitu, aparat tuh yang mana?" sambung Maruli, seperti dilansir Kompas.com di artikel berjudul "Mahfud MD Ungkap Aparat Terlibat Tambang Ilegal, KSAD: Aparat Tuh yang Mana?"

Baca juga: Survei Tertinggi Capres Terbaru 2024, Elektabilitas Paslon di Jawa Tengah, Jatim, Jabar, DKI Jakarta

Maruli mengatakan, saat ini TNI menegakkan hukum militer terhadap seluruh prajurit dengan tegas dan disertai dengan sanksi berat.

Menurut Maruli, dengan cara itu maka para prajurit dan perwira tidak lagi terlibat dalam aktivitas terlarang seperti pertambangan ilegal.

"Kita sudah mulai. Memang kadang-kadang hukum itu akan taat setelah ada pemaksaan lah.

Koridor ini kan. Kami pun sebetulnya di kondisi itu kira-kira.

Kalau kita bermain tambang begitu-begitu, menjaga-menjaga, difoto, saya yakin responsnya cepat," ucap Maruli.

Maruli justru menyebut kewenangan buat memberikan izin tambang ada di tangan kementerian.

"Yang memberikan secara hukum, secara legalitas. Kami tuh enggak tahu sebetulnya, tapi kalau itu ada arah indikasi ke sana ya silakan dilaporkan," ujar Maruli.

Maruli juga membenarkan laporan tentang keterlibatan anggota TNI dalam menjaga kawasan tambang ilegal beberapa tahun silam.

Akan tetapi, kata dia, para pelakunya sudah diberi sanksi dan saat ini pengaduan terkait kegiatan ilegal itu sudah berkurang.

"Saya kira laporan seperti ini ada bangsa sekitar berapa tahun yang lalu. Tentara ikut dalam penambangan-penambangan ini," ujar Maruli.

"Itu banyak yang dicabut jabatannya, anggota-anggota juga banyak.

Sehingga menurut apa yang kita dapatkan informasi sekarang ini sangat berkurang drastis untuk yang mengurus-mengurus hal tersebut," sambung Maruli.

Pernyataan Mahfud MD di Debat Cawapres

Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD dalam debat capres keempat menyatakan tidak mudah bagi pemerintah buat menyelesaikan sengketa tanah adat dan kegiatan pertambangan ilegal.

Menurut Mahfud, berdasarkan rekapitulasi yang dibuat oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dari 10.000 pengaduan itu 2587 adalah kasus tanah adat.

"Jadi ini memang masalah besar di negeri ini.

Ada orang yang mengatakan aturannya kan sudah ada, tinggal laksanakan, enggak semudah itu. Justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan.

Akalnya banyak sekali," kata Mahfud dalam debat Cawapres, Minggu (21/2024).

Mahfud kemudian bercerita bahwa ada banyak pemalsuan tanah izin tambang yang izinnya dicabut oleh Mahkamah Agung, tapi tidak dilaksanakan.

"Itu empat hari yang lalu, ketika kami ketemu di KPK, saya ulangi.

KPK mengatakan, itu banyak tuh penguasaan tanah, izin-izin tambang sudah dicabut, pengalaman saya, ada yang sudah dicabut oleh Mahkamah Agung tidak dilaksanakan sampai satu tahun setengah," ujarnya.

"Ada perintah dari Mahkamah Agung itu IUP yang di sana dicabut, ini vonis sudah inkrah, satu setengah tahun tidak jalan," ucapnya.

Mahfud mengatakan, untuk mengatasi masalah tersebut, ia pun akan menertibkan birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum.

Baca juga: Tangis Haru Luhut Binsar Pandjaitan Hadiri Pelantikan Maruli Simanjuntak Sebagai KSAD

"Kalau ditanyakan apa yang harus kita lakukan, strateginya penertiban birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum," ujarnya.

"Karena kalau jawabannya laksanakan aturan itu normatif, jadi kalau aparat penegak hukum orang paling atas yang bisa memerintahkan siapa pimpinan penegak hukum itu," ucap Mahfud.(*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved