Berita Mahulu Terkini

Kisah Pilu Warga Mahulu Kaltim Belum Merdeka Listrik, Andalkan Genset yang Nyala Cuma 6 Jam Sehari

Kisah pahit warga Kabupaten Mahulu di Kalimantan Timur yang belum merdeka listrik. Andalkan genset yang menyala cuma 6 jam sehari.

Penulis: Kristiani Tandi Rani | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
Kolase Tribun Kaltim
Mahulu krisis listrik - Kisah pahit warga Kabupaten Mahulu di Kalimantan Timur yang belum merdeka listrik. Andalkan genset yang menyala cuma 6 jam sehari. 

TRIBUNKALTIM.CO, UJOH BILANG - Sejumlah masyarakat di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) hingga kini belum bisa merasakan nikmatnya manfaat energi listrik.

Untuk penerangan, mereka harus mengandalkan genset bantuan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mahulu yang hanya menyalakan listrik selama enam jam sehari.

Sementara untuk memasak, mereka menggunakan kayu bakar pada tungku.

Julika Hengin, masyarakat asli Kecamatan Laham, Kabupaten Mahulu mengatakan hal ini sudah dirasakan oleh mereka sejak dahulu. Bahkan sebelum Mahulu terbentuk 10 tahun lalu.

Ia mengatakan untuk kebutuhan listrik sehari-hari di kecamatan ini mereka harus mengandalkan genset.

Genset di Kecamatan Laham tersebut adalah genset bantuan dari Pemkab Mahulu.

Baca juga: Masyarakat Mahulu Masih Terkendala Akses Internet, Ini Tanggapan Diskominfo Markus Wan

Masyarakat terpaksa mengandalkan mesin pembangkit listrik ini pasalnya hingga saat ini, PLN di daerah Kecamatan Ilir Mahulu belum dapat beroperasi.

"Karena ngak bisa masuk PLN disitu. Pemerintah dan Pemkab itu sudah mengupayakan," katanya, Kamis (1/8/2024).

Berdasarkan informasi yang beredar, seharusnya daerah Kecamatan Laham telah teraliri listrik PLN.

Tapi nyatanya masih banyak kendala yang harus dihadapi untuk mewujudkan keinginan sederhana masyarakat Laham.

Salah satu hal yang menjadi kendala adalah kondisi geografis yang cukup jauh dari pusat kota.

"Salah satunya itu kendala geografis dan kendala lainnya. Untuk sementara itu lampu di Laham hanya beroperasi selama enam jam saja," ucapnya.

Mirisnya, di era modern sekarang ini kecamatan Laham belum sepenuhnya merdeka listrik.

Mereka harus dihadapkan pada kenyataan pahit, dimana listrik di daerah ini hanya mengalir enam jam sehari.

Mereka hanya bisa merasakan nikmatnya listrik dari jam enam sore sampai jam dua belas malam.

Kenyataan lebih pahit dari kondisi ini ternyata mereka sempat rasakan sebelumnya, sebelum terbentuk sebagai sebuah kabupaten masyarakat Mahulu harus mengandalkan pelita.

"Itu mesin yang dipakai genset bantuan dari Pemkab Mahulu. Nah keluh kesah waktu ngak ada listrik, kalau dulu sih sebelum Mahulu belum jadi kabupaten ya kami pakai pelita saja," kisahnya mengingat masa lalu.

Bagi masyarakat yang sedikit lebih beruntung, kadang masih bisa untuk mengandalkan mesin genset sendiri.

Kehadiran genset dari Pemkab sangat membantu kebutuhan masyarakat di Kecamatan Laham meski belum bisa merdeka merasakan listrik sepenuhnya.

"Tapi sekarang sudah dibantu oleh Pemda setempat, ya kami rasanya dimudahkan. Cuma kan untuk fullnya belum," imbuhnya. 

Baca juga: Sulitnya Mahulu Menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar, Internet Jadi Kendala Kabupaten 3T di Kaltim

Gelap Gulita di Malam Natal

Kondisi masyarakat Mahulu cukup memilukan, listrik belum bisa beroperasi sepenuhnya di beberapa kecamatan dan kampung.

Salah satunya adalah kecamatan Laham di bagian Ilir kabupaten Mahulu, hingga kini penggunaan listrik sehari-hari belum dapat tercukupi.

Julika berkisah di malam natal Laham sempat gelap gulita.

Bak lagu "Malam kudus sunyi senyap," begitulah gambaran Kecamatan Laham saat dengan berat hati masyarakat di kecamatan ini tidak memiliki uang untuk membayar minyak gensetnya.

Mereka harus bertemankan malam di malam natal yang syahdu. Bukan karena mematikan lampu sambil bernyanyi lagu natal seperti kebanyakan umat Kristen pada umumnya.

Namun, mereka harus merasakan pilu ditengah kegelapan karena tidak memiliki biaya untuk membeli minyak.

"Terus selain itu juga waktu mau natal dan tahun baru kemarin pengalaman sebelumnya itu kami sempat beberapa hari gelap karena listriknya ngak nyala. Kendalanya waktu itu banyak warga yang belum bayar, kenapa belum bayar karena belum ada yang gajian," ujarnya.

Tak hanya sehari, Kecamatan Laham sempat diliputi kegelapan selama berhari-hari saat itu.

Meski telah terbiasa tidak memiliki listrik, namun masyarakat sangat merasakan dampak buruk karena tidak ada listrik.

"Cuma yang pasti itu antara sebelum natal dan menjelang natal, kayaknya selama natalan dan malam tahun baru itu nyala cuma itu batas waktunya cuma memang enam jam aja. Jadi waktu lampunya mati ya kami kesusahanlah," tuturnya.

Salah satu dampak yang sangat terasa adalah kekurangan air. Dengan terpaksa, akibat tidak adanya air maka masyarakat tidak bisa memompa air dari sungai.

Pasalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat masih mengandalkan mesin Alkon untuk menyedot air dari sungai.

Sementara untuk mengaktifkan alkon butuh tegangan listrik yang memadai.

"Nah itu mesin sanyo kan butuh bantuan listrik yang besar. Jadi waktu itu kami ngak bisa, jadi kami harus pakai genset lagi," tuturnya mengingat pahitnya hidup di kabupaten paling bungsu ini.

Tak hanya itu, masyarakat pun sangat kesusahan untuk mengisi daya baterai HPnya.

Parahnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka terpaksa harus menumpang untuk mengecas HP di Puskesmas Laham.

Karena hanya di puskesmas tersebut yang menyediakan listrik 24 jam.

"Kebetulan disitu ada listriknya yang 24 jam kan namanya juga fasilitas umum jadi harus tersedia listrik yang memadai. Nah pergilah kami kesitu," ucapnya.

Baca juga: 2 Usulan Asisten 1 Pemkab Mahulu saat Kegiatan Sosialisasi Beasiswa Indonesia Emas Daerah Kaltim

Cas HP di Puskesmas

Kisah pilu masyarakat Mahulu sangat terasa karena tidak adanya listrik.

Ada kisah menarik namun cukup menyayat hati yang dirasakan masyarakat Laham, jika pada umumnya masyarakat berobat ke Puskesmas masyarakat Laham harus mengantri di puskesmas untuk mengecas HP.

Julika berkisah Ia dan masyarakat di Kecamatan Laham terpaksa menumpang mengecas HP di Puskesmas.

Hal ini terpaksa mereka lakukan karena listrik hanya menyala enam jam di kecamatan ini. Sementara di Puskesmas listrik menyala 24 jam.

"Kebetulan disitu ada listriknya yang 24 jam kan namanya juga fasilitas umum jadi harus tersedia listrik yang memadai. Nah pergilah kami kesitu," sebut wanita usia 24 tahun ini.

Meski tak mudah bagi mereka untuk sampai di Puskesmas itu, karena Puskesmas terletak di atas gunung sementara pemukiman warga terletak di bawah.

Jarak dari rumah warga ke puskesmas pun terbilang cukup jauh karena harus menempuh perjalanan 10 - 15 menit menggunakan sepeda motor.

Mirisnya, masyarakat seolah tidak diberi kesempatan untuk menikmati indahnya kemudahan teknologi.

"Jadi butuh waktu kalau dari rumah saya itu sekitar 10 - 15 menit. Kebetulan juga karena dirumah itu pakai kulkas kan pokoknya ngak bisalah," ujarnya.

Ia mengaku kondisi ini membuat masyarakat Laham tidak bisa untuk berkutik.

Utamanya, Julika sebagai salah satu pengusaha es batu.

Ia mengaku jika listrik tidak menyala maka kulkas tidak bisa untuk menyediakan es batu untuk Ia jual.

Masyarakat pun harus bertahan untuk mencuci manual menggunakan tangan karena tidak bisa menggunakan mesin cuci.

"Dalam artian ngapa-ngapain ini ngak bisa buat es batu karena kulkas butuh listrik. Terus nyuci itu ya nyucinya di sungai karena mesin cuci ngak bisa dipakai," sebutnya.

Ia berkisah tentang pilunya hidup di Mahulu saat listrik sama sekali belum ada di daerahnya.

Untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari, Ia mengaku harus mengalkon air menggunakan genset kecil seadanya yang kekuatannya tidak seberapa.

Gelap gulita dan minimnya peradaban sebenarnya masih sangat terasa bagi masyarakat Mahulu.

"Itupun kekuatannya ngak sekuat mesin genset yang dari Pemkab. Selama lampunya ngak ada itu kami merasa kembali ke masa yang dulu," tuturnya.

Pasalnya, jika sewaktu-waktu mesin genset mereka mengalami masalah maka dengan sangat terpaksa harus mengandalkan pelita bak kehidupan di zaman 80-an.

Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya solar juga kadang menambah masalah bagi mereka.

"Solar kebutuhan waktu itu juga keknya lagi susah-susahnya. Nah kan pelita inikan butuh solar, jadi kami irit-irit pakainya," sebutnya. 

Warga Kesulitan Air Gegara Listrik

Sebagian masyarakat di daerah yang tidak teraliri listrik menggunakan lampu tenaga surya seperti LED.

Lampu tenaga surya adalah sebuah lampu yang menggunakan tenaga matahari dan terdiri dari lampu LED, sebuah panel surya fotovoltaik, dan sebuah baterai isi ulang.

Mengingat keterbatasan yang dirasakan oleh masyarakat Mahulu ini, Ia sangat berharap kedepannya pemerintah pusat dapat memperhatikan nasib masyarakat.

"Jadi LED itu di cas siang hari malamnya baru dipakai, itu bisa dipakai semalaman. Pemerintah pusat harapannya sih pembangunan di Mahulu itu diperhatikan lagi terutama disini itu pelosok dan masyarakat juga butuh pembangunan yang memadai," harapnya.

Utamanya kebutuhan listrik yang belum memadai sampai saat ini.

Masyarakat Mahulu mengaku meski bukan hanya listrik yang terbatas di daerah ini, namun Ia sangat berharap pemerintah bisa mewujudkan kebutuhan primer mereka berupa listrik.

"Meskipun disini memang belum ada air bersih tapi setidaknya listrik. Kalau listrik ada ya pasti masyarakat juga bisa mengupayakan untuk penyediaan air bersih untuk keluarganya masing-masing,"   ujar Julika masyarakat asli Laham.

Seperti saat ini, kebanyakan masyarakat mengandalkan kebutuhan air bersihnya menggunakan mesin Alkon.

Mesin Alkon membutuhkan tenaga listrik yang memadai.

Untuk air sebenarnya Ia mengaku masyarakat tidak terlalu kesulitan karena di daerah ini ada sungai Mahakam yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari meski telah sedikit tercemar.

"Kan sudah ada sungai Mahakam bahkan mereka pintar-pintar buat sumur sendiri jadi gali sendiri buat sumur sendiri. Tinggal media pendukungnya ini saja," tuturnya.

Namun, listrik menjadi kebutuhan paling utama masyarakat karena tidak ada yang bisa dikerjakan ditengah kegelapan.

"Juga kalau ngak bisa pakai listrik ya sungai Mahakam kan ada bisa. Tapi sekarang sungai Mahakam sudah tercemar banyak sampah-sampahnya," ucapnya dengan pilu. 

Baca juga: Pelatih Cabor di Mahulu Kaltim Harap Ada Peta Jalan Desain Olahraga Daerah

Harap Uluran Tangan Pemerintah Pusat

Masyarakat Mahulu sangat mengharapkan belas kasihan pemerintah pusat utamanya mengenai ketersediaan listrik 24 jam.

Pasalnya Indonesia sudah merdeka namun Mahulu belum bisa merasakan kemerdekaan yang sebenarnya melihat dari fasilitas yang ada di kabupaten paling hulu ini.

"Selain itu pemerintah pusat bantulah Pemkab Mahulu gimana penyaluran listrik 24 jamnya di kampung-kampung disini yang belum ada," pintanya.

Kondisi geografis yang cukup jauh dari kota dan cukup terpencil juga menjadi sebuah kendala tersendiri untuk kelancaran pembangunan di Mahulu.

Meski Pemkab telah berupaya semaksimal mungkin namun nyatanya perjuangan itu tak kunjung membuahkan hasil.

"Karena kan disini itu kondisi geografis masih menjadi kendala. Jadi pemerintah pusat bantulah Pemkab, Pemkab sudah mengupayakan tapi sampai sekarang kayaknya mereka belum berhasil," imbuhnya.

Sampai saat ini di Mahulu belum sepenuhnya daerah yang bisa untuk merasakan aliran listrik selama 24 jam.

Masyarakat Mahulu sangat mengharapkan keadilan pembangunan di daerahnya, sama seperti daerah lain.

"Setidaknya masyarakat yang di daerah lain itu diperhatikan. Setidaknya di Mahulu juga diperhatikan," tegasnya.

Berdasarkan data, sampai saat ini masih ada 29 kampung dari total 50 kampung yang tidak teraliri listrik.

Utamanya daerah yang ada di Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai, perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.

"Disini bukan hanya satu kampung saja yang listriknya enam jam, masih banyak. Ditambah dua kecamatan yang ada di dua kecamatan perbatasan," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved