Ibu Kota Negara
Otorita IKN Nusantara Bantah Penggusuran Rumah Warga Semena-mena, Ada Surat yang Statusnya Gugur
Otorita IKN Nusantara bantah penggusuran rumah warga semena-mena. Ada surat yang statusnya gugur.
TRIBUNKALTIM.CO - Simak informasi seputar Pilpres 2024 terkini.
Terbaru, Otorita IKN Nusantara bantah penggusuran rumah warga semena-mena.
Cek juga ada surat perihal polemik dukungan warga PPU yang statusnya gugur.
Ya, Otorita Ibu Kota Nusantara memastikan tidak ada penggusuran semena-mena di IKN, Kalimantan Timur.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat OIKN Alimuddin sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (15/3/2024).
Selengkapnya ada dalam artikel ini.
Baca juga: Respons AHY soal Nasib Masyarakat Adat Desa Pemaluan, 249 Bangunan di IKN Nusantara Bakal Dirobohkan
Baca juga: Jokowi dan Beberapa Menteri Tinggal di IKN Nusantara Mulai Juli, Basuki Bocorkan Siapa Tetangganya
Baca juga: Blak-blakan Menteri Basuki: Beber Keluhan Investor IKN Nusantara hingga Protes Luhut Soal Rumah
“Hak-hak adat dilindungi di IKN, tidak ada penggusuran semena-mena,” ucap Alimuddin.
“Masyarakat dilindungi, semua dilindungi di IKN. Jadi tidak ada kesemena-menaan.”
Alimuddin menuturkan, masyarakat di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, mendukung pembangunan IKN.
“Tidak ada, sudah gugur surat itu, jangan dilebarkan lagi. Kalaupun ada, kita nanti akan lakukan sosialisasi kepada masyarakat dan saya pikir seluruh masyarakat di PPU mendukung IKN,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Alimuddin, OIKN berpegang pada regulasi yang ditetapkan pemerintah, yakni menghormati hak atas tanah masyarakat sebagaimana diamanahkan oleh regulasi tersebut. Secara ketentuan, terdapat tata cara mengenai pembebasan lahan oleh pemerintah, yakni ada ganti uang, ganti lahan, resettlement, dan dua poin penting lagi harus diberikan hak-hak masyarakat.
“Jadi intinya tidak kesemena-menaan dalam pengadaan tanah. Ini masih ada sosialisasi yang mendalam by name by address kita lakukan, walaupun ada sosialisasi oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Bapak Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi bersama saya juga pada Mei 2023, tapi ini kita harus sosialisasi lagi,” jelas Alimuddin.
Selain itu, kata Alimuddin, jika memang ada warga yang lahannya akan dipergunakan untuk fasilitas negara, maka wajib mendukung kebijakan tersebut. Pemerintah tentu saja tidak akan menghilangkan hak-haknya sebagai warga negara.
“Kalau memang (ada warga) kena untuk fasilitas negara, maka setiap warga negara wajib mendukung kebijakan negara tanpa menghilangkan hak-haknya sebagai warga negara. Sudah ada undang-undangnya. Masyarakat adat, saya dan OIKN yang melindungi dan kalau ada masyarakat adat yang digusur, itu hoaks,” ucap Alimuddin.
Baca juga: Siapkan Sektor Pertanian Unggulan, Mahakam Ulu Bisa jadi Penyangga IKN Nusantara
Warga Resah
Dilansir dari Kompas.com, sebelumnya diberitakan, ratusan warga Sepaku, Kabupaten PPU, merasa resah karena rumah dan usahanya akan digusur dan dirobohkan paksa oleh OIKN.
Hal ini menyusul surat dari OIKN yang diterbitkan pada 4 Maret 2024 antas nama Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN, bernomor 179/DPP/OIKN/III/2024 perihal Undangan arahan atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berijin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN.
Dalam surat itu tertulis bahwa berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada Oktober 2023, ratusan rumah warga disebut tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) IKN.
Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN juga mengeluarkan Surat Teguran Pertama No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, bahwa dalam jangka waktu 7 hari agar warga segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.
Terkait isi surat tersebut pun dibahas dalam pertemuan yang digelar pada 8 Maret 2024, dan turut mengundang ratusan warga yang rumahnya dinilai tak sesuai Rencana Tata Ruang IKN.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur Mareta Sari menyampaikan, berdasarkan informasi yang telah dihimpun, terdapat sekitar 200 orang yang menerima surat tersebut yang mayoritas berasal dari Desa Pemaluan.
Surat tersebut juga merupakan yang pertama kali diterima warga. Rentang waktu kedatangan surat dan tanggal pertemuan juga tidak sampai 24 jam atau satu hari.
"Bayangkan saja dalam waktu tidak sampai 24 jam, berdasarkan informasi dari salah satu warga Pemaluan yang kami temui, surat diberikan siang, pertemuannya jam 9 pagi (keesokan harinya), artinya tidak sampai 24 jam warga disuruh memikirkan bagaimana cara merobohkan rumahnya," jelasnya dalam webinar pada Rabu (13/03/2024).
Kendati demikian, OIKN telah menarik surat tersebut dari tangan ratusan warga. Hal itu disinyalir karena melihat adanya gejolak yang luar biasa dari para warga.
"Surat itu membuat keresahan luar biasa, sehingga dugaan kami, pertemuan yang tidak berhasil membuat Otorita IKN meminta kepada para undangan warga yang sekitar 200 orang itu mengembalikan surat dan lampirannya karena kegelisahan yang terjadi di masyarakat," tandasnya.
Menurut dia, kegelisahan warga cukup berasalan. Pasalnya terdapat salah satu keluarga yang ditemui mengaku sudah tinggal di rumahnya sejak tahun 1993.
"Kalau dianggap bangunan ilegal, rumah mereka jauh lebih tua jika dibandingkan sejak penetapan pembangunan IKN. Kedua, mereka tidak pernah diundang dalam penyusunan RDTR," imbuhnya.
Terdapat pula salah satu warga yang menyebut bahwa ia memang tidak memiliki sertifikat tanah. Padahal, mereka setiap kali hendak mengurus sertifikat tanah ditolak karena ada pembangunan IKN.
"Ada juga kejadian kalau tidak salah, mereka mengajukan sertifikat hak milik, tapi yang didapatkan sertifikat hak pakai. Jadi ini juga menjadi problem tersendiri di sana," katanya.
Mareta Sari melanjutkan, warga di Desa Pemaluan merupakan masyarakat lokal yang telah tinggal secara turun menurun.
Sehingga mereka tidak tahu akan pindah ke mana apabila dipaksa angkat kaki dari rumahnya. "Kehidupan (perekonomian) mereka bergantung pada pertanian dan buah-buahan (di sekitar)," tambahnya.
Jamin Tidak Ada "Rempang Kedua"
DEPUTI Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Thomas Umbu Pati memastikan tidak akan ada Rempang Kedua dalam pembangunan IKN.
Thomas menegaskan hal itu saat klarifikasi terkait kabar yang beredar bahwa OIKN memaksa akan merobohkan bangunan milik ratusan warga Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Rabu (13/3/2024).
"Tidak ada Rempang kedua, saya jamin. Hak hukum adat dan masyarakat lokal kami lindungi. Kami tidak pernah menggunakan kekuasaan untuk menghadapi masyarakat sejak awal transisi pembangunan IKN," tegas Thomas.
Terminologi "Rempang kedua" digunakan merujuk pada konflik pemerintah dan masyarakat yang melibatkan aparat keamanan terkait pembangunan proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Oleh karena itu, Thomas memastikan, penyelenggaraan pembangunan IKN yang merupakan kota terencana (city by plan) harus konsisten dan sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang telah ditetapkan.
Tidak hanya di dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), juga Kawasan IKN (KIKN), dan kawasan di wilayah IKN. Penegakkan RDTR ini sudah dilakukan sejak masa transisi pada 10 dan 11 Mei Tahun 2023 lalu.
OIKN juga telah menjalin komunikasi, koordinasi, dan konsultansi dengan pemerintah daerah setempat dalam hal ini Bupati PPU, hingga ke perangkat yang lebih rendah seperti desa dan kelurahan untuk bersama-sama menjaga ketentraman dan ketertiban umum di wilayah IKN.
"Hal ini demi ketentraman dan ketertiban. Di luar, IKN menjadi sorotan hampir semua pihak, termasuk presiden dan pejabat pemerintahan. Bagaimana pengaturan terkait tata kota," ujar Thomas.
Menurutnya, ada dua hal utama yang menjadi persoalan terkait pembangunan kawasan di sekitar IKN yakni perizinan dan disiplin tata ruang (penegakkan RDTR).
Perizinan sudah disosialisasikan di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa.
Bahkan, sosialisasi ini melibatkan tohoh masyarakat adat yang ada di Kabupaten PPU dan Kutai Kartanegara (Kukar) sebagai dua wilayah yang terdampak pembangunan IKN.
Dalam proses sosialisasi ini, OIKN mengidentifikasi properti tanpa izin yang mencakup rumah tinggal 163 unit di empat kelurahan (Argo Mulyo, Pemaluan, Sukaraja, dan Bumi Harapan), ruko 24 unit, rumah makan 22 unit, kios 85 unit dengan total 294 unit yang dibangun sebelum dan pasca-IKN.
Thomas mengeklaim, telah mendatangi satu per satu pemilik properti by name by address, seraya mengacu pada RDTR.
Pihaknya meminta agar penyelenggaraan pembangunan di wilayah IKN, telah mendapatkan perizinan dari OIKN.
Hal ini karena wilayah IKN telah terbagi struktur dan pola ruangnya, sehingga tidak ada lagi di kemudian hari bangunan-bangunan kumuh, dan liar tak berizin.
"Termasuk bangunan properti yang mengambil ruang milik jalan (rumija). Hal ini akan mempersulit jika di kemudian hari terjadi pelebaran jalan, misalnya untuk kepentingan umum," urai Thomas.
Sekali lagi, imbuh Thomas, IKN adalah kota terencana dengan konsep kota cerdas (smart city) yang dibangun untuk menyejahterakan semua.
Sementara Sepaku, wilayah yang akan ditertibkan perizinan dan tata ruangnya merupakan kota eksisting.
Untuk tertib tata ruang, apa pun itu jenis bangunannya, OIKN memastikan akan mengacu pada Undang Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
"Kami melaksanakan prinsip Rechtsstaat (negara konstitusional), bukan Machstaat (negara kekuasaan)," imbuh Thomas.
Tidak menggusur Terkait dua surat yang diinterpretasikan publik bahwa OIKN akan menggusur paksa ratusan bangunan milik warga, Thomas menjamin tidak akan terjadi.
Dua surat tersebut masing-masing dikeluarkan 4 Maret 2024 Nomor: 179/DPP/OIKN/III/2024 perihal Undangan arahan atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berijin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN pada 4 Maret 2024, yang berisi bahwa berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada Oktober 2023, ratusan rumah warga disebut tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) IKN.
Kemudian Surat Teguran Pertama No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, bahwa dalam jangka waktu 7 hari agar warga segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.
Terkait isi surat tersebut pun dibahas dalam pertemuan yang digelar pada 8 Maret 2024, dan turut mengundang ratusan warga yang rumahnya dinilai tak sesuai Rencana Tata Ruang IKN.
"Kami tidak akan menggunakan kekuasaan untuk menggusur warga. Tapi kalau menegur iya. Karena kami sudah melakukan identifikasi, inventarisasi, sosialisasi, komunikasi, bahwa kami mau menertibkan," papar Thomas.
Dia pun menjadwalkan pertemuan dan dialog lanjutan dengan warga pekan depan untuk mencari solusi terbaik, tanpa merugikan masyarakat, dan menjamin tidak akan ada masalah atau apa pun narasi negatif lainnya. (*)
Ikuti berita mebarik lainnya di saluran whatsapp dan google news Tribun Kaltim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.