Berita Kaltim Terkini
2 Peneliti dari Prancis ke Kota Samarinda Kaltim, Gali Info Sejarah Kutai dan IKN Nusantara
Dua peneliti dari Prancis mengunjungi Samarinda untuk menghimpun informasi sejarah Kalimantan Timur
Penulis: Nevrianto | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Dua peneliti dari Prancis mengunjungi Samarinda untuk menghimpun informasi sejarah Kalimantan Timur.
Keduanya adalah Prof. Manuelle Franck dari Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO) dan Prof. Nathalie Lancret dari Centre National de la Recherce Scientifique (CNRS).
Mereka datang bersama peneliti yang diutus oleh Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti Jakarta, Artistika Irmaputri Dhanio, B.Arch., M.Ars. Irma adalah alumnus The University of New South Wales (UNSW) dan Magister Arsitektur Universitas Trisakti Jakarta.
Ketiga peneliti bertemu dengan sejarawan Kalimantan Timur, Muhammad Sarip di Perpustakaan Kota Samarinda, Jalan Kesuma Bangsa, pada Rabu (22/5/2024).
Baca juga: Jalur untuk Pejalan Kaki di IKN Nusantara Dituntaskan, Sudah Ada Jalan yang Mulai Diaspal
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemerintah Kota Samarinda menyediakan fasilitas ruang khusus untuk pertemuan ini.
Di ruang yang sama bulan lalu Sarip bersama Syifa Hajati dari UINSI mengisi workshop sejarah lokal untuk mahasiswa Universitas Mulawarman.
Tiga peneliti mewawancarai Sarip dalam rangka penelitian kolaborasi antara Universitas Trisakti dengan INALCO Prancis.
Tema penelitiannya adalah “Nusantara, Ibu Kota Baru Indonesia, Simbol Indonesia Modern: Produksi Ibu Kota Baru, Wacana, Isu, dan Aktor.”
Khusus untuk Sarip, topik wawancara adalah tentang keterkaitan sejarah Kutai Kartanegara dan IKN.
“Kami sudah menonton tayangan TVRI tentang IKN hasil wawancara Mas Sarip dan Ibu Myrna A Safitri Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN. Tapi terlalu singkat,” ungkap Manuelle Franck.
Sarip pun menjelaskan sejarah Kerajaan Kutai di Kaltim. Mulanya ada Kerajaan Martapura yang didirikan di Muara Kaman, pedalaman Mahakam pada abad ke-4 Masehi.
Baca juga: Peneliti Fakultas Pertanian Unmul Sebut Perkebunan Kelapa Sawit Kaltim Dorong Transformasi Ekonomi
Kemudian pada akhir abad ke-13 berdiri Kerajaan Kutai Kertanegara di kawawan muara Sungai Mahakam.
Kerajaan di Muara Kaman yang mewariskan tujuh prasasti yupa runtuh pada tahun 1635. Wilayahnya menjadi teritorial Kutai Kertanegara. Kerajaan Kutai ini eksis secara politik hingga tahun 1960.
Manuellle Franck dan Nathalie Lancret mempertanyakan status penguasaan wilayah Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN pada masa dulu.
“Berbasis bukti autentik, seluruh kawasan Ibu Kota Nusantara tempo dulu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai Kertanegara. Kecamatan Sepaku yang menjadi lokasi KIPP merupakan kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Penajam.

Sebelumnya, Kecamatan Penajam bernama Kecamatan Balikpapan Seberang. Dari namanya jelas bahwa Balikpapan Seberang merupakan bagian dari Kota Balikpapan.
"Sementara Balikpapan sendiri banyak tercatat dalam dokumen dan arsip kolonial sebagai bagian wilayah Kutai,” tutur Sarip.
Sejarawan yang menulis buku Histori Kutai itu juga mengungkapkan bahwa terdapat data kolonial yang menginventarisasi 120 kampung di Kerajaan Kutai pada publikasi tahun 1905.
Baca juga: Kejari Awasi Jalannya Proyek-proyek Pembangunan di Penajam Paser Utara Kaltim
“Pada urutan 111 hingga 120 tercatat nama kampung yang sekarang identik dengan lokasi di KIPP IKN. Di antaranya Pulau Balang, Sungai Pemaluan, Sungai Sigret, Sungai Semoi di Sepaku, Tanjung Penajam), dan Sungai Tunan,” ungkap Sarip.
Pertanyaan lain diajukan kepada Sarip antara lain tentang nama Nusantara, hubungan antara Kutai dan Dayak serta entitas lain, jejak fisik Kerajaan Kutai.
Ditanyakan juga latar belakang kepentingan Pemerintah Kolonial Belanda menduduki Kota Samarinda.
(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.