Tribun Kaltim Hari Ini

Zarof Ricar Lupa Berapa Kali Jadi Makelar Kasus, Ikut Bermufakat Jahat di Kasasi Ronald Tannur

Zarof Ricar ikut bermufakat jahat di kasasi Ronald Tannur, lupa berapa kali jadi makelar kasus, terkumpul Rp950 miliar dan 51 kg emas batangan.

TribunKaltim.co
Halaman 1 Tribun Kaltim edisi Minggu, 27 Oktober 2024. Zarof Ricar ikut bermufakat jahat di kasasi Ronald Tannur, lupa berapa kali jadi makelar kasus, terkumpul Rp950 miliar dan 51 kg emas batangan. 

Dari penelusuran di laman elhkpn.kpk.go.id, Zarof mengaku memiliki kekayaan puluhan miliar.

Zarof pertama kali menyetorkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 27 September 2007.

Pada waktu itu Zarof melapor sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum. Total hartanya Rp6.352.252.924 (Rp6,3 miliar).

Zarof kemudian kembali melaporkan LHKPN ke KPK pada 23 Mei 2016.

Saat itu dia sudah menjabat Sekretaris Direktorat pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum. Zarof Ricar melaporkan memiliki harta Rp36.451.622.150 (Rp 36,4 miliar).

Itu artinya, sejak pertama kali melapor pada 2007 hingga 2016, dalam waktu sembilan tahun, terjadi kenaikan harta Rp30 miliar.

Pada tahun berikutnya, yakni tahun 2017, Zarof untuk pertama kalinya melaporkan harta kekayaan sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan. 

Pada laporan tertanggal 31 Desember 2017, tercatat Zarof Ricar mengantongi harta sebanyak Rp43.281.907.696 (Rp43,2 miliar).

Pada tahun-tahun berikutnya, hingga dia terakhir menyetorkan data LHKPN ke KPK tahun 2022, kenaikan harta Zarof tak terlalu signifikan. Zarof Ricar terakhir kali melaporkan harta kekayaan pada 11 Maret 2022.

Saat itu ia tercatat mempunyai harta sebanyak Rp51.419.972.176 (Rp51,4 miliar).

Aset tanah dan bangunan Zarof tersebar di berbagai daerah, mulai dari Jakarta Selatan, Bogor, Solok, Tangerang, Denpasar, Bandung, Pekanbaru, dan Cianjur.

Untuk kendaraan, Zarof mencantumkan tiga mobil, yakni Toyota Kijang Innova tahun 2016, VW Beetle tahun 2018, dan Toyota Yaris tahun 2021. 

Di sisi lain Mahkamah Agung (MA) menolak berkomentar banyak terkait penangkapan mantan pejabatnya itu.

Alasannya, Zarof Ricar yang 10 tahun menjabat Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA itu telah pensiun sekira dua tahun lalu.

"Kalau minta tanggapan, ya enggak ada tanggapan, karena yang bersangkutan, kan, sudah pensiun tiga tahun yang lalu. Karena dia sudah pensiun, ya bukan
lagi bagian dari lembaga, gitu," kata Juru bicara MA, Yanto, kepada wartawan, Sabtu (26/10). 

Kasus Pembunuhan Dini

Kasus pembunuhan yang dilakukan Ronald terhadap Dini terjadi pada Oktober 2023 lalu di Surabaya, Jawa Timur. 

Awalnya, Ronald dan Dini terlibat pertengkaran di Blackhole KTV, sebuah tempat karaoke di Surabaya.

Ronald lalu menendang kaki korban, memukul kepala Dini dengan botol tequila, dan kemudian meninggalkannya dalam kondisi terjatuh di area parkir.

Rekonstruksi memperlihatkan korban duduk bersandar di pintu mobil Ronald sebelum kemudian dilindas dan terseret beberapa meter saat Ronald meninggalkan lokasi dengan mobilnya.

Setelah insiden di tempat parkir, Ronald membawa Dini yang sudah dalam kondisi kritis ke apartemennya dan mencoba memberikan bantuan pernapasan buatan. Ketika kondisinya tidak membaik, Ronald kemudian membawa Dini ke rumah sakit. Namun, korban akhirnya meninggal.

Hasil autopsi di RSUD dr Soetomo Surabaya mengungkapkan, terdapat sejumlah luka dalam serius di tubuh korban, termasuk memar di kepala, leher, perut dan kaki.

Kasus ini mengundang perhatian besar, terutama karena status Ronald (saat itu) sebagai putra anggota DPR RI Edward Tannur.

Edward Tannur adalah mantan anggota DPR RI Fraksi PKB dari NTT. Ia kemudian dinonaktifkan oleh partainya dari DPR RI saat awal kasus ini mencuat.

Selain status Ronald sebagai anak anggota DPR RI, kasus ini juga menjadi perhatian publik karena belakangan Ronald juga divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya.

Tiga majelis hakim yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo berpendapat Ronald tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana pembunuhan maupun penganiayaan berat yang menyebabkan kematian.

Hakim menilai, kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald.

Vonis bebas terhadap Ronald itu kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Dalam putusan kasasi, Ronald kini dihukum dengan pidana lima tahun penjara. (*)

 

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved