Berita Nasional Terkini

Petisi Tolak PPN 12 Persen Diteken Lebih dari 6 Ribu Orang, YLKI: Dipastikan Memberatkan Rakyat

Petisi tolak PPN 12 persen sudah diteken lebih dari 6 ribu orang. YLKI menyebut kenaikan PPN dipastikan memberatkan rakyat

Editor: Amalia Husnul A
Freepik
PPN 12 PERSEN - Ilustrasi. Petisi tolak PPN 12 persen sudah diteken lebih dari 6 ribu orang. YLKI menyebut kenaikan PPN dipastikan memberatkan rakyat 

Kebijakan ini akan memberi beban tambahan bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi. 

Menanggapi hal tersebut, Plt Ketua Pengurus Harian YLKI, Indah Suksmaningsih memberikan kritikannya terhadap kebijakan tersebut.

Pertama, kenaikan PPN di Tengah Ekonomi Rakyat yang Sulit

Indah menyebut walaupun kenaikan PPN pada dasarnya diamanatkan dalam UU No 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), situasi sosial dan ekonomi saat ini membuat kebijakan tersebut tidak relevan. 

"Di masa masyarakat mengalami penurunan pendapatan, dan kenaikan harga kebutuhan pokok, menaikkan PPN dipastikan memberatkan rakyat," ujar Indah dalam keterangan resminya, Kamis (21/11).

Kedua, beban Konsumen Makin Berat dan Daya Beli Anjlok

Dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id, Indah menyebut, kenaikan PPN yang sudah terjadi sebelumnya pada April 2022, dari 10 persen menjadi 11persen, masih dirasakan berat oleh masyarakat. 

Jika PPN dipaksakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025, hal ini akan semakin memperburuk daya beli konsumen.

Baca juga: Keadilan Dipertanyakan, Pajak Orang Kaya akan Diampuni, Masyarakat Menengah Ditekan PPN 12 Persen

Masyarakat kemungkinan akan menunda atau bahkan membatalkan pembelian barang-barang yang dikenakan PPN tinggi, seperti barang elektronik, pakaian, dan peralatan rumah tangga.

Dampaknya, dunia usaha dan industri pun akan terimbas, dengan penurunan penjualan yang berujung pada lesunya roda ekonomi.

Ketiga, potensi Ketidakadilan dalam pemungutan pajak.

Menurutnya, pemerintah seharusnya tak membebani konsumen dengan pajak yang tinggi, sementara pengemplang pajak justru tidak mendapatkan sanksi tegas.

Alih-alih menaikkan PPN, pemerintah harusnya fokus pada peningkatan kepatuhan pajak di kalangan pengusaha kakap dan para pengemplang, agar beban pajak tidak jatuh lagi-lagi pada rakyat kecil.

Keempat, potensi Kebingungan tentang Kontrak yang Sudah Ditandatangan.

Dirinya memandang, kebijakan tersebut juga menimbulkan ketidakjelasan terkait kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani sebelum 1 Januari 2025, di mana PPN masih berlaku 11 persen. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved