Tribun Kaltim Hari Ini

Pengelola Taman Nasional Kayan Mentarang, Malinau Akui Libatkan Masyarakat Terkait Pengelolaan

Pengelola Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) menanggapi persoalan yang disampaikan kelompok masyarakat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Dzakkyah Putri
TRIBUNKALTARA.COM / MOHAMMAD SUPRI
Kepala Balai Taman Nasional Kayan Mentarang, Agusman saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam seminar lingkungan di Malinau, Kalimantan Utara, Senin (1/7). 

Jasa lingkungan dan fungsinya sebagai kawasan hijau dikenal melalui sejumlah program organisasi hijau dunia.

Daerah yang juga dikenal sebagai bagian dari "Jantung Borneo" ini berada dalam kawasan administrasi 133 desa di dua kabupaten.

Kaya potensi sumber daya, mulai dari puluhan genus anggrek, 150 jenis mamalia, 44 diantaranya endemik Kalimantan. Juga 310 jenis burung dan 28 diantaranya endemik kalimantan.

"Jasa lingkungan dari TNKM cukup diperhitungkan, terutama dalam mengatasi krisis iklim," ungkapnya, Senin (1/7).

Didominasi 3 tipe ekosistem, yakni hutan dataran rendah, hutan sub pegunungan dan hutan pegunungan.

Dari aspek hidrologis dialiri 3 bagian sungai besar yakni Sungai Sembakung, Sesayap dan Sungai Kayan.

"Dari hidrologis dialiri 3 sungai besar diantaranya Sungai Sembakung seluas 78.594,59 hektare, Sungai Sesayap 306 ribu hektare dan Sungai Kayan 886 ribu hektare," katanya.

Berita sebelumnya, sejumlah kebijakan nasional hingga konsesi pengelolaan SDA kian menggerus keberadaan masyarakat adat di Malinau Kalimantan Utara.

Mulai dari Penetapan lokasi berdasarkan kebijakan strategis nasional, program agraria hingga pemberian konsesi kehutanan dan galian mempersempit wilayah adat masyarakat di Kawasan Kayan Mentarang.

Persoalan tersebut disampaikan Perwakilan 11 Masyarakat Adat di Malinau yang mendatangi DPRD Malinau melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Masyarakat Adat, terutama yang tinggal dan menguasai hak ulayat di Kayan Mentarang menilai tak kunjung mendapatkan kepastian terkait pengakuan hutan adat.

Justru, luasan wilayah dan hutan yang dimiliki masyarakat adat tergerus karena keputusan sepihak.

"Ada sejumlah kebijakan yang dibuat dalam kawasan Kayan Mentarang, kemudian pemberian konsesi tanpa sepengetahuan masyarakat. Makin ke sini, kebijakan justru menggerus kami masyarakat adat saat ini," ujar Kepala Adat Besar Apau Kayan, Ibau Ala saat ditemui di DPRD Malinau, Rabu (26/6).

Ibau Ala menjelaskan, ada 3 permasalahan utama yang disampaikan masyarakat adat.

Mulai dari konsesi Proyek Strategis Nasional di Mentarang Hulu, termasuk di Apau Kayan, Pujungan dan Bahau Hulu.

Halaman
123
Sumber: Tribun kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved