Berita Nasional Terkini
Keinginan Johanis Tanak Hapuskan OTT KPK Disambut Riuh Tepuk Tangan Anggota DPR RI
Proses uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diwarnai dengan wacana penghapusan Operasi Tangkap Tangan (OTT)
"Jadi (dalam pencegahan), orang kalau sudah mau korupsi, eh, eh, eh, Abdullah hati-hati, ini sudah dekat, lho, Anda akan kena kalau kayak begini. Kalau ini (penindakan) enggak, Pak, dicari, dipancing-pancing, diarahkan, dibekuk aparat. Nah, kena, loe, OTT jadinya," ungkapnya.
Aboe menganggap, pencegahan akan lebih efektif untuk memberantas korupsi.
Menurut dia, orang yang hendak melakukan korupsi akan takut terlebih dulu ketika diperingatkan bahwa tindakannya dapat dijerat KPK.
Ia kemudian memperbandingkan beberapa negara lain yang berbeda pendekatan dalam hal memberantas korupsi.
Ada negara-negara yang lebih menitikberatkan pada penindakan, seperti Hong Kong atau Korea Utara, tetapi ada pula negara-negara yang lebih mengutamakan upaya pencegahan korupsi.
Baca juga: Paman Birin Mundur sebagai Gubernur Kalsel Usai Menang Praperadilan Lawan KPK, Profil Sahbirin Noor
Ia menyinggung negara-negara Skandinavia yang dianggapnya memilih pendekatan berbeda dengan Indonesia.
"Memang lebih gila kalau kaya Hongkong atau Korea Utara atau beberapa negara lain. Tapi ada lagi kayak Norwegia, Swedia, Denmark itu enggak ada tuh begitu-begitu kejadiannya. Di kita agak berat," ujar dia.
Sementara itu, calon pimpinan KPK lainnya, Agus Djoko Pramono memberikan klarifikasi terkait dua kasus yang disebutkan menyeret namanya.
Dua kasus tersebut adalah dugaan transaksi janggal senilai Rp 115 miliar pada 2013, serta tindak pidana korupsi suap proyek Sistem Penyedia Air Minum (SPAM) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2020.
Agus mengungkapkan kekecewaannya terhadap KPK, karena merasa pemanggilannya pada 2020 tidak berkaitan dengan fakta kasus, melainkan berkaitan dengan statusnya sebagai saksi a de charge untuk mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil.
Agus menjabat sebagai Wakil Ketua BPK pada periode 2019-2023.
“Jadi saya cukup kecewa dengan sikap KPK pada saat itu karena saya diberitahu bahwa saya akan jadi saksi a de charge, padahal saya adalah Wakil Ketua BPK saat itu,” ujar Agus dalam fit and proper test menjawab pertanyaan Nasir Djamil dan Rudianto Lallo, di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Ia menegaskan bahwa sebagai pimpinan lembaga negara, KPK seharusnya menjelaskan lebih dulu duduk perkara terkait pemanggilannya.
Baca juga: Paman Birin Menghilang Lagi Usai Menang Sidang Praperadilan, Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Sah
“Saya selaku pimpinan lembaga negara harusnya antar sesama lembaga negara menyampaikan pada kami duduk perkara permasalahannya itu apa, bukan sebagai personnya tapi sebagai jabatannya,” papar Agus.
Agus juga menyatakan bahwa seharusnya KPK menanyakan terlebih dahulu apakah ia bersedia menjadi saksi a de charge, bukan tiba-tiba memanggilnya yang dapat memunculkan pertanyaan mengenai keterlibatannya dalam kasus korupsi SPAM di Kementerian PUPR.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.