Horizzon

Inkonsistensi MK adalah Sikap Konsisten Merawat Demokrasi

Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden ini sebenarnya sudah berlaku sejak Pilpres 2009 dengan angka yang berbeda.

Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
DOK TRIBUNKALTIM.CO
Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim. 

Oleh: Ibnu Taufik Jr
Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim

PRAKTIK 'oligarki' yang ditandai dengan munculnya banyak calon tunggal di dalam PIlkada 2024 salah satu pertimbangan penting bagi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus Presidential Threshold.

Tak terkecuali, munculnya koalisi gemuk di peta politik nasional yang juga bisa dimaknai sebagai upaya pragmatis penguasa mempertahankan kekuasaan adalah indikator munculnya praktik oligarki yang juga menjadi landasan MK memutus perkara nomor Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Kamis 2 Januari 2025.

Untuk menjadi pengingat, Presidential Threshold adalah syarat minimal partai politik atau gabungan partai politik untuk bisa mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. 

Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden ini sebenarnya sudah berlaku sejak Pilpres 2009 dengan angka yang berbeda.

Presidential Threshold pertama kali diterapkan pada Pemilu 2004 atau Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung pertama.

Baca juga: Tolak Kenaikan PPN

Saat itu, besaran ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 

Saat itu Threshold ditetapkan sebesar 15 persen jumlah kursi di parlemen atau 20 persen jumlah suara sah.

Aturan ini dialami saat pertama kali Pilpres dipilih lanngsung pertama kali dengan empat pasangan, yaitu Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla.

Angka Threshold kemudian dikoreksi di Pilpres 2009 melalui UU No 42/2008, di mana angkanya menjadi 25 persen jumlah kursi di DPR atau 20 persen suara sah. 

Untuk Pilpres 2014, angka ini tetap menjadi patokan lantaran pelaksanaan Pilpres 2014 masih menggunakan UU No 42/2008.

Baca juga: Kenapa Pekerja Rela Terima Upah di Bawah Rp 3.579.313?

Untuk Pilpres 2019, UU Pemilu menggunakan UU yang baru, yaitu UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum.

Undang-undang ini berbeda dengan sebelumnya lantaran Pilpres dan Pileg diselenggarakan secara bersamaan. 

Presidential Threshold masih digunakan di Pilpres 2019 dan 2024, dan itu termuat di dalam pasal 222 yang memuat ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden setidaknya didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah.

Keputusan MK untuk menghapus akal-akalan penguasa mempertahankan kekuasaan dengan membuat syarat ambang batas pencalonan presiden ini juga bukan jalan instan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengapa Rakyat Mudah Marah?

 

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved