Berita Berau Terkini
Biji Kakao Berau Dilirik Eropa, Kini Tunggu Hasil Uji Laboratorium
Biji kakao berau dilirik Eropa, kini tunggu hasil uji laboratorium sebelum menuju tahap pembelian.
Penulis: Renata Andini Pengesti | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Kepala Dinas Perkebunan Berau, Lita Handini mengatakan, biji cokelat fermentasi dari perkebunan dilirik pembeli dari Prancis.
Pembeli tersebut merupakan produsen cokelat yang memproduksi cokelat bar, cokelat bubuk, dan beragam olahan cokelat lainnya.
Mereka berniat membeli biji kakao fermentasi dengan grade AA atau terbaik.
“Ya, ada pihak dari Prancis yang mau membeli cokelat Berau,” jelasnya kepada TribunKaltim.co, Minggu (6/10/2024).
Baca juga: Dinas Perkebunan Berau Ancam Beri Sanksi Perusahaan yang Tetapkan Harga TBS Rendah
Kendati begitu, calon pembeli dari luar negeri tersebut tidak bisa langsung membeli hasil dari petani kakao yang berada di Berau.
Namun, mereka masih banyak mempertimbangkan banyak hal.
Seperti, memastikan kesejahteraan petani dan konsentrasi dengan lingkungan, apakah kakao yang ditanam berada dikawasan khusus untuk perkebunan, dan tidak perlu menebang hutan.
Mereka juga memerhatikan cemaran bahan kimia, maksimal hanya sebanyak 3 persen.
“Konsumen luar tidak mau jika terlalu banyak bahan kimia dan memperhatikan betul di mana tanaman itu ditanam. Jadi mereka konsen juga dengan lingkungan,” bebernya.
Baca juga: Disbun Berau Salurkan 70 Bantuan Kotak Fermentasi Kakao pada 4 Poktan
Untuk itu, pihaknya masih menunggu uji lab sebelum menuju tahap pembelian.
Sebelum Prancis, Italia juga pernah menawar produk kakao Berau.
Maraknya penjualan kakao Berau ini, diakui Lita, tidak sebanding dengan produksi dari petani.
Ia memberkan bahwa kakao yang dihasilkan per tahunnya hanya sebanyak 800 ton biji fermentasi dari luasan lahan 1.000 hektare di 6 sentra penghasil.
Diakuinya, pembeli dari luar negeri siap menampung sebanyak-banyaknya, tetapi dari Berau memang belum menghasilkan produk sebanyak itu.
Saat ini harga jual biji Kakao, yakni sebesar Rp 120 ribu per kilogramnya.
Sedangakan sbelumnya hanya menyentuh angka Rp 75 ribu.
“Kami terus menyosialisasikan. Jika masyarakat memiliki lahan perkebunan, sisakan beberapa bagian untuk tanaman kakao, karana potensinya sangat besar sekali. Apalagi tidak sulit mencari pembeli dari konsumen nasional atau luar negeri,” tutupnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.