Sidang Kasus Pembunuhan Sadis Babulu
Keluarga Korban Pembunuhan Satu Keluarga di Babulu PPU Minta Junaedi Dihukum Mati
Putut Sunaryo, meminta agar hakim Pengadilan Negeri Penajam Paser Utara menjatuhkan hukuman mati kepada Junaedi (18), terdakwa kasus pembunuhan sadis
Penulis: Nita Rahayu | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Dengan bibir bergetar menahan amarah, Putut Sunaryo (33), adik dari Waluyo yang merupakan korban pembunuhan sadis Junaedi, mengungkapkan harapan.
Putut Sunaryo, meminta agar hakim Pengadilan Negeri Penajam Paser Utara menjatuhkan hukuman mati kepada Junaedi (18), terdakwa kasus pembunuhan sadis di Babulu Laut, Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Proses persidangan terdakwa Junaedi telah berlangsung di Pengadilan Negeri Penajam Paser Utara, Selasa (27/2/2024).
Putut Sunaryo tidak sendiri, ia dan keluarga lainnya sengaja datang ke PN Penajam Paser Utara untuk mencari keadilan.
Baca juga: Junaedi Pembunuh Satu Keluarga di PPU Ditaruh Terpisah Saat Persidangan Pemeriksaan Saksi
“Saya dan kami semua meminta pelaku dihukum mati. Itu minimal, dan jujur saja itu belum sebanding dengan apa yang dia lakukan,” kata Putut.
Putut adalah adik kandung dari Waluyo, korban pembunuhan di Babulu Laut Penajam Paser Utara pada Selasa 6 Februari 2024.

Ia datang dengan memboyong sekitar 30 orang keluarganya menggunakan mobil, sejak pagi.
Berharap diizinkan masuk ke dalam ruangan sidang, dan menyaksikan langsung proses tersebut.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kasus Pembunuhan Satu Keluarga di Kecamatan Babulu PPU Disidang Hari Ini
Namun, karena terbentur aturan ia dan keluarganya hanya bisa duduk di pelataran gedung pengadilan.
Jangankan pihak keluarga, kuasa hukum pun tak mengetahui apa yang terjadi dalam persidangan. Mereka sepenuhnya diwakili oleh jaksa penuntut umum.
Kesaksian Ketua RT Atas Junaedi
Saksi yang masuk ke dalam ruangan sidang juga tak dipertemukan langsung dengan terdakwa Juanedi. Mereka dimintai keterangan mengenai kronologi awal kejadian.
Salah satu yang menjadi saksi pertama yakni Ketua RT 18 Agus Salim. Ia mengaku dimintai keterangan cukup lama, dengan dicecar banyak pertanyaan.
Ia mengatakan bahwa ia diminta untuk menyampaikan kronologis awal kejadian, saat terdakwa mengadu kepada dirinya.
Terdakwa Junaedi pada saat itu mengaku melihat ada pengeroyokan 10 orang dan pembacokan terhadap Waluyo dan istrinya.
Baca juga: Jadwal Sidang Kasus Junaedi Pembunuh Satu Keluarga di Penajam Paser Utara, Tetap Pakai Pidana Anak
“Dia santai saja saat ngomong. Ia mengaku melihat,” ucapnya.
Bahkan menurut Agus, terdakwa awalnya mengaku sudah berusaha membela keluarga Waluyo.
“Dia mengaku di luar rumah ada 3 orang, dia bacok kena satu orang lalu mereka lari,” kata Agus.
Terdakwa juga memberikan keterangan awal kepada dirinya bahwa, 6 orang lainnya keluar dari rumah. Terdakwa mengaku sempat menunjuk kepada enam orang tersebut dan mengancam akan membunuh mereka.
Kemudian enam orang itu menurut terdakwa, minta ampun dan lari. Setelah itu terdakwa pulang mandi dan membangunkan kakaknya lalu lapor kepada dirinya selaku Ketua RT.
Saat menerima laporan, Agus mengaku sama sekali tak menaruh curiga terhadap terdakwa. “Yang ada saya panik,” ujarnya.
Baca juga: Alasan Rumah Keluarga Junaedi Pelaku Pembunuhan Sekeluarga di Penajam Paser Utara Dirobohkan
Kemudian di tengah laporan, Agus pun bergegas menuju ke rumah korban. Bahkan si terdakwa membonceng Agus. Sedangkan kakak terdakwa dibonceng anak Agus.
Saat tiba di rumah korban, Agus membuka pintu dan melihat korban Waluyo sudah tewas.
“Innalillahiwainnailaihirojiun, dan saya teriak sekencangnya,” cerita Agus.
Ia pun memanggil nama istri korban. “Nar, Nar, dua kali saya teriak. Tidak ada suara apa-apa. Akhirnya saya mundur, anak-anak juga mundur. Lalu saya ambil handphone dan lapor ke Polres,” terangnya.
Yang menambah perasaan pilu keluarga korban, karena terdakwa Junaedi sama sekali tak pernah menunjukkan ekspresi atau raut wajah menyesal.
Saat berbohong atau berpura-pura menjadi saksi, Junaedi juga tampak tenang dan turut menyaksikan kepanikan keluarga korban di lokasi kejadian.
Perjuangkan Keadilan untuk Keluarga
Ada dilema yang dirasakan kuasa hukum dalam membantu pihak keluarga korban memperjuangkan keadilan.
Terdakwa Junaedi tetap ditangani sebagai anak di bawah umur. Regulasi mengatur bahwa anak di bawah umur tidak bisa dihukum maksimal.
Sedangkan tuntutan keluarga korban, terdakwa tetap harus dihukum mati, itupun masih tak cukup adil bagi mereka.

“Ini luka mendalam bagi keluarga korban, kehilangan lima nyawa dan tiga anak dibawah umur, kita memahami ketentuan pidana anak, hukuman mati tidak sebanding satu nyawa dan lima nyawa dihabisi secara sadis,” terang Kuasa Hukum Korban, Asrul Paduppai.
Melalui kuasa hukum, keluarga korban mengharapkan tuntutan mereka dipenuhi. Jika Majelis Hakim terbentur beberapa pertimbangan, maka hati nurani hakim lah yang diharapkan menjadi dasar pemberian vonis.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Satu Keluarga di Babulu PPU P21, Ada Keinginan Junaedi Berbuat Kejahatan
Jika dikabulkan tuntutan hukuman mati, maka akan menjadi yurisprudensi apabila terjadi kasus yang sama di kemudian hari.
“Kita memberikan padanan bahwa dengan menghadirkan kriminolog, sehingga pertimbangannya juga bisa memberikan semacam wawasan," katanya.
"Atau nurani hakim bisa melihat dampak begitu mendalamnya kesedihan dan luka keluarga,” pungkasnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.