Berita Samarinda Terkini
Pemkot Samarinda Bahas Upaya Penurunan Angka Stunting, Bali Jadi Percontohan
Pemerintah Kota Samarinda bahas upaya penurunan angka stunting, Bali jadi percontohan.
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Masalah stunting yang masih tinggi di Indonesia menjadi perhatian serius, terutama karena dampaknya yang luas pada kesehatan, pendidikan, dan produktivitas masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, pemerintah pusat maupun daerah pun gencar melakukan langkah percepatan penurunan angka stunting.
Pemerintah bahkan menargetkan penurunan prevalensi stunting nasional hingga 14 persen pada tahun 2024, seperti tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Data yang dirilis Survei Kesehatan Indonesia (SKI) beberapa tahun belakangan ini menunjukkan bahwa beberapa wilayah berhasil menurunkan angka stunting secara konsisten.
Provinsi Bali menjadi contoh terbaik dengan prevalensi stunting yang turun dari 21,9 persen pada 2018 menjadi hanya 7,2 persen pada 2023.
Keberhasilan Bali dalam mengatasi stunting ini diakui langsung oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan mendapat apresiasi sebagai provinsi yang berhasil menjaga tren penurunan stunting.
Baca juga: SKD CPNS Pemkot Samarinda Selesai, Tercatat Banyak Peserta Gugur lantaran Tak Registrasi Tepat Waktu
Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) Ahli Muda dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Samarinda, Darna menilai, keberhasilan Bali dalam menurunkan angka stunting seharusnya dapat menjadi inspirasi bagi kota-kota lain di Indonesia, termasuk Samarinda.
"Apa yang dilakukan oleh Provinsi Bali yang tidak dilakukan oleh provinsi-provinsi lain, termasuk Kaltim, sehingga mereka bisa menurunkan angka stunting secara konsisten. Bahkan mendapat apresiasi langsung dari Kemenko dalam percepatan penurunan stunting," ujar Darna dalam gelaran Ngobrol Seputar Stunting (NGOBRASS) di Ruang Integritas Lantai II Inspektorat Samarinda, Jumat (8/11/2024).
Di Samarinda sendiri, tantangan dalam upaya penurunan angka stunting masih cukup besar.
Berdasarkan data DP2PA, tingkat kehadiran balita di posyandu mengalami penurunan dari 61,34 persen pada bulan Juni menjadi 49,7 persen pada bulan Agustus.
Tingkat kehadiran balita ini berpengaruh pada akurasi data stunting di Samarinda.
Dalam hal prevalensi stunting, Samarinda menunjukkan sedikit perbaikan.
Pada bulan Juni 2024, prevalensi stunting tercatat sebesar 16,8 persen, yang kemudian turun menjadi 15,7 persen pada bulan Agustus.
"Artinya ada kemungkinan yang tidak datang yang tidak datang ke posyandu adalah bayi atau balita yang bermasalah," tambah Darna.," tambah Darna.
Baca juga: Pemkot Samarinda dan Pemkab Kukar Tukar Aset Sekolah, Kegiatan Pembelajaran Tetap Berjalan
Kecamatan Samarinda Kota tercatat memiliki tingkat kunjungan posyandu tertinggi dengan angka 87,48 persen, diikuti oleh Samarinda Ilir dengan 84,43 persen.
Namun, angka ini berbeda jauh dengan Kecamatan Samarinda Utara, yang hanya mencatatkan angka 49,5 persen.
Target cakupan pengukuran balita juga belum tercapai di beberapa kecamatan, terutama di Samarinda Utara dan Sungai Pinang, yang masih di bawah 50 persen.
Dari segi prevalensi stunting dan wasting per kecamatan, data menunjukkan bahwa Kecamatan Samarinda Kota, Samarinda Ilir, dan Sungai Kunjang memiliki angka stunting yang relatif tinggi berkisar antara 15-17 persen.
Sementara Kecamatan Samarinda Seberang dan Samarinda Utara juga menghadapi masalah wasting atau kekurangan berat badan yang signifikan.
Data ini diambil dari diseminasi dan publikasi Dinas Kesehatan Samarinda tahun 2024, menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam menangani masalah gizi pada balita di Samarinda.
Darna menambahkan bahwa kolaborasi lintas sektor melalui pendekatan Collaborative Governance Triple Helix telah berjalan cukup baik di Samarinda.
Namun, ia mengakui masih ada kendala, seperti kurangnya komunikasi efektif di tingkat kabupaten dan peran swasta yang belum optimal.
"Sebab itu kami berharap gelaran NGOBRASS ini bisa menjadi wadah untuk berkontribusi untuk berkolaborasi dalam membahas permasalahan yang kita temukan di lapangan terkait stunting. Karena setiap kecamatan punya latar belakang budaya pendidikan suku yang berbeda," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.