Pilpres 2024

Terjawab Sudah Sikap Anies Baswedan Bila Kalah, Siap Hadiri Pembacaan Hasil Putusan MK Pilpres 2024

Terjawab sudah seperti apa sikap Anies Baswedan bila kalah di Mahkamah Kostitusi (MK), siap menghadiri langsung pengumuman sengketa Pilpres 2024.

Editor: Doan Pardede
KOMPAS TV
HASIL PUTUSAN MK - Capres nomor urut 1, Anies Baswedan usai menghadiri acara berbuka puasa bersama di DPP Partai NasDem, Jakarta, Jumat (22/3/2024). 

Pengamat hukum tata negara Herdiansyah Hamzah Castro menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) perlu melihat masalah proses penyelenggaran Pemilihan Umum (pemilu) dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutuskan hasil sidang sengketa Pilpres.

Adapun RPH dimulai hari ini, Sabtu (6/4/2024), usai MK melaksanakan sidang dan mendengar keterangan para saksi dan ahli, termasuk keterangan empat menteri Presiden Joko Widodo.

Ia mengungkapkan, Mahkamah bisa tidak hanya melihat dari hasil perolehan suara paslon tertentu, melainkan dengan cara apa suara tersebut diperoleh.

Baca juga: Hasto Ngotot Ingin Jokowi Dihadirkan di MK, Bongkar Sisi Gelap Kekuasaan, Bandingkan dengan Megawati

"Perkara pemilu itu menurut saya mesti meletakkan Mahkamah sebagai pihak yang tidak hanya memotret suaranya, tetapi juga memotret bagaimana atau dengan cara apa angka-angka itu diperoleh. Itu menjadi pintu masuk apakah ada atau benar apa yang didalilkan oleh para pemohon 01 dan 03 soal pelanggaran yang bersifat TSM," kata Herdiansyah Hamzah Castro saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/4/2024).

Ia tidak memungkiri, akan terjadi dinamika yang cukup tajam dalam RPH untuk memutus perkara Pilpres 2024.

Sebagian dari 8 hakim yang ikut mengadili, bisa saja menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atau alasan berbeda (concurring opinion).

Terlebih, ketika Mahkamah berusaha memulihkan kepercayaan publik yang sempat hilang atas putusan nomor 90 tahun lalu tentang batas minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden.

"Jadi dinamikanya cukup tajam di dalam RPH hakim ini karena bukan hanya soal substansi yang akan diputuskan tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap Mahkamah," ucap Herdiansyah.

Adapun dalam penentuan keputusan, Mahkamah akan mengacu pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Menurutnya, ada beberapa jenis amar putusan yang bisa saja dikeluarkan MK.

Pertama, MK dapat menyatakan permohonan penggugat tidak dapat diterima karena terdapat masalah dalam persoalan formil, persoalan legal standing pemohon objek yang dimohonkan, dan sebagainya.

Kedua, mahkamah bisa mengabulkan permohonan baik sebagian atau seluruhnya, jika dalil-dalil yang diajukan pemohon dianggap beralasan oleh MK.

"Tetapi kalau kemudian Mahkamah menganggap bahwa dalil-dalil yang dimohonkan oleh para pemohon tidak beralasan, maka permohonan bisa saja ditolak oleh Mahkamah," ucapnya. Di sisi lain, Mahkamah dapat menambahkan amar putusan jika dipandang perlu menurut beleid tersebut.

Termasuk kata dia, amar putusan agar para termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperbaiki kelemahan dalam sistem Pemilu.

"Soal bansos misalnya, bisa saja kemudian Mahkamah menambahkan amar bahwa tidak diperbolehkan pemberian bansos misalnya 6 bulan, sebelum masa pencoblosan. Itu bayangan-bayangan yang bisa saja muncul dalam putusan mahkamah," jelas Herdiansyah.

Baca juga: Beredar Seruan Demo Akbar Kawal Putusan MK 19 April 2024, Gatot Nurmantyo Bantah Terlibat

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved