Pilpres 2024

Dirty Vote Trending, 3 Pakar Hukum Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu 2024, Respons TKN Prabowo-Gibran

Film Dirty Vote trending X. 3 pakar hukum ungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024 di era Pemerintahan Jokowi. Respons TKN Prabowo-Gibran

Penulis: Aro | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
Twitter DirtyVote/Media Center TKN Prabowo Gibran
DIRTY VOTE - Cover film Dirty Vote yang jadi trending x. Kanan: TKN Prabowo-Gibran gelar konferensi pers soal film Dirty Vote. Film Dirty Vote trending X. 3 pakar hukum ungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024 di era Pemerintahan Jokowi. Respons TKN Prabowo-Gibran 

TRIBUNKALTIM.CO - Hingga Minggu (11/2/2024) malam, Dirty Vote jadi trending x (dulu Twitter), sebuah film dokumenter di mana 3 pakar hukum mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024 di era Pemerintahan Jokowi.

Film dokumenter Dirty Vote ini dirilis bertepatan dengan masa tenang kampanye Pilpres 2024, Minggu (11/2/2024).

Respons TKN Prabowo-Gibran terkait Dirty Vote yang mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024 di era Jokowi.

Di film Dirty Vote ini, 3 pakar hukum yakni Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, dan Bivitri Susanti mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Baca juga: Trending X Dirty Vote, Film Dokumenter Dugaan Kecurangan Pemilu yang Dirilis Hari Ini, Link Nonton

Baca juga: KPU Diminta Waspada, Pakar Ingatkan soal Potensi Serangan Siber saat Pemilu 2024

Baca juga: Terjawab Petisi 100 Siapa Saja, Laporkan Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 hingga Pemakzulan Jokowi

Koalisi Masyarakat Sipil merilis film dokumenter Dirty Vote menyongsong hari pemungutan suara, tiga hari lagi yakni Rabu 14 Februari 2024. 

Film Dirty Vote ini menceritakan tentang desain kecurangan pemilu yang diungkap oleh tiga pakar hukum tata negara. 

Dokumenter berjudul “Dirty Vote” tayang hari ini mengambil momentum 11.11, yaitu tanggal 11 Februari bertepatan hari pertama masa tenang pemilu dan disiarkan pukul 11.00 WIB di kanal YouTube.

Respons TKN Prabowo-Gibran

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman menuduh film Dirty Vote berisi “fitnah” dan “tidak ilmiah”.

Habiburokhman mempertanyakan keterangan tiga orang pakar hukum tata negara yang diwawancarai dalam dokumenter tersebut.

Film Dirty Vote yang dirilis pada Minggu (11/2/2024) disebut membicarakan dugaan penggunaan instrumen kekuasaan untuk memenangkan paslon tertentu dan “merusak tatanan demokrasi.”

"Jadi saya pikir, memang film ini sengaja didesain, diluncurkan di masa tenang ini, karena cara-cara yang fair untuk bertarung secara elektoral sudah tidak mampu mereka lakukan.

DIRTY VOTE - Trending x (dulu Twitter), Dirty Vote, film dokumenter kecurangan Pemilu yang dirilis hari ini, Tiga ahli hukum Tata Negara mengungkapnya. Link nonton
DIRTY VOTE - Trending x (dulu Twitter), Dirty Vote, film dokumenter kecurangan Pemilu yang dirilis hari ini, Tiga ahli hukum Tata Negara mengungkapnya. Link nonton (Twitter DirtyVote)

Kalau tidak suka dengan salah satu paslon, kan ini event pemilu, ya kita dukung paslon yg lain kita lakukan dengan cara-cara yang sesuai koridor elektoral,” kata Habiburokhman, Minggu (11/2/2024) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv.

"Kami yakin ini pasti nggak laku di hati rakyat. Rakyat sudah tahu, apa yang harus mereka lakukan tanggal 14 Februari mendatang,” lanjutnya.

Baca juga: Pengamat Kritik Alasan Jokowi Antar Cucu saat Kunjungi Hotel Kubu Prabowo-Gibran, Sulit Dibenarkan

Habiburokhman pun menyebut keterangan tiga pakar hukum tata negara tidak ilmiah dan lemah secara argumen.

Politikus Partai Gerindra itu mengkritik keterangan Feri Amsari tentang penunjukkan 20 pj. kepala daerah terkait pemenangan paslon tertentu.

Habiburokhman mempertanyakan bagaimana kepala daerah bisa memastikan pilihan politik warganya.

"Itu kan narasi yang sangat spekulatif yang lemah secara argumen, makanya jauh dari ilmiah. Saya ragukan dia (Feri Amsari) ini doktor apa bukan?

Emang bukan doktor? Oh, belum. Pantas juga, jadi ilmunya belum sampai di tingkatan yang filosofis,” katanya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu pun mempertanyakan keterangan Bivitri Susanti tentang kecurangan pemilu yang disebutnya tidak melampirkan bukti dan status pelaporan.

Habiburokhman juga mempertanyakan keterangan Zainal Arifin Mochtar tentang keterlibatan kepala desa.

"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat.

Namun, kalau kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah,” katanya.

Link Nonton Dirty Vote

Film Dirty Vote persisnya dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tersebut yang membintangi film ini.

Di Dirty Vote, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.

Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo.

Tentu saja penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data.

Baca juga: PDIP Sudah Tak Malu-malu Serang Kebijakan Jokowi hingga Pilpres 2024 yang Berpotensi Curang

Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Sederhananya menurut Bivitri Susanti, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.

“Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung.

Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi.

Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” kata Bivitri dalam keterangannya, Minggu (11/2/2024).

Bivitri mengingatkan, sikap publik menjadi penting dalam sejarah ini.

Apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru?

“Atau kita bersuara lantang dan bertindak agar republik yang kita cita-citakan terus hidup dan bertumbuh. Pilihan Anda menentukan,” katanya.

Pesan yang sama disampaikan oleh Feri Amsari.

Menurutnya, esensi pemilu adalah rasa cinta tanah air.

Menurutnya, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini.

“Dan rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Siap Gugat Jokowi Jika tak Penuhi Somasi, Presiden Didesak Minta Maaf

Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi.

Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat.

Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” jelas Feri Amsari

Dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.

Ini merupakan film keempat yang disutradarainya mengambil momentum pemilu.

Pada 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu di mana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.

Pada 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta.

Dua tahun kemudian, Film Sexy Killers tembus 20 juta penonton di masa tenang pemilu 2019.

Film Sexy Killers membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi – Ma'ruf Amin versus Prabowo-Hatta.

Seyogyanya menurut Dandhy, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.

Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ungkapnya.

Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.

Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira, mengatakan dokumenter ini sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.

Link nonton Dirty Vote

- YouTube >>>

Atau langsung nonton di sini:

Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.

“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” katanya.

20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Baca juga: Apa Itu Politik Gentong Babi? Cek Politisasi Dana Bansos hingga Mahasiswa Teriak Pemakzulan Jokowi

(*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.


Artikel ini telah tayang dan kompas.tv dan Tribunnews.com dengan judul Film Dokumenter Dirty Vote Ceritakan Instrumen Kekuasaan untuk Curangi Pemilu

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved