Tribun Kaltim Hari Ini
Polda Kaltim Bantah Intimidasi Aktivis yang Bentangkan Spanduk 'Indonesia is Not For Sale'
Spanduk berukuran 50x15 meter bertuliskan ‘INDONESIA IS NOT FOR SALE, MERDEKA!’, dibentangkan di Jembatan Pulau Balang tepat di HUT ke 79 RI.
TRIBUNKALTIM.CO - Spanduk raksasa berukuran 50x15 meter bertuliskan ‘INDONESIA IS NOT FOR SALE, MERDEKA!’, dibentangkan di Jembatan Pulau Balang, Teluk Balikpapan, tepat di HUT ke 79 RI, Sabtu (17/8).
Sejumlah spanduk lainnya terkembang dari atas perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di perairan di bawah jembatan.
Beberapa di antaranya bertuliskan “Selamatkan Teluk Balikpapan”, “Tanah untuk Rakyat”, “Digusur PSN, Belum Merdeka 100 persen”, “Belum Merdeka Bersuara”, hingga “79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah”.
Diketahui, sebelum pembentangan kain itu, organisasi masyarakat sipil dan warga di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, menggelar upacara bendera di kawasan Pantai Lango, Kecamatan Penajam.
Baca juga: 8 Fakta Aksi Protes IKN dan Spanduk Indonesia is Not For Sale hingga 14 Orang Dibawa Polisi
Namun belum tuntas menunaikan rangkaian tersebut, mereka lantas didatangi sejumlah aparat.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, Yuda Almerio, salah seorang jurnalis yang berada di lokasi, mengaku ia dan rekan-rekannya sempat ditahan.
"Setelah spanduk dibentangkan, beberapa aparat Polairud datang menanyakan siapa yang memimpin aksi ini. Kami memperkenalkan diri, tetapi ada kuasa hukum yang tinggal untuk bernegosiasi," ujar Yuda, Minggu (18/8).

Ia juga menambahkan bahwa proses negosiasi berlangsung cukup alot.
"Kami berkali-kali diminta turun dari kapal, bahkan ada yang berkata, 'Kamu takutkah?' Saya merasa itu adalah bentuk serangan psikologis. Kami tidak seharusnya diminta turun, apalagi kami hanya meliput," ungkap Yuda.
Setelah melihat teman-temannya dibawa ke darat, Yuda dan rombongan memutuskan untuk naik ke atas dan melanjutkan liputan.
"Daripada terus-terusan diminta turun, lebih baik liput dari atas. Akhirnya kami naik untuk mengawal teman-teman aktivis," lanjutnya.
Yuda mengatakan proses penahanan berlangsung lebih dari satu jam, dan mereka diminta untuk melakukan pendataan.
"Syukurnya, ponsel kami tidak diperiksa," tutup Yuda.
Baca juga: Nasib 14 Orang yang Dibawa Polisi usai Protes IKN dan Banner Indonesia is Not for Sale, Kata Polda
Sementara itu, Advokat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Edy Kurniawan, menjelaskan kronologi penahanan.
"Mulanya, upacara berlangsung khidmat, ada penyampaian pahlawan lingkungan dan HAM yang gugur. Hingga sekitar pukul setengah 12 terjadi pengepungan oleh Polairud dan Angkatan Laut," jelas Edy.
Ia menyebutkan, awalnya sekitar 30 orang diamankan, baik di lokasi perayaan maupun dalam perjalanan pulang, namun yang dibawa ke Polres PPU hanya 14 orang.
"14 orang tersebut adalah tim pemanjat yang mengibarkan spanduk di Jembatan Pulau Balang, ditambah dengan tim hukum lainnya. Ada yang mengalami kekerasan, termasuk satu orang yang pingsan," lanjutnya.
Edy juga menambahkan bahwa mereka dibawa ke Polres PPU sore harinya dan hanya didata, tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Namun, kepulangan para aktivis tersebut tertunda akibat adanya tekanan dari ormas yang muncul di Polres PPU.
"Teman-teman yang diamankan komplain karena diduga ormas tersebut sengaja dimobilisasi oleh aparat," kata Edy.
Alhasil para aktivis tersebut baru bisa pulang malam hari dengan pengawalan aparat hingga Pelabuhan, meskipun Edy menduga pembuntutan setelah mereka kembali ke Balikpapan.
Baca juga: Warga Sekitar IKN dan Aktivis Pasang Banner Indonesia is Not For Sale, 14 Orang Dibawa Polisi
Bantah Penangkapan
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, membantah perilaku intimidatif yang dilakukan oleh sejumlah aparat terhadap para jurnalis dan aktivis.
"Nggak lah," singkat Kombes Yuliyanto kepada TribunKaltim.co, Minggu (18/8) sore.
Dia membenarkan 14 aktivis itu digiring menuju Mapolres PPU bersama pendamping hukumnya. . Namun bukan untuk alasan penahanan.
Sedangkan rombongan jurnalis telah lebih dulu kembali keBAlikpapan menggunakan kapal.
Saat ditanya lebih lanjut alasan aktivis tersebut dibawa menuju Mapolres PPU, Kombes Yuliyanto belum memberikan keterangan spesifik.
Menurut Kombes Yuliyanto, penggiringan aktivis tersebut hanya dalam rangka makan bersama.
"Makan-makan (saja), gak ada yang ditahan," pungkasnya.
Baca juga: Fakta di Balik Upacara HUT RI di IKN, Banner Indonesia is Not For Sale di Jembatan Pulau Balang
Investasi Serampangan
Forest Campaigner Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik mengatakan, warga menyerukan pemerintah yang akan datang untuk lebih memperhatikan lingkungan hidup dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat.
"Kami datang dengan seruan "Indonesia is Not For Sale". Kenapa kami ambil seruan ini karena kami melihat bahwa 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi yang terjadi malah investasi yang serampangan dan itu mengganggu ruang hidup warga termasuk di Balikpapan," ungkap Iqbal.
Dikatakan, apa yang dilakukan oleh Pemerintah justru merupakan bentuk dari manifestasi kolonial.
Seharusnya, masyarakat yang tinggal di IKN dan sekitarnya bisa hidup dengan sejahtera atas nama pembangunan. Sayangnya hal ini tidak terjadi.
"Hari ini atas nama pembangunan mereka tergusur dan mereka bahkan tidak menikmati apa yang disebut pembangunan untuk kesejahteraan," terangnya.
Baca juga: Masyarakat Aksi, HUT RI ke-79 Bentangkan Banner Indonesia is Not for Sale di Jembatan Pulau Balang
Selain itu, keputusan Pemerintah untuk memberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun kepada perusahaan untuk investasi di IKN dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita Kemerdekaan Indonesia.
"Karena itulah kami menyebut dan mengibarkan Bendera Merah Putih termasuk membentang banner besar bertuliskan "Indonesia Not for Sale, Merdeka agar cita-cita kemerdekaan Indonesia yang dapat kita rasakan 100 persen," tandas Iqbal. (*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.