Berita Nasional Terkini

Akhirnya Metode Pemilihan Gubernur Jakarta di RUU DKJ Terjawab, Beda dengan Pilgub DKI 2017 Lalu

Akhirnya metode pemilihan Gubernur Jakarta di RUU DKJ terjawab, beda dengan Pilgub DKI 2017 lalu

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kompas.com/Garry Lotulung
Ilustrasi. Aktivitas warga berjalan di jalur pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu, (16/2/2022). Akhirnya metode pemilihan Gubernur Jakarta di RUU DKJ terjawab, beda dengan Pilgub DKI 2017 lalu 

TRIBUNKALTIM.CO - Polemik metode pemilihan Gubernur Jakarta di Rancangan Undang Undang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ, akhirnya terjawab.

Pemerintah, DPR dan DPD akhirnya menyepakati metode pemilihan Gubernur Jakarta setelah tak lagi menjadi Daerah Khusus Ibukota atau DKI.

Sebelumnya, polemik muncul lantaran RUU DKJ memuat klausul Gubernur Jakarta akan dipilih oleh Presiden.

Terbaru, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyepakati muatan tentang kepala daerah di Daerah Khusus Jakarta (DKJ) tetap dipilih melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Baca juga: Asa Anies dan Ganjar ke Putaran 2 Sirna, Yusril Pastikan Prabowo-Gibran Menangi Pilpres 1 Putaran

Pilkada di DKJ juga tidak akan sama dengan Pilpres 2024, yakni menggunakan sistem perhitungan 50 plus satu.

Melainkan, gubernur dan wakil gubernur DKJ akan langsung terpilih jika meraih suara terbanyak.

Hal ini terjadi dalam rapat panitia kerja (panja) Baleg DPR bersama pemerintah dan DPD membahas draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), Senin (18/3/2024).

"Di UU DKI sekarang, pemenang Pilkada itu sama dengan pemenang Pilpres, 50 plus 1.

Sekarang, di usulan pemerintah, tidak menyebut 50 plus 1, itu artinya sama dengan pilkada-pilkada yang lain.

Suara terbanyak," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas dalam rapat.

Supratman menjelaskan bahwa usulan pemerintah itu tentu sudah mempertimbangkan dan menyangkut potensi terjadinya pembelahan di masyarakat apabila Pilkada berlangsung dua putaran.

Dia lantas menyinggung pelaksanaan Pilgub DKI 2017 yang berlangsung dua putaran.

"Sekarang konsekuensinya, siapa yang pemenang langsung selesai.

Begitu ya pemerintah? Silakan dijelaskan," ujar Supratman.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro dalam argumentasinya mengungkapkan bahwa pemerintah memandang penting berlangsungnya Pilkada ke depan.

Pemerintah, menurut dia, memandang pemilihan langsung oleh rakyat harus tetap dipertahankan.

"Pemilihan langsung oleh rakyat harus dipertahankan dan dikonkretkan sebagai penghargaan tertinggi atas aspirasi daerah untuk memilih kepala daerahnya berdasarkan asas demokrasi," ujar Suhajar.

Oleh karena itu, Suhajar mengatakan bahwa Pilkada DKJ bakal mengikuti aturan Pilkada yang ada selama ini.

Dia pun membenarkan pernyataan Supratman bahwa pemilik suara terbanyak dalam Pilkada adalah pemenangnya.

"Jadi, satu kali pemilihan, pemilik suara terbanyak adalah pemenangnya," kata Suhajar.

"Setuju ya? Setuju?" lanjut Supratman sembari mengetuk palu tanda persetujuan bersama.

Baca juga: Hasil Rekapitulasi Pilpres 2024 Hari Ini, Suara AMIN Menurun Ganjar Bukan 16 Persen, Sisa 5 Provinsi

Respons Anies Baswedan Soal Dewan Aglomerasi

Terbaru, Anies Baswedan, mengkritik RUU DKJ yang mengatur wakil presiden sebagai pemimpin Dewan Aglomerasi Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menilai, membuat aturan dan badan baru terkait aglomerasi adalah sesuatu yang belum tentu bisa menyelesaikan masalah di Jabodetabek.

"Kadang-kadang kita membuat lembaga baru, tapi lembaga ini belum tentu menyelesaikan masalah yang sesungguhnya ada," katanya saat ditemui di Graha CIMB Niaga, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).

Anies kemudian mengusulkan agar pembuatan undang-undang termasuk rencana membuat Dewan Aglomerasi yang dipimpin wapres dikaji secara mendalam.

Proses RUU DKJ harus dari bawah ke atas dengan cara mengumpulkan kepala daerah yang mengelelola wilayah Jabodetabek.

"Tanyakan apa yang menjadi kebutuhannya, dari situ Undang-Undang ini dibuat menyesuaikan," tuturnya.

Sebagai informasi, Draf RUU DKJ disusun menyusul pindahnya ibu kota negara ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur.

Draf RUU DKJ mengatur sejumlah hal, termasuk pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi yang bertugas mengoordinasikan penataan ruang kawasan strategis nasional pada kawasan aglomerasi.

Dewan ini juga bertugas serta mengoordinasikan, memonitor, dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana induk oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Pasal 55 Ayat (3) RUU DKJ menyebutkan, Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden.

Adapun yang dimaksud dengan kawasan aglomerasi meliputi wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.

Baca juga: Dugaan Cawe-Cawe Jokowi di Pilpres 2024 Jadi Sorotan di Sidang PBB, Timnas AMIN: Harusnya Malu

Usulan PKS

Rapat panitia kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Jumat (15/3/2024) memunculkan usulan agar Jakarta tetap menjadi ibu kota Negara, dalam hal ini ibu kota legislatif.

Usulan itu dimunculkan oleh anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hermanto.

Awalnya, Hermanto menyarankan agar tanda kekhususan Jakarta bisa dilihat dari sisi legislatif.

"Saya sarankan supaya kekhususan DKI ini kita ambil saja dari fungsi legislatif, karena bangunan DPR ini lebih megah.

Lebih mewah dibandingkan dengan bangunan legislatif di negara yang pernah kita kunjungi gitu.

Sehingga kita konsentrasi ibu kota negara yang di IKN (Nusantara) itu adalah ibu kota negara eksekutif," kata Hermanto dalam rapat.

Sementara itu, dia mengatakan bahwa ibu kota yudikatif untuk sementara waktu berada di Jakarta sembari pemerintah menentukan daerah yang tepat.

Hermanto mengatakan, usulannya itu disampaikan karena melihat dinamika rapat Panja Baleg yang membicarakan kekhususan Jakarta berlangsung alot.

Ditambah lagi, menurut dia, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang dipaparkan justru tak jauh berbeda menempatkan Jakarta dengan daerah lainnya.

"Nah, jadi saya lebih melihat kekhususan Jakarta itu terletak pada soal legislatifnya.

Jadi Jakarta ini kita proyeksikan sebagai sebuah kota negara yang fungsinya itu memproduksi Undang-Undang.

Nah, jadi nanti titik pertemuan antara fungsi-fungsi negara tadi itu termasuk pemerintah ketemu di DPR ini di Jakarta," ujar Hermanto.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menilai usulan Hermanto sangat progresif.

Dia pun bertanya apakah bisa ibu kota di Indonesia dibagi menjadi tiga.

Baca juga: Peluang Terbuka, Bocoran Aburizal Bakrie Agar Jokowi atau Gibran Bisa jadi Ketum Golkar: Ubah AD/ART

"Ada ibu kota legislatif supaya legislatif itu ada di Jakarta, yang kelihatannya Pak Hermanto enggan untuk pindah ke IKN umpamanya begitu hahahaha," ujar Supratman berkelakar.

"Ya kan? Tapi menurut saya itu sebagai ide dalam diskursus itu bagus, Pak mungkin nanti ada ibu kota yang yudikatif, semua pengadilan ada di situ, suatu saat bisa, Pak," kata politikus Partai Gerindra ini lagi. (*)


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Baleg, Pemerintah, dan DPD Sepakat Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Suara Terbanyak"

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved