Horizzon

Mimpi 100 Tahun Balikpapan 'Ditumpahkan' Rahmad Mas’ud di Meja Makan

Mimpi 100 tahun Balikpapan ditumpahkan Walikota Rahmad Mas’ud di meja makan, simak ulasannya berikut ini.

|
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Diah Anggraeni
Tribun Kaltim
Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim. 

Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim

TAMU istimewa mesti kita terima di tempat istimewa. Dan itulah kesan kentara yang melekat ketika Rahmad Mas’ud, Walikota Balikpapan menerima kunjungan kru redaksi Tribun Kaltim di Rumah Jabatan Walikota Balikpapan, Jumat (9/2/2024) siang.

"Rasanya pas kalau kita ngobrolnya sambil makan siang. Selain santai, pasti akan banyak yang bisa didiskusikan dibanding kalau bicara formal," kata Rahmad Mas’ud dengan akrab.

Sejujurnya, sebelum sampai ke rumah jabatan, sebagaimana yang telah dijadwalkan, tanpa sengaja kita sudah bertemu dengan orang nomor satu di Balikpapan ini di Masjid Madinatul Iman, Islamic Center Balikpapan.

Kebetulan kru Tribun Kaltim dan Rahmad Mas’ud memilih masjid yang sama untuk menunaikan salat Jumat.

Di masjid itulah kita juga kembali melihat sosok Rahmad Mas’ud yang sesungguhnya.

Yang perlu dicatat adalah, apa yang dilakukan Rahmad Mas’ud adalah kebiasaan baik yang sudah dilakukan jauh sebelum ia menjadi pejabat publik.

Tidak perlu diperjelas, kiranya publik Balikpapan sudah tahu semua apa yang dilakukan Rahmad Mas’ud setiap usai salat Jumat atau kesempatan-kesempatan tertentu.

Baca juga: Raung Sirene Demokrasi dari Bulaksumur

Kembali ke meja makan yang sudah lengkap dengan menu makan siang.

Tak terasa, sambil menyantap makan siang dengan menu 'keras' seperti kepiting, udang, dan juga ada buncis goreng, kita semua terlena dalam obrolan santai penuh makna.

Bukan berarti tidak ada perdebatan dalam dialog di meja makan tersebut.

Bahkan dalam satu pembicaraan, Rahmad Mas’ud pun harus mengalah pada satu konsepsi di mana ia mengaku sebagai pribadi yang tidak 'seksi' di sosial media dan lebih banyak sungkan alias ewuh pekewuh.

Penampilan Rahmad Mas’ud di sosial media yang kita saksikan saat ini rupanya lebih banyak akibat paksaan dari jajarannya sebagai konsekuensi dia sebagai pejabat publik.

Sementara aslinya, ia adalah pribadi yang lebih banyak mengedepankan rasa ewuh pakewuh alias tidak nyaman apabila yang ia lakukan justru membuat orang lain menjadi tidak nyaman.

Singkatnya, boleh jadi Rahmad Mas’ud mungkin tidak pernah tahu ada kosakata dalam filosofi Jawa mikul dhuwur mendhem jero, namun Rahmad Mas’ud menjalankan maknanya dengan khatam.

Ia ingin menempatkan siapapun, utamanya pemimpin-pemimpin sebelum dirinya adalah orang yang telah banyak berjasa terhadap Balikpapan.

Boleh jadi lantaran pembawaan ini juga yang membuat Rahmad Mas’ud seringkali memilih diam ketika kebijakan yang diambil menimbulkan kontroversi atau lebih tepatnya reaksi negatif dari publik.

Satu di antaranya adalah proyek DAS Ampal yang membuatnya memilih menelan semua 'hujatan' yang diberikan oleh sejumlah pihak.

Baca juga: Ironi Demokrasi Basa-basi

Tribun Kaltim mencoba memancing tema ini dengan visi besar di balik DAS Ampal secara konsepsi yang visioner, namun ada kendala di beberapa hal teknis.

Kenapa seorang walikota tidak menjawab ide besar di balik proyek DAS Ampal untuk mengakhiri polemik?
Jawaban Rahmad Mas’ud sungguh di luar perkiraan.

Ia mengaku sengaja diam dan menelan semua kritikan itu demi sebuah keyakinan tentang visi besarnya tentang Balikpapan.

Intinya, proyek DAS Ampal adalah soal keberanian untuk melakukan sesuatu demi Balikpapan lebih baik. Dan itu seyogyanya sudah dilakukan jauh-jauh hari.

Ia hanya berjanji pada saatnya akan menjelaskan kepada publik tentang apa yang dicita-citakan jika waktunya sudah tepat.

Mungkin Rahmad Mas’ud paham, jika dia standing saat ini, esensi dari proyek DAS Ampal akan tenggelam oleh perspektif negatif yang menjadi narasi umum di publik.

Tak ketinggalan, Rahmad Mas’ud juga menumpahkan cita-cita besarnya untuk Balikpapan dan Kalimantan Timur yang pernah ia rangkum dalam kisah 'Mimpi 100 Tahun Balikpapan.'

Ia berkisah tentang bagaimana ia meramu sejumlah mimpi masyarakat Balikpapan melalui inovasi yang pernah ia buat dalam lomba menulis tentang mimpi masyarakat Balikpapan 100 tahun ke depan.

Rahmad Mas’ud rupanya mencatat betul banyak mimpi yang dituangkan dalam inovasi lomba menulis yang ia lakukan.

Dari itu juga Rahmad Mas’ud membawanya dan menuangkan ke dalam visi-misinya saat mendedikasikan diri sebagai nakhoda Kota Balikpapan.

Baca juga: Netralitas yang Sudah Berubah Makna

Dalam 'Mimpi 100 Tahun Balikpapan' tersebut ia menyinggung soal IKN.

Menurutnya, pembangunan IKN menjadi bagian dari salah satu mimpi Balikpapan yang di dalamnya pernah ada idiom tentang 'Basampan' yang dimaknai sebagai Balikpapan, Samboja, dan Penajam.

Basampan adalah sumbu kuat tentang segitiga emas yang akan menjadi pusat ekonomi.

Mimpi itu rupanya yang saat ini tengah dibangun secara nyata di mana IKN ada di kawasan segitiga emas ini.

Belum cukup, di dalam daftar 'Mimpi 100 Tahun Balikpapan' juga muncul idiom 'Mabalu', di mana dimaknai sebagai Mamuju, Balikpapan, dan Palu.

Menurut Rahmad Mas’ud, ini merupakan penjabaran dari bagaimana secara geografis pemilihan lokasi IKN adalah tepat yang akan mengembangkan potensi di segitiga emas Balikpapan, Palu dan Mamuju.

Posisi ini menurut Rahmad Mas’ud menjawab bahwa IKN jika dilihat dari filosofis, geografis, ekonomi, dan juga mitologis tak perlu diperdebatkan lagi.

"Semua itu adalah mimpi dari Balikpapan jangka panjang yang harus kita wujudkan. Untuk itu, kita tidak perlu menghabiskan energi untuk menanggapi hal-hal yang boleh dibilang tidak terlalu urgent. Kita harus fokus bagaimana membuat Balikpapan ini menjadi ibu kota provinsi, tapi Balikpapan harus menjadi 'ibu kotanya' Indonesia dan bahkan dunia," kata Rahmad Mas’ud.

Baca juga: Sakit Menahun Demokrasi Indonesia

Akhirnya lebih dari dua jam santap makan siang di ruang makan Rumah Jabatan Walikota Balikpapan tersebut membuat kita 'kenyang' dengan pemahaman lebih esensial dari visi yang dimiliki seorang Rahmad Mas’ud.

Namun pemahaman tersebut tentu harus dijabarkan secara baik agar publik juga bisa ikut memahami dengan gaya dan bahasa yang lebih membumi dan dipahami oleh publik kebanyakan.

Dirgahayu Kota Balikpapan. Memasuki usia ke 127 tahun, kita semua punya tanggung jawab bersama untuk mewujudkan Kota Balikpapan sebagai Kota Minyak yang selalu Beriman, Bersih Indah, Aman dan Nyaman. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengapa Rakyat Mudah Marah?

 

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved