Ibu Kota Negara

BPK Temukan Sederet Masalah IKN Nusantara di Kaltim, Pendanaan, Lahan, hingga Aset

Inilah sederet permasalahan dalam proses pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kaltim yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Editor: Doan Pardede
Dok. Sekretariat Presiden
MASALAH IKN - Presiden Joko Widodo saat meninjau lapangan lokasi Upacara HUT ke-79 Kemerdekaan RI di depan Istana Negara Nusantara, kawasan IKN, Kalimantan Timur pada Rabu (5/6/2024). 

TRIBUNKALTIM.CO - Inilah sederet permasalahan dalam proses pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kaltim yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sederet permasalahan ini terungkap dari dokumen BPK berjudul Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang penerbitannya ditandatangani pada 28 Maret 2024.

Adapun pemeriksaan BPK meliputi pemeriksaan kinerja pembangunan IKN TA 2022 sampai dengan Triwulan III-2023 sebagai bagian pembangunan tahap I tahun 2022-2024 pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan instansi terkait lainnya.

Berikut sederet hasil temuan BPK tentang permasalahan dalam pembangunan IKN seperti dilansir Kompas.com:

Baca juga: BPK Wilayah XIV Kaltimtara Gelar Dialog di Paser untuk Majukan Kebudayaan di Tengah Pembangunan IKN

- Pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya selaras dengan RPJMN Tahun 2020-2024, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR Tahun 2020-2024, dan Rencana Induk IKN, serta perencanaan pendanaan belum sepenuhnya memadai, antara lain sumber pendanaan alternatif selain APBN berupa KPBU dan swasta murni/BUMN/BUMD belum dapat terlaksana.

- Persiapan pembangunan infrastruktur belum memadai, di antaranya persiapan lahan pembangunan infrastruktur IKN masih terkendala mekanisme pelepasan kawasan hutan, 2.085,62 hektar dari 36.150 hektar tanah masih dalam penguasaan pihak lain karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL), serta belum selesainya proses sertifikasi atas 5 area hasil pengadaan tanah.

- Pelaksanaan manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi untuk pembangunan infrastruktur IKN Tahap I belum optimal, di antaranya kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi untuk pembangunan IKN, harga pasar material batu split dan sewa kapal tongkang tidak sepenuhnya terkendali, pelabuhan bongkar muat untuk melayani pembangunan IKN belum dipersiapkan secara menyeluruh, dan kurangnya pasokan air untuk pengolahan beton.

- Kementerian PUPR belum sepenuhnya memiliki rancangan serah terima aset, rencana alokasi anggaran operasional, serta mekanisme pemeliharaan dan pengelolaan aset dari hasil pembangunan infrastruktur IKN Tahap I.

 Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri PUPR, antara lain:

- Menginstruksikan Direktur Jenderal unit organisasi terkait dan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) untuk melakukan sinkronisasi penyusunan Renstra Kementerian PUPR dan Renstra Eselon I dengan berpedoman pada RPJMN periode selanjutnya, serta berkooardinasi dengan Kementerian Keuangan, dalam merencanakan dan menetapkan skema pendanaan pembangunan infrastruktur IKN tahap II guna memitigasi risiko munculnya permasalahan terkait pendanaan.

MASALAH IKN - Ilustrasi pembangunan IKN Nusantara.
MASALAH IKN - Ilustrasi pembangunan IKN Nusantara. (Dokumentasi TribunKaltim.co)

- Meningkatkan koordinasi antar pihak/instansi terkait, terutama dalam hal sinkronisasi peraturan dan kebijakan pengadaan tanah bagi kepentingan umum, termasuk merumuskan solusi dan rencana aksi percepatan dalam proses pembebasan lahan.

- Melakukan pemantauan dan evaluasi kebutuhan material dan peralatan kontruksi berdasarkan kondisi lapangan secara berkala dan melakukan koordinasi dengan:

(1) Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perdagangan terkait dengan jalur logistik pembangunan infrastruktur IKN;

(2) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan pemutakhiran harga material batu split;

(3) Stakeholder terkait di luar Kementerian PUPR guna bersama-sama merencanakan suatu skema atau rencana mengenai kebutuhan air untuk industri yang mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur IKN; dan

(4) Pihak Otorita IKN dalam menerima dan mengelola aset hasil pengadaan dan/atau pembangunan pada pembangunan infrastruktur IKN tahap I dan tahap selanjutnya dengan cara merancang timeline serah terima aset.

- Melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menyusun:

(1) Ketentuan tata kelola aset atas hasil pembangunan infrastruktur IKN tahap I dan tahap selanjutnya, sebelum diserahkan kepada Otorita IKN; dan

(2) Ketentuan yang lebih spesifik tentang peralihan aset dari K/L kepada Otorita IKN.

Baca juga: BREAKING NEWS: Perdana, Plt Wakil Kepala OIKN Raja Juli Kunjungi Wilayah Deliniasi IKN

BP Tapera Bantah Iuran Peserta untuk Pembangunan IKN di Kaltim

Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) bantah isu yang menyebut dana iuran dari peserta, akan digunakan untuk menyokong pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Dana yang dihimpun dari iuran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera ternyata bisa untuk membiayai proyek Pemerintah. Salah satunya IKN Nusantara di Kalimantan Timur.

Diketahui, Pemerintah mengebut pembangunan IKN Nusantara untuk menjadi ibu kota Indonesia.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko membantah bila iuran Tapera untuk membiayai pembangunan IKN Nusantara.

Dalam beleid Tapera, dana yang dikumpulkan dari peserta dikelola ke dalam beberapa portofolio investasi, yaitu ke korporasi 47 persen, Surat Berharga Negara (SBN) 45 persen, dan sisanya deposito.

Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana BP Tapera Sugiyarto menegaskan, perluasan penerapan Tapera yang sebelumnya hanya berlaku bagi ASN dan pegawai BUMN, menjadi untuk masyarakat umum, tak ada kaitannya dengan pembangunan IKN.

“Saya kira tidak ada hubungannya sama sekali, menurut kami ya. Tidak ada hubungannya sama sekali antara dana dari peserta dengan pembangunan IKN ini, mohon maaf dari persepsi kami,” ujar Sugiyarto dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait Tapera, Selasa (11/6/2024).

Sugiyarto mengeklaim bahwa simpanan dana peserta yang berasal dari pemotongan gaji setiap bulan, tidak digunakan untuk pembangunan IKN.

Dana tersebut akan tersimpan di masing-masing akun peserta, dan hanya bisa dipakai untuk memberikan manfaat kepada peseta tersebut.

“Karena uang yang berasal dari peserta itu murni digunakan kembali untuk peserta. Jadi katakanlah uang yang dari peserta itu ditaruh di account terpisah dari account-nya dana tapera, dan itu hanya boleh digunakan untuk memberikan manfaat kepada peserta,” ungkap Sugiyarto.

Sugiyarto menambahkan, setiap peserta nantinya akan dapat mengecek saldo tabungan mereka melalui aplikasi digital.

Dia kemudian menyamakan hal ini dengan program BPJS Ketenagakerjaan, yang setiap pesertanya dapat mengecek saldo atau dana simpanannya.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur iuran untuk Tapera untuk aparatur sipil negara (ASN) hingga pegawai swasta.

PP tersebut menyebutkan, besaran simpanan Tapera adalah 3 persen dari gaji atau upah.

Sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja, sedangkan sisanya ditanggung pemberi kerja.

Jokowi mengeklaim, pembuat kebijakan telah menghitung secara matang sebelum meneken aturan tersebut. Ia tidak memungkiri akan ada pro dan kontra dari setiap kebijakan yang baru keluar.

Hal serupa juga pernah terjadi ketika pemerintah memutuskan peserta BPJS Kesehatan non-Penerima Bantuan Iuran (PBI) mendaftar, sedangkan iuran warga miskin ditanggung dengan prinsip gotong royong.

"Iya semua (sudah) dihitung, lah. Biasa, dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau enggak berat," kata Jokowi usai hadir dalam acara Inaugurasi Menuju Ansor Masa Depan di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).

Namun, ketentuan mengenai Tapera ini dihujani kritik dan dikeluhkan oleh publik lantaran bakal memotong penghasilan para pekerja.

Pengusaha pun bakal diwajibkan membayar sebagian iuran dari para pekerja.

Pengamat Sebut Dana Tapera Bisa untuk Bangun IKN

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memandang tujuan Tapera sangat mengambang antara investasi atau arisan kepemilikan rumah.

Baca juga: Badan Bank Tanah Pastikan Penambahan Lahan Bandara VVIP IKN di Kaltim Berjalan Lancar

Jika untuk investasi sebagaimana beleid Tapera, peserta berhak menerima informasi dari manajer investasi tentang dana dan hasil dari dana masyarakat.

"Apakah kita diberitahukan setiap bulan dimana posisi kekayaan kita?" kata Nailul dikutip Selasa (11/6/2024).

Dengan posisi SBN sebesar 45 persen dari total dana yang dikelola BP Tapera, Nailul memandang menjadi soal mudah bagi pemerintah untuk menerbitkan SBN.

Hal itu karena bisa dibeli oleh badan pemerintah (termasuk BP Tapera) pakai uang masyarakat.

"Ingat, BI rate sudah naik yang artinya deposito sebenarnya lebih menguntungkan dibandingkan SBN," ujar Nailul.

Ia mengatakan, Pemerintah ingin menaikkan bunga SBN, tentu akan menjadi beban utang.

Ketika swasta enggan investasi di SBN, badan pemerintah pun menjadi solusinya.

"Salah satu pejabat BP Tapera adalah Menteri Keuangan yang punya kepentingan untuk penyerapan SBN," pungkas Nailul.

Karena diinvestasikan ke SBN, maka dikatakan Nailul, dana yang dihimpun dari peseta Tapera ini bisa digunakan untuk proyek pemerintah, satu di antaranya IKN.

"Itu sudah terbaca ketika Luhut juga menyampaikan bahwa defisit anggaran akan melebar untuk proyek pemerintah," jelasnya.

Investasi Menguntungkan

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho pun menjelaskan alasan di balik BP Tapera banyak berinvestasi di obligasi.

Heru mengatakan, dalam undang-undangnya, disebutkan bahwa dana simpanan peserta harus untung dan aman.

"Dalam konteks itu saja kenapa kemudian sebagian besar instrumennya ada di SBN karena undang-undangnya juga mengamanatkan itu," kata Heru.

"Salah satunya adalah obligasi negara, obligasi daerah, deposito, kemudian obligasi di sektor perumahan dan kawasan permukiman," lanjutnya.

Sebagaimana laporan BP Tapera pada 2022, portofolio pemupukan dana tapera banyak ditempatkan pada instrumen Surat Utang Korporasi (SUK) sebanyak Rp 1,269 triliun atau sebesar 47 persen.

Lalu, diikuti Surat Berharga Negara (SBN) Rp 1,218 triliun atau sebesar 45 persen.

Bantahan Moeldoko

Kepala Staf Presiden, Moeldoko, mengatakan Tapera tidak ada kaitannya dengan program makan bergizi gratis ataupun proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Iuran Tapera yang diwajibkan bagi semua pekerja menuai sorotan. 

Ia menuturkan, Tapera bertujuan untuk memudahkan masyarakat memiliki rumah pertama, mengingat jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi tidak seimbang.

"Tapera ini tidak ada hubungannya dengan APBN, tidak ada upaya pemerintah untuk membiayai makan siang gratis apalagi untuk IKN. Semuanya sudah ada anggarannya," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (31/5/2024).

Ia menuturkan, Tapera akan diawasi oleh Komite Tapera untuk mencegah korupsi seperti yang terjadi di sejumlah lembaga asuransi pemerintah, termasuk PT Asabri (Persero).

Ia menyebut, komite itu akan diketuai oleh Menteri PUPR.

Adapun anggotanya yaitu, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, hingga profesional.

"Transparansi ada komite dipimpin Menteri PUPR, anggotanya Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, OJK, dan badan profesional," tuturnya.

Dia menyebut, komite Tapera akan membangun sistem pengawasan untuk menjamin dana dikelola dengan baik, akuntabel, dan transparan.

Dengan begitu ia berharap BP Tapera tidak akan bernasib sama seperti PT Asabri (Persero).

Diketahui saat ia menjabat sebagai Panglima TNI, Moeldoko tidak bisa mengawasi Asabri secara seksama, padahal lembaga itu menyimpan iuran dana dari para prajurit.

"Jangan sampai terjadi seperti Asabri. Ini uang prajurit saya masa saya enggak tahu, gimana sih ini, bayangkan. Panglima TNI punya anggota 500.000 prajurit enggak boleh nyentuh Asabri. Akhirnya kejadian (korupsi) seperti kemarin, kita enggak ngerti, gitu," ungkap Moeldoko.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo menerbitkan aturan terkait iuran untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga pegawai swasta.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja.

Besaran itu dibayarkan 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja.

Sementara untuk peserta pekerja mandiri, besaran iuran yang harus dibayarkan disesuaikan dengan penghasilan yang dilaporkan.

Ini sebagaimana diatur di pasal 15 ayat 5a PP Nomor 21 Tahun 2024.

Ketentuan mengenai besaran potongan Tapera bagi peserta pekerja sebenarnya sudah diatur dan tidak berubah dari PP Nomor 25 Tahun 2020.

Kepala Negara menuturkan, pembuat kebijakan telah menghitung secara matang sebelum meneken aturan tersebut.

Meski ia tidak memungkiri, akan ada pro dan kontra dari setiap kebijakan yang baru keluar.

Hal serupa juga pernah terjadi ketika pemerintah memutuskan peserta BPJS Kesehatan non Penerima Bantuan Iuran (PBI) mendaftar, sedangkan iuran warga miskin ditanggung dengan prinsip gotong royong.

"Iya semua (sudah) dihitung, lah. Biasa, dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau enggak berat," kata Jokowi. 

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved