Tribun Kaltim Hari Ini

Pengusaha Waswas PHK, Imbas Melemahnya Nilai Tukar Rupiah, Sudah Enam Perusahaan Tutup Pabrik

Semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat pengusaha waswas terjadi PHK. Sementara ini, sudah 6 perusahaan tutup pabrik

|
Editor: Amalia Husnul A
TribunKaltim.co
TRIBUN KALTIM HARI INI - Halaman depan Tribun Kaltim edisi hari ini, Rabu (19/6/2024). Simak sejumlah ulasan menarik hari ini, salah satunya terkait ancaman PHK sebagai imbas semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih mengalami pelemahan dan bertengger di level Rp16.400

Ditakutkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK di dunia usaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyebut, pelemahan nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp 16.400 per dolar AS sangat tidak kondusif bagi dunia usaha.

"Depresiasi rupiah secara umum melemahkan produktivitas dan daya saing industri.

Baca juga: Puteri Indonesia Kaltim Ini Punya Tips Agar Rupiah Kembali Menguat Terhadap Dolar AS

Baca juga: Rupiah Melemah Terhadap Dolar, Transaksi di Tempat Tukar Mata Uang Kota Balikpapan Berjalan Normal

Baca juga: Rupiah Tembus Rp 15 Ribu Per Dollar AS, Nilai Tukar Rupiah Alami Pelemahan

Ini karena efek depresiasi rupiah terhadap berbagai industri relatif sama, yakni meningkatkan beban produksi existing," ujar Shinta saat dihubungi Tribun, Selasa (18/6/2024).

Menurutnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki kemampuan finansial yang terbatas atau memiliki market yang “vulnerable” atau dalam arti market share akan berkurang signifikan atau hilang sepenuhnya karena kompetisi pasar bila harga barang yang diproduksi meningkat) akan memiliki risiko PHK, pengurangan kapasitas produksi hingga penutupan usaha. 

"Jadi pengurangan pekerja karena depresiasi rupiah sangat terbuka.

Meskipun demikian, kami tidak memproyeksikan PHK akan dilakukan secara masif pada saat yang bersamaan dalam waktu dekat, kemungkinan PHK justru akan terjadi secara bertahap seiring dengan pelemahan kinerja usaha yang disebabkan oleh depresiasi rupiah," ucap Shinta.

Industri yang akan paling rentan mengalami PHK tentu adalah industri-industri yang memang sudah berusaha untuk bertahan di pasar, khususnya industri-industri padat karya berorientasi ekspor. 

"Di satu sisi, mereka tidak memiliki demand pasar yang kuat karena pelemahan pertumbuhan ekonomi global," terang Shinta.

Padahal beban biaya operasional atau opex terus meningkat seiring dengan kenaikan upah, suku bunga dan beban-beban opex lainnya.

Depresiasi rupiah, menurut Shinta, semakin menambah beban-beban opex ini dan berimbas pada penurunan daya saing industri tersebut di pasar ekspor.

Suasana penukaran uang di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2015). Dolar menguat dari rupiah dan menembus 14.000 Rupiah per-dolar.
NILAI TUKAR RUPIAH MELEMAH - Ilustrasi. Suasana penukaran uang di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2015). Semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat pengusaha waswas terjadi PHK. Sementara ini, sudah 6 perusahaan tutup pabrik. (Warta Kota/henry lopulalan)

"Untuk industri lain, yang juga vulnerable terdampak negatif produktivitasnya adalah industri-industri manufaktur yang memiliki proporsi impor bahan baku atau penolong yangg tinggi seperti industri mamin, industri automotif, industri produk elektronik, dan lain-lain," ujar Shinta.

Shinta berujar, probabilitas terjadinya PHK di industri-industri tersebut jauh lebih kecil dibandingkan industri padat karya berorientasi ekspor karena basis pasar industri-industri ini umumnya adalah pasar domestik yang relatif stabil pertumbuhannya.

Baca juga: Model Samarinda Ajak Warga Hindari Belanja Online, Yakin Jadi Cara Menguatkan Rupiah Terhadap Dolar

"Meskipun bila depresiasi rupiah terus berlanjut dan berimbas pada inflasi kebutuhan pokok masyarakat, ya tentu akan ikut turun juga potensi pasarnya dan membuat industri-industri manufaktur nasional yang berorientasi pasar domestik juga ikut tertekan kapabilitasnya untuk mempertahankan tenaga kerja existing," tuturnya.

Sebelumnya, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.412 per dolar AS.

Mata uang Indonesia melemah 142 poin atau minus 0,87 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya.

Sementara berdasarkan data Google Finance per Selasa (18/6) pagi, dolar AS berada di posisi Rp16.432 atau turun 0,33 persen.

Meski demikian, dolar AS juga sempat berada pada level Rp16.486 alias hampir menyentuh Rp16.500.

6 Perusahaan Tutup Pabrik

Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, ada 13.800 pekerja perusahaan tekstil terkena Pemutusan Hubungan Karyawan (PHK) selama enam bulan pertama tahun ini.

Presiden KSPN Ristadi mengatakan, sejak Januari hingga awal Juni 2024, ada enam perusahaan yang melakukan PHK karena menutup pabriknya.

Lalu, ada empat perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi perusahaan.

"Khusus Januari sampai awal Juni 2024 total yang jadi korban PHK sekitar 13.800," katanya.

Detailnya untuk enam pabrik yang melakukan PHK akibat pabrik tutup ada PT S Dupantex di Jawa Tengah PHK sekitar 700 pekerja.

Lalu, ada PT Alenatex di Jawa Barat PHK sekitar 700 pekerja.

Ada juga PT Kusumahadi Santosa di Jawa Tengah PHK sekitar 500 pekerja.

Berikutnya, ada PT Kusumaptura Santosa di Jawa Tengah sekitar 400 pekerja.

Baca juga: Kondisi Perusahaan Penukaran Uang di Balikpapan Kaltim, Kala Melemahnya Mata Uang Rupiah

Ada PT Pamor Spinning Mills di Jawa Tengah PHK sekitar 700 pekerja. Terakhir, ada PT Sai Apparel di Jawa Tengah PHK sekitar 8 ribu pekerja.

Sementara itu, untuk perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi ada PT Sinar Panca Jaya PHK sekitar 2 ribu pekerja.

Lalu, ada PT Bitratex di Semarang sekitar 400 pekerja. Kemudian, ada PT Johartex di Magelang PHK sekitar 300 pekerja.

Terakhir, ada PT Pulomas di Bandung sekitar 100 pekerja.

Ristadi menjelaskan, PHK massal ini sejatinya sudah dimulai sejak 2021 dan hingga kini masih berjalan terus.

"Kalau dari awal 2021, catatan kami ada sekitar 70 ribuan. Ini yang data KSPN saja. Yang enggak melaporkan banyak," ujarnya.

Ristadi menjelaskan ada perusahaan dari kecil, menengah, dan besar yang tengah melakukan efisiensi.

"Nah untuk yang (perusahaan) besar lokasinya di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah. Itu kan basis-basis industri TPT kan di situ," katanya.

Untuk perusahaan tekstil yang raksasa, Ristadi menyebut daftarnya bisa dilihat dari beberapa emiten tekstil yang melantai di bursa.

Ia mengatakan, di antaranya ada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX).

"Ya diantaranya itulah raksasa yang sekarang sedang berjuang.

Semuanya sedang berjuang untuk tetap bisa survive, tetapi diantara perusahaan raksasa itu kan sudah banyak melakukan efisiensi PHK puluhan ribu pekerjanya  sampai sekarang.

Sekarang juga masih puluhan ribu," ujar Ristadi.

Menurut dia, perusahaan-perusahaan tekstil ini masih akan mencicil pengurangan karyawan mereka.

Baca juga: Terjawab Nasib Investasi IKN Nusantara di Tengah Ancaman Tren Melemahnya Rupiah Jelang Pilpres 2024

Ini tak lepas dari kemampuan arus kas perusahaan yang terbatas untuk membayar pesangon karyawan.

Ia memandang, gelombang PHK ini masih akan berlangsung hingga September. Jika masih berjalan sampai akhir bulan tersebut, ada kemungkinan pabrik-pabrik punya perusahaan raksasa itu akan tutup.

"Ya kita lihat lah sampai sekitar bulan September akhir ya, bisa melewati masa-masa sulit ini enggak. Kalau tidak, ya tutup itu perusahaan yang tekstil raksasa itu," tutur Ristadi.

Ia kemudian membeberkan alasan pabrik-pabrik ini tutup.

Untuk pabrik yang pasarnya ada di dalam negeri, pesanan yang mereka dapat dari pasar tekstil seperti Pasar Tanah Abang mengalami penurunan.

Biang keroknya adalah barang-barang tekstil hingga sepatu impor yang harganya lebih murah, telah membanjiri Pasar Tanah Abang. Konsumen pun disebut lebih memiliih produk-produk ini.

Sementara itu, bagi pabrik yang memiliki pasar luar negeri atau dengan kata lain mengekspor produk-produknya, juga kesulitan mendapatkan pesanan dari luar.

Para perusahaan ini juga kesulitan mencari pasar baru.

Lebih Mengkhawatirkan   

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah dalam beberapa hari terakhir.

Berdasarkan data Google Finance pada Selasa (18/6/2024), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kini berada pada angka Rp 16.410.

Peningkatan kurs dollar AS ke rupiah akan lebih mengkhawatirkan jika melewati Rp16.500. 

Bahaya (kurs dollar AS ke rupiah) Rp 16.500 itu secara teknis dan ekonomis tidak apa-apa karena bisa menguat lagi.

Namun secara psikologis berbahaya.

Jika mencapai angka itu, nilai tukar dollar AS terhadap rupiah akan lebih mudah naik melampaui Rp16.500 dibandingkan sebelumnya.

Lantas, apa penyebab dollar AS terhadap rupiah terus meningkat? 

Perubahan kurs mata uang merupakan hal alami.

Namun, ada beberapa faktor yang membuat nilai tukar rupiah tidak menguat signifikan terhadap dollar AS.

Seperti barang, permintaan mata uang yang tinggi akan membuat harganya naik.  Sebaliknya, permintaan rendah menyebabkan harganya turun.

Contohnya, suatu negara yang lebih banyak eskpor barang ke luar negeri akan membuat pasar meminta lebih banyak mata uang negara tersebut.

Akibatnya, harga uang meningkat sehingga kurs mata uangnya menjadi lebih rendah. Kondisi tersebut saat ini sedang dialami Indonesia.

Indonesia banyak mendapatkan keuntungan perdagangan dari barang ekspor. Dengan begitu, nilai tukar rupiah rupiah terhadap dollar AS seharusnya menguat.

Akan tetapi, ada faktor lain yang memengaruhi nilai tukar rupiah dengan dollar AS, misalnya perbedaan suku bunga antarkedua negara.

Negara yang memiliki suku bunga lebih tinggi akan membuat mata uang menjadi merosot.

Suku bunga adalah harga yang dibayarkan bank kepada nasabah yang menyimpan uang di bank tersebut.

Karena Indonesia saat ini memiliki suku bunga sekitar 6 persen, sedangkan AS 5,5 persen, hal ini membuat kurs dollar AS menjadi lebih tinggi daripada rupiah.

Selain faktor teknis, seperti perdagangan, inflasi, dan suku bunga,  kondisi suatu negara juga berpengaruh pada nilai tukar mata uangnya.

Kondisi ini meliputi pertumbuhan ekonomi, politik, atau kestabilitasan di dalam negara tersebut.

Meski kondisi Indonesia saat ini cukup stabil, tetapi keamanan global juga berperan. Apalagi, perang Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas saat ini masih terus berlangsung. 

Kondisi global yang tidak stabil membuat pemilik modal akan memilih investasi ke mata uang yang lebih aman dan kuat, seperti dollar AS atau Euro.

Investasi ke benda berharga yang berisiko rendah, seperti perhiasan atau emas, juga menjadi pilihan.

Nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp16.500 akan menganggu anggaran negara.

Pasalnya, ada penerimaan atau pengeluaran yang menggunakan uang dollar AS.

Kalau mata uang lain menjadi mahal atau rupiah terdeviasi, kita harus bayar semakin mahal. Padahal, yang diasumsikan di APBN lebih sedikit. Anggarannya terpaksa direvisi karena lebih mahal.

Selain itu, peningkatan nilai dollar AS membuat pembayaran utang negara yang menggunakan mata uang dollar menjadi lebih besar daripada jumlah utang aslinya.

Di sisi lain, efek peningkatan kurs dollar AS juga akan berdampak pada kondisi masyarakat umum.

Misalnya, harga barang atau jasa impor akan menjadi lebih mahal saat masuk ke dalam negeri. Kalau harga bahan bakunya naik, otomatis harga (produknya) menjadi naik.

Kenaikan nilai tukar mata uang dapat menguat seiring waktu. Namun, penguatan itu belum tentu terjadi.

Untuk itu, pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, seperti meningkatkan surplus dari ekspor, mengurangi impor, menurunkan inflasi, serta menurunkan suku bunga. 

Pembangunan infrastruktur serta memperbaiki transportasi juga dapat mempermudah rantai pasokan barang dan jasa. Hal ini akan membuat harga barang dan jasa menjadi lebih murah sehingga mencegah inflasi.

Baca juga: Miliki Nilai Tukar Terlemah, Inilah 10 Mata Uang Terendah di Dunia pada Tahun 2023, Rupiah Termasuk?

(Tribun Network/daz/nis/wly/kps)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved