Pilpres 2024
Sengketa Pilpres di MK Dinilai Sulit Ubah Hasil Pemilu, Zainal Arifin Mochtar Ungkap Penyebabnya
Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi dinilai bakal sulit mengubah hasil Pemilu. Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara ungkap alasannya.
Penulis: Aro | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNKALTIM.CO - Dugaan kecurangan di Pilpres 2024 menjadi sorotan, sementara penghitungan suara real count di KPU masih berjalan.
Sebelumnya, Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) dan TPN Ganjar-Mahfud mengungkap sejumlah dugaan kecurangan Pilpres 2024 dan siap menempuh jalur hukum termasuk ke Mahkamah Konstitusi.
Jika sengketa dibawa ke Mahkamah Konstitusi, akankah mengubah hasil Pilpres 2024, simak penjelasan lengkap dari Zainal Arifin Mochtar, Pakar Hukum Tata Negara Hukum UGM.
Sayangnya, Zainal Arifin Mochtar menyebut mengubah hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 melalui sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjadi suatu tantangan yang sulit.
Baca juga: Viral Umi Pipik Singgung Kecurangan di Hasil Pemilu 2024, Tetap Bangga dengan Capres Pilihannya
Baca juga: Suara Anies Sempat Melonjak di Sirekap lalu Turun Lagi, Drone Emprit Beber Fakta Kejanggalan Sirekap
Baca juga: Sindir Jokowi, Feri Amsari: Kami Dilarang Teriak Curang tapi yang Lain Boleh Teriak Sudah Menang
Selanjutnya, Zainal Arifin Mochtar menjelaskan analisa penyebab dan alasan sengketa Pilpres 2024 di MK sulit mengubah hasil.
Berdasarkan pengalamannya, sidang sengketa Pilpres di MK cenderung lebih memperhatikan aspek formalitas daripada prinsip demokrasi dan integritas konstitusi yang mendasari pemilihan tersebut.
MK seringkali hanya mempertimbangkan aspek formalitas seperti apakah dugaan kecurangan telah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta apakah bukti kecurangan tersebut cukup kuat untuk mempengaruhi hasil Pemilu.
Namun, Zainal Arifin Mochtar mengingatkan bahwa kecurangan tidak selalu terbatas pada hasil rekapitulasi suara oleh KPU.
Ada kemungkinan kecurangan terjadi sebelum pemungutan suara yang juga dapat memengaruhi hasil akhir.
"Fokus MK pada formalitas dalam menangani sengketa Pilpres dapat membahayakan demokrasi, karena hal tersebut mengurangi peran MK sebagai penjaga konstitusi dan hanya berfokus pada angka-angka," ujar Zainal Arifin Mochtar, dilansir dari Kompas.com, Minggu (18/2/2024).
"Sulit bagi MK untuk menentukan dampak signifikan kecurangan terhadap hasil Pemilu, terutama dalam hal kecurangan yang terjadi sebelum pemungutan suara," lanjutnya.
Lebih lanjut, Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa mengubah hasil Pemilu 2024 akan menjadi suatu tantangan yang besar jika MK hanya memperhatikan aspek formalitas.

Untuk mengubah hasil, pemohon harus dapat menyajikan bukti yang cukup kuat untuk mengurangi perolehan suara pasangan Prabowo-Gibran dari hasil hitung cepat.
Zainal Arifin Mochtar menyebut bahwa pemohon harus memiliki data yang menunjukkan bahwa lebih dari 9 persen surat suara diduga dicurangi untuk mengubah hasil hitung cepat Prabowo-Gibran, sehingga memungkinkan Pemilu berlanjut ke putaran kedua.
Baca juga: Bahas Kecurangan Pilpres 2024, Mahfud MD Beberkan Deretan Pilkada yang Dianulir MK Karena Curang
"MK terlalu fokus pada formalitas, sehingga harus ada bukti yang kuat untuk mengubah hasil peringkat dan mengubah dinamika Pemilu ke putaran kedua," ujar Zainal Arifin Mochtar
Kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif
Tim nasional pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas Amin) telah mengumpulkan kecurangan yang terjadi dalam Pilpres 2024.
Dari hasil data tersebut, Timnas Amin menyimpulkan, kecurangan yang terjadi dilakukan secara terstruktur, masif dan sistematis.
Ketua Tim Hukum Timnas AMIN, Ari Yusuf Amir menjelaskan, contoh kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif yakni adanya penggelembungan suara melalui sistem informasi teknologi (IT).
Selain itu, Timnas Amin juga menemukan penggalangan suara oleh kepala desa.
Ari menjelaskan pihaknya sudah menemui kepala desa yang melakukan penggalangan dan masyarakat setempat juga mengakui ada penggalangan suara terhadap pasangan capres-cawapres tertentu.
Menurut Ari, data penggelembungan suara sudah dikumpulkan oleh tim IT forensik Timnas Amin.
Pun, detail daerah dan kepala desa serta kesaksian masyarakat setempat terkait penggalangan suara juga sudah dikumpulkan untuk diungkap di persidangan.
Salah satu tempat yang diduga menjadi lokasi penggalangan suara yakni di Sampang, Madura, Jawa Timur.
Di daerah itu, Ari menyebut tidak ada pemilihan, tetapi surat suara sudah tercoblos semuanya.
Baca juga: Kubu AMIN dan Ganjar-Mahfud Bersatu Lawan Prabowo-Gibran, Temukan 9 Dugaan Kecurangan Pilpres 2024
"Ada juga kepala desa mengkondisikan KPPS dengan cara politik uang, pengarahan dan macam-macam modus sudah kami dapatkan.
Semua sudah kami dapatkan buktinya," ujar Ari dalam program Kompas Petang, (17/2/2024) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv.
Lebih lanjut, Ari menjelaskan, Timnas Amin akan menempuh jalur hukum yang ada, bahkan hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jika dalam persidangan nanti memang terbukti ada kecurangan yang terstruktur, masif dan sistematis, maka keputusan sepenuhnya diserahkan kepada Bawaslu ataupun hakim konstitusi, apakah nantinya Pemilu 2024 diulang atau adanya diskualifikasi dari hasil Pemilu 2024.
"Mengenai hasilnya kita serahkan ke MK, karena itu amanat konstitusi. Apakah didiskualifikasi, atau Pemilu ulang dan sebagainya, silakan hakim MK yang memutuskan," ujar Ari.
Hal serupa juga disampaikan kubu paslon nomor urut 03, Ganjar-Mahfud.
Siap Tempuh Seluruh Jalur Hukum
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan menempuh seluruh jalur hukum agar setiap dugaan pelanggaran pemilu dan kecurangan Pemilu dapat terungkap.
Ketua Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menjelaskan, upaya hukum yang dilakukan tidak hanya ke Bawaslu, tapi juga ke kepolisian untuk mendalami dugaan tindak pidana yang terjadi.
Bahkan tidak menutup kemungkinan upaya hukum yang dilakukan TPN Ganjar-Mahfud dilakukan hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Todung, langkah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa Pilpres ke MK memang masih terlalu dini untuk dibicarakan.
Sebab hasil rekapitulasi surat suara Pemilu masih berjalan.
Namun jika TPN Ganjar-Mahfud dihadapkan untuk mengambil langkah hukum ke MK, maka jalan tersebut akan ditempuh.
"Dalam hal sengketa Pilpres, pilihan kita konstitusional adalah mengikuti jalan konstitusional.
Baca juga: Rangkuman Film Dirty Vote yang Viral Jelang Pilpres, Bahas Dugaan Kecurangan Pemilu 2024
Jalan konstitusional itu adalah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa pilpres ke MK," ujar Todung saat jumpa pers di di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jumat (16/2/2024).
"Kita ingin membangun sistem pemilu yang betul-betul bersih, transparan, jujur, adil, dan bertanggung jawab kepada publik, dan satu-satunya jalan adalah kita harus pergi ke MK," sambung Todung seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv.
Lebih lanjut Todung menjelaskan, jika nantinya TPN Ganjar-Mahfud mengambil langkah hukum di MK, pihaknya meminta Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak ikut dalam sidang sengketa Pilpres.
Dasar permohonan ini lantaran Anwar punya benturan kepentingan dengan pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Di sisi lain, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam putusannya menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat dan perilaku hakim konstitusi, serta menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK.
"Saya kira Anwar Usman tidak punya hak untuk ikut menyelesaikan sengketa pilpres karena sudah ada keputsan MKMK.
Karena di situ ada benturan kepentingan Anwar Usman sebagai anggota majelis hakim di MK," ujar Todung.
Syarat Mengajukan Sengketa Pilpres
Adapun sengketa hasil Pemilu diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Di Pasal 74 ayat (3) permohonan sengketa Pemilu hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3x24 jam sejak KPU mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional.
Dalam Pasal 75 UU MK, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang permohonan sengketa Pilpres tentang kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon.
Kemudian perrmintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.
Waktu MK dalam melakukan sidang sengketa Pilpres yakni 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal Pilpres.
Baca juga: 4 Kecurangan Ditemukan TKN Prabowo-Gibran di Masa Tenang Pemilu 2024, Ada Amplop Berisi Rp 63 Juta
(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Sebagian dari artikel ini telah tayang di Tribuntoraja.com di artikel berjudul Ahli: Sengketa Pilpres di MK Bakal Sulit Ubah Hasil Pemilu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.