Berita Nasional Terkini

PPN 12 Persen Tuai Protes, Dua Skenario Ini Bisa Batalkan PPN 12 Persen

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai tahun depan, menuai kritik publik. Apakah bisa dibatalkan?

Freepik
PPN 12 PERSEN - Ilustrasi. PPN 12 persen tuai protes, dua skenario ini bisa batalkan PPN 12 persen. 

Apalagi, penyusunan target penerimaan pajak tahun depan masih berdasarkan PPN 11 persen, seperti yang sudah ditetapkan dalam APBN 2025.

Massa aksi penolakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024).
Massa aksi penolakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024). (KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY)

Judicial review MK

Selain penerbitan Peraturan Pemerintah (PP), PPN 12 persen juga bisa dibatalkan melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dosen hukum administrasi negara Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Ilahi mengatakan, judicial review bisa diajukan ke MK jika suatu aturan dinilai bertentangan dengan konstitusi.

"Kalau dibatalkan tentu ada mekanisme yang harus dilakukan dan yang bisa membatalkan secara hukum adalah MK kalu diuji ya, tapi persoalannya belum ada masuk obyeknya," kata Beni, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Sabtu (21/12/2024).

Baca juga: Daftar Barang Kena dan Bebas PPN 12 Persen, Berlaku Mulai 1 Januari 2025

Menurutnya, langkah paling rasional yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah melakukan evaluasi sebelum 2025 atau menunda penerapan PPN 12 persen.

Meski Presiden dan Menteri Keuangan telah menyampaikan bahwa kenaikan pajak ini hanya dikenakan untuk barang mewah, tetapi parameter barang mewah belum dijelaskan secara rinci dalam peraturan turunannya.

Ia menjelaskan, kenaikan pajak bisa berimplikasi langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, sehingga harus diukur secara tepat. 

"Dalam hukum pajak ada yang namanya taxation without representation is robbery. Pajak yang tidak diikuti dengan representasi, sama saja disebut sebuah kejahatan, apalagi bertentangan dengan kedaulatan rakyat," ujarnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved