Horizzon

Risiko jika MK Kabulkan Dalil Politik Uang  

Frasa curang inilah yang belakangan nyaring setiap saat kita dengar di sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024 di Mahkamah Konstitusi.

|
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
DOK TRIBUNKALTIM.CO
Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim. 

Oleh: Ibnu Taufik Jr
Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim

CURANG, adalah frasa atau kalimat yang dimiliki oleh mereka yang ada di posisi kalah. Sementara untuk mereka yang ada di posisi menang, maka frasa curang sama sekali tidak dikenal. 

Frasa curang inilah yang belakangan nyaring setiap saat kita dengar di sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Tudingan curang inilah yang dilontarkan oleh mereka, peserta Pemilukada 2024 yang kalah yang kemudian menyampaikan sejumlah dalil untuk mendapatkan keadilan di Mahkamah Konstitusi

Kita tahu, MK telah meregister 310 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024.

Dari total perkara tersebut, 23 perkara adalah perselisihan di pemilihan gubernur, 49 perkara perselisihan pemilihan walikota, dan 237 perkara lainnya merupakan perkara PHP bupati dan wakil bupati.

Baca juga: Inkonsistensi MK adalah Sikap Konsisten Merawat Demokrasi

Mari kita mencoba untuk melihat frasa curang di Pilkada 2024 ini dari sisi matematika.

Pertama, di gelaran pemilihan gubernur 2024 lalu, kita mencatat ada 37 Pilgub serentak. Dari keseluruhan tersebut, terdapat 23 tudingan atau setidaknya 62 persen gelaran Pilgub terjadi kecurangan. 

Hitungan yang sama coba berlakukan untuk pemilihan walikota dan pemilihan bupati, di mana untuk walikota ketemu angka 53 persen dan di Pilbub ketemu angka 57 persen. 

Angka tersebut tentu hanya tinjaun matematis belaka dan tidak menggambarkan secara riil demikian. Sebab faktanya, ada sejumlah gelaran Pilkada di berbagai jenjang yang memunculkan lebih dari satu gugatan perkara ke MK. 

Tinjauan matematis tersebut hanya untuk menguatkan narasi bahwa memang frasa curang hanya dimiliki oleh mereka yang kalah.

Baca juga: Masa Tenang, Dibuat untuk Menentukan Siapa Pemenangnya

Frasa curang tidak dimiliki oleh mereka yang menang dalam kontestasi. 

Dari tudingan curang inilah kemudian muncul sejumlah dalil dari mereka yang mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi

Dalil-dalil tersebut di antaranya adalah menggunakan praktik politik uang, menggunakan kekuasaan dalam konstestasi, hingga tudingan kecurangan yang dilakukan secara TSM atau terstruktur, sistematis dan massif. 

Masuk dalam kategori di atas adalah tudingan menggunakan fasilitas negara seperti APBD dan juga kewenangan petahana terkait dengan bansos dan juga mutasi pejabat jelang Pilkada yang didalilkan sebagai kecurangan dalam Pilkada terhadap petahana. 

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengapa Rakyat Mudah Marah?

 

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved