Jejak Islam di Bumi Etam

Jejak Islam di Bumi Etam 9 - Pangeran Noto Igomo Membuka Perkebunan Sembari Berdakwah

Sosok Habib Muhammad bin Yahya atau dikenal Pangeran Noto Igomo dikenal sebagai mufti yang masyhur di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martapura.

TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Makam Pangeran Noto Igomo yang dimakamkan berdampingan bersama istrinya, Aji Raden Lesminingpuri di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pangeran Noto Igomo dikenal sebagai salah seorang ulama besar di Kesultanan Kutai Kartanegara yang berdakwah sembari membuka perkebunan. TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO 

Statusnya sebagai menantu dari Sultan Aji Muhammad Alimuddin turut memudahkan Pangeran Noto Igomo untuk berdakwah. Tercatat wilayah dakwahnya tersebar mulai dari Tenggarong hingga kawasan Maloy yang kini berada di Kutai timur. Selain berdakwah, Pangeran Noto Igomo juga membuka wilayah perkebunan baru.

TRIBUNKALTIM.CO - Sosok Habib Muhammad bin Yahya atau dikenal Pangeran Noto Igomo dikenal sebagai mufti yang masyhur di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, pada masa kekuasaan Sultan Aji Muhammad Alimuddin.

Melalui salah satu keturunannya, yakni Habib Mubarak, tim TribunKaltim.co mencoba menggali sosok Pangeran Noto Igomo sebagai ulama yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Kalimantan Timur.

Dikisahkan selama memangku jabatannya, Pangeran Noto Igomo aktif mengajarkan ilmu syariat, tauhid, maupun tasawuf kepada masyarakat.

Kedudukannya sebagai menantu Sultan Aji Muhammad Alimuddin turut memudahkan beliau dalam berdakwah, juga beliau gunakan untuk melakukan ekspansi dakwah dengan membuka wilayah perkebunan. 

Perkebunan yang dibuka di antaranya ada kebun karet di kawasan Gunung Gandek, Tenggarong (sekitar Pasar Tangga Arung), kebun karet di Bukit Jering, Kecamatan Muara Kaman, lalu kebun rotan di kawasan Susuk Sandaran, Kutai Timur, dan kebun kelapa di Pulau Senumpak di seberang Maloy, Kutai Timur.

Di tempat ini pula Pangeran Noto Igomo mengajarkan agama kepada penduduk setempat.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 8 - Kisah Pangeran Noto Igomo, Ulama Besar di Kesultanan Kutai

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 7 - Gelar Raja Berubah jadi Sultan

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 6 - Raja Aji Dilanggar, Ulama Sekaligus Umara di Kutai Kartanegara

Di samping mengurus dan mengajarkan agama, kata Habib Mubarak, beliau juga tak lupa akan memperhatikan masalah kesejahteraan masyarakat.

Pangeran Noto Igomo telah menghabiskan umurnya untuk menuntut ilmu dan mengabdi untuk kepentingan syiar agama Islam, serta untuk kepentingan kemaslahatan umat dan kesejahteraan masyarakat.

Habib Mubarak menuturkan, bahwa Pangeran Noto Igomo dikenal sebagai sosok yang mendakwahkan agama Islam ajarannya Rasulullah SAW.

"Dengan peran ilmu agamanya, beliau merantau ke Kutai Kartanegara tepatnya untuk menyampaikan agama Islam ajaran Rasulullah di Kesultanan Kutai Kartanegara," ujarnya.

Habib Mubarak, salah seorang keturunan langsung Pangeran Noto Igomo saat berada di makam ulama besar Kesultanan Kutai tersebut, Rabu (28/2/2024) di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Habib Mubarak, salah seorang keturunan langsung Pangeran Noto Igomo saat berada di makam ulama besar Kesultanan Kutai tersebut, Rabu (28/2/2024) di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. (TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO)

Berdasarkan riwayat perjalanannya, saat berkunjung ke pedalaman, camat dan para petinggi membantu mengumpulkan penduduk.

Kemudian di situlah beliau menyampaikan dakwah, serta membangun mentalitas masyarakat.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 5 - Raja Pertama Penerima Islam di Kerajaan Kutai

Dalam berdakwah, Pangeran Noto Igomo menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, serta sesuai dengan keadaan masyarakat yang didakwahi.

"Banyak di antara nasihat beliau adalah kondisi tentang keadaan dunia di masa kini dan masa mendatang," kata Habib Mubarak.

"Antara lain tentang perpecahan umat, banyaknya perempuan yang menyerupai laki-laki, beliau juga memberikan nasihat tentang keutamaan shalawat dan pentingnya istiqamah," lanjut Habib Mubarak.

Kemudian terhadap ajaran-ajaran aneh yang muncul di masa mendatang, Pangeran Noto Igomo memberikan nasihat agar janganlah mudah goyah, tapi janganlah pula mencela.

Keteladanan dalam kesehariannya, juga ditunjukkan ketika makan.

Bahwa kebiasaan Pangeran Noto Igomo jika makan adalah menghabiskan makanan di piring dengan cara mencampurkan air, lalu meminumnya hingga tak ada lagi yang tersisa di piring.

Hal ini secara tidak langsung beliau mengajarkan untuk menghindari perilaku mubazir.

Karena mubazir adalah pekerjaan setan.

"Beliau sangat berhati-hati dalam memelihara kehormatan diri, sesuai dengan tuntutan Allah SWT dan Rasulnya Nabi Muhammad SAW. Sikap ini tetap terjaga sampai akhir hayat beliau," tutur Habib Mubarak.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 4 - Berdakwah di Sepanjang Pesisir Kaltim

Sebagai seorang yang alim, sangat banyak keistimewaan yang merupakan karomah-karomah beliau yang pernah disaksikan masyarakat semasa zamannya.

Di antaranya adalah suatu hari di tahun 1945, Habib Qasim Baragbah menginap di rumah Pangeran Noto Igomo.

Setelah shalat dzuhur, beliau bercerita mendapat isyaroh bahwa pendudukan Jepang Insya Allah berakhir bertepatan dengan momen bulan suci Ramadhan pada bulan Agustus.

Benar saja, Jepang kalah dalam Perang Dunia II.

Kekuasaannya tidak lagi mencengkeram Nusantara.

Bahkan, Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 3 - Gelar Tunggang Parangan dari Kerajaan Kutai Kartanegara

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 2 - Adu Kesaktian Berujung Syahadat

Setelah berakhirnya penjajahan Jepang, beliau mengadakan acara syukuran.

Acara ini bertepatan dengan hari kedua Hari Raya Idul Fitri yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat dan ulama dari Samarinda sekitar 200 orang.

Membludaknya para tamu tersebut tidak mencukupi persediaan nasi, sedangkan tidak ada lagi waktu untuk menanak nasi.

Lalu Pangeran Noto Igomo menuju sebuah panci yang tertutup nyiru tempat nasi tersebut.

Sejenak beliau berdoa, kemudian memindahkan tasbihnya dari tangan kanan ke tangan kiri sambil menepuk tutup panci tersebut seraya berkata "ambil nasi yang ada di panci ini tapi jangan melihat ke dalamnya dan jangan berkata-kata."

Subhanallah, hingga akhir acara, nasi yang diambil seakan tidak pernah habis dan Alhamdulillah mencukupi semua tamu yang hadir.

(TribunKaltim.co/Ary Nindita Intan R S)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved